Selama ini, Grup Cinema 21 masih merajai bisnis bioskop di Tanah Air. Tidak mudah pemain baru bersaing dengan grup ini. Blitzmegaplex, misalnya, hampir 10 tahun hadir belum juga mengimbangi kedigdayaan grup ini. Namun, kali ini Cinema 21 akan bertemu pesaing lebih serius, yakni Grup Lippo. Mulai awal tahun depan, Grup Lippo akan terjun ke bisnis bioskop. "Tepatnya mulai Februari 2014," ungkap Theo L Sambuaga, Presiden Direktur Grup Lippo akhir pekan lalu.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Grup Lippo adalah tidak memperpanjang kontrak penyewaan ruangan untuk bioskop di pusat perbelanjaan miliknya. Apalagi, ada beberapa kontrak ruang bioskop Cinema 21 di mal milik Lippo Malls, anak usaha Grup Lippo, yang berakhir sekitar Februari tahun depan.
Nah, Lippo akan memanfaatkan ruang yang ditinggalkan Cinema 21 untuk memulai bisnis bioskop sendiri. Theo menghitung, ada sekitar 40 mal milik Lippo yang bisa dipakai untuk bioskop. Apabila satu mal saja punya minimal empat layar, berarti Lippo bakal memiliki paling tidak 160 layar. "Berbisnis memang harus komprