Pemerintah berencana mewajibkan perusahaan otobus (PO) menjual tiket secara online. Aturan itu minimal bisa berlaku untuk bus-bus kelas nonekonomi dulu. "Kelas nonekonomi, kan, segmen penumpangnya sudah terbentuk,” kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Eddi saat dihubungi, Sabtu, 4 Juli 2015.
Usai meresmikan rail hotel transit PT Kereta Api Indonesia di Stasiun Gambir Kamis lalu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan akan menerbitkan aturan yang mewajibkan perusahaan bus menjual tiket secara online. Penerapan aturan itu nantinya tergantung kesepakatan antara pemerintah dengan Organisasi Angkutan Darat.
Penjualan tiket bus secara online, menurut pemerintah bisa meningkatkan pelayanan terhadap penumpang. Angkutan darat selama ini dianggap tertinggal jauh dari moda kereta api dan pesawat yang sudah lama menjual tiket lewat sistem online. Tiket bus online dinilai bisa memangkas penumpukan penumpang di terminal-terminal dan agen pemberangkatan serta calo tiket. "Tahun depan akan kami mulai bersama Organda. Pada 2017 semoga sudah bisa memasyarakat," ujar Edi.
Perusahaan otobus Efisiensi sebetulnya sudah memulai pemesanan dan penjualan tiket bus lewat online sejak Juli tahun lalu. Namun sistem itu tak maksimal karena justru ditolak oleh awak bus Efisiensi sendiri. Puncaknya, pada April lalu para awak bus yang beroperasi di trayek Yogyakarta-Purwokerto-Cilacap-Purbalingga itu mogok kerja dan meminta pemilik perusahaan menghentikan rencana menjual tiket secara online. "Kapan mau maju kalau begini," ujar pemilik PO Efisiensi, Teuku Erry.
Awak bus Efisiensi, ujar Erry, menolak kebijakan perusahaan karena penjualan tiket online dianggap bakal menggerus pendapatan mereka dari praktik mengangkut penumpang langsung di pinggir jalan. Erry mengakui, biasanya awak bekerja sama dengan calo untuk memblok tempat kursi yang masih tersedia atau menaikkan penumpang tanpa terdeteksi oleh manajemen. "Sudah ngempet saya ini, capek. Kami ini berhadapan dengan preman," kata Erry.
Selain Efisiensi, langkah menjual tiket online juga sedang digagas Lorena. Pemesanan dan penjualan tiket online terutama buat calon penumpang bus segmen antarkota antarprovinsi. Nantinya, calon penumpang juga bisa membayar tiket dengan kartu debit atau kredit. Lorena juga menjalin kerjasama dengan salah satu minimarket untuk pembayaran tiket yang dipesan oleh calon penumpang melalui situs perseroan. Minimarket itu juga sedang dijajagi untuk menjadi agen tiket mereka. "Kami sedang ujicoba internal di sebagian trayek," kata Corporate Secretary PT Eka Sari Lorena Transport Tbk. Andy Porman Tambunan.
Menurut Sekretaris Jenderal Organda Ateng Aryono, total ada 34 dari ratusan PO menyatakan siap menjual tiket online. Mereka disebut sudah menyiapkan sistemnya masing-masing. "Tiket online memang sudah seharusnya dilakukan. Memang membebani PO di awal, tapi kita lihat hasil akhirnya," ujar Ateng.
Namun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia pesimis PO bis menerapkan sistem pemesanan dan penjualan tiket secara online. Kebijakan itu dinilai berat karena angkutan darat bus melibatkan ratusan perusahaan yang rata-rata masih berupa perusahaan keluarga. Berbeda dengan kereta api yang operatornya cuma satu atau pesawat yang hanya puluhan. “Mungkin kalau ada satu perusahaan sendiri yang mengelola tiket online seperti TransJakarta dan ada gabungan perusahaan di situ, bisa,” kata Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.
Kendati dibayang-bayangi biaya yang besar dan keraguan akan kemampuan perusahaan otobus, Kementerian Perhubungan menargetkan proses meng-online-kan bus sudah bisa dimulai usai lebaran tahun ini. Menurut Eddi, angkutan darat harus mengejar ketertinggalan mereka dari kereta api dan pesawat untuk urusan pelayanan.
Kementerian Perhubungan segera memberlakukan kewajiban perusahaan otobus (PO) menjual tiket secara online setelah masa mudik-balik Idul Fitri mendatang. Menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, Eddi, aturan ini akan berlaku pertama kali untuk bus-bus kelas non-ekonomi. "Karena segmen penumpangnya rata-rata sudah melek teknologi," kata dia kepada Tempo, 4 Juli 2015
Eddi mengatakan penerapan aturan itu tergantung kesepakatan antara pemerintah dan Organisasi Angkutan Darat (Organda). Yang jelas, kata Eddi, dengan sistem tiket online, operator bus bisa memberi pelayanan lebih efisien, memangkas penumpukan penumpang di terminal, sekaligus memberantas calo tiket. "Layanan bus selama ini tertinggal jauh dari kereta api dan pesawat,” ujar Eddi.
Para operator pun sudah menginisiasi sistem penjualan tiket online. Sekretaris Jenderal Organda, Ateng Aryono, mengatakan saat ini 34 dari 100-an PO sudah menyatakan siap menjual tiket online. Mereka juga mengklaim sudah menyiapkan sistemnya. "Sudah seharusnya. Awalnya mungkin membebani operator, tapi hasil akhirnya bisa efisien,” ujar Ateng.
Salah satu operator yang sudah siap adalah PT Eka Sari Lorena Transport Tbk. Menurut Sekretaris Perusahaan Lorena, Andy Porman Tambunan, mereka sudah menguji penjualan tiket online pada beberapa trayek antarkota antarprovinsi (AKAP). Nantinya, kata dia, calon penumpang juga bisa membayar tiket dengan kartu debit atau kredit. "Kami akan menggandeng salah satu minimarket sebagai agen," kata Andy.
Sedangkan PO Efisiensi sudah membuka pemesanan tiket online sejak Juli tahun lalu. Namun, kata pemilik Efisiensi, Teuku Erry, sistem itu tidak berjalan karena ditolak awak bus. Para awak menolak karena sistem online mengurangi pendapatan mereka, yang kerap mengangkut penumpang di jalan. Erry mengakui, biasanya para awak bekerja sama dengan calo untuk memblok kursi yang masih tersedia atau menaikkan penumpang tanpa terdeteksi manajemen. “Capek. Kami berhadapan dengan preman,” kata Erry. Puncaknya, pada April lalu, awak bus Efisiensi trayek Yogyakarta-Purwokerto-Cilacap-Purbalingga mogok kerja dan meminta penghentian sistem online.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, pesimistis operator bus bisa menerapkan sistem online. Apalagi jumlah perusahaan bus cukup banyak sehingga susah ditertibkan. Berbeda dengan kereta api yang operatornya cuma satu atau pesawat yang hanya puluhan. “Mungkin bisa, jika ada satu perusahaan tersendiri yang mengelola tiket online dan menggabungkan kepentingan semua operator bus itu."
Pemerintah berencana mewajibkan perusahaan otobus (PO) menjual tiket secara online. Aturan itu diharapkan bisa berlaku untuk bus-bus kelas nonekonomi dulu. “Kelas nonekonomi, kan, segmen penumpangnya sudah terbentuk,” kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Eddi saat dihubungi, Sabtu, 4 Juli 2015. Setelah meresmikan rail hotel transit PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Stasiun Gambir Kamis lalu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan akan menerbitkan aturan yang mewajibkan perusahaan bus menjual tiket secara online.
Penerapan aturan itu nantinya bergantung pada kesepakatan antara pemerintah dan Organisasi Angkutan Darat (Organda). Penjualan tiket bus secara online, menurut Jonan, bisa meningkatkan pelayanan terhadap penumpang. Angkutan darat selama ini dianggap tertinggal jauh oleh moda kereta api dan pesawat yang sudah lama menjual tiket lewat sistem online.
Tiket bus online juga bisa memangkas penumpukan penumpang di terminal-terminal dan agen pemberangkatan serta calo tiket. “Tahun depan, akan kami mulai bersama Organda. Pada 2017, semoga sudah bisa memasyarakat,” ujar Eddi. Menurut Eddi, angkutan darat harus mengejar ketertinggalan mereka oleh kereta api dan pesawat dalam urusan pelayanan.
Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menuturkan total ada 34 dari ratusan PO yang menyatakan siap menjual tiket secara online. Mereka disebut sudah menyiapkan sistemnya masing-masing. “Tiket online memang sudah seharusnya dilakukan. Memang membebani PO di awal, tapi kita lihat hasil akhirnya,” ucap Ateng. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia pesimistis PO bus menerapkan sistem pemesanan dan penjualan tiket secara online. Kebijakan itu dinilai berat karena angkutan darat bus melibatkan ratusan perusahaan yang rata-rata masih berupa perusahaan keluarga. Ini berbeda dengan kereta api yang operatornya cuma satu atau pesawat yang hanya puluhan.
“Mungkin, kalau ada satu perusahaan sendiri yang mengelola tiket online, seperti Transjakarta dan ada gabungan perusahaan di situ, bisa,” kata Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. Perusahaan otobus Efisiensi sebetulnya sudah memulai pemesanan dan penjualan tiket bus lewat online sejak Juli tahun lalu. Namun sistem itu tak maksimal karena justru ditolak oleh awak bus Efisiensi sendiri. Puncaknya, pada April lalu para awak bus yang beroperasi di trayek Yogyakarta-Purwokerto-Cilacap-Purbalingga itu mogok kerja dan meminta pemilik perusahaan menghentikan rencana menjual tiket secara online.
“Kapan mau maju kalau begini,” ujar pemilik PO Efisiensi, Teuku Erry.
Awak bus Efisiensi, menurut Erry, menolak kebijakan perusahaan karena penjualan tiket online dianggap bakal menggerus pendapatan mereka dari praktik mengangkut penumpang langsung di pinggir jalan. Erry mengakui, biasanya awak bekerja sama dengan calo untuk memblok tempat kursi yang masih tersedia atau menaikkan penumpang tanpa terdeteksi oleh manajemen. “Sudah ngempet saya ini, capek. Kami ini berhadapan dengan preman,” kata Erry. Selain PO Efisiensi, langkah menjual tiket online juga sedang digagas Lorena. Pemesanan dan penjualan tiket online terutama buat calon penumpang bus segmen antarkota antarprovinsi.
Nantinya, calon penumpang juga bisa membayar tiket dengan kartu debit atau kredit. Lorena juga menjalin kerja sama dengan salah satu minimarket untuk pembayaran tiket yang dipesan oleh calon penumpang melalui situs perseroan. Minimarket itu juga sedang dijajagi untuk menjadi agen tiket mereka.
No comments:
Post a Comment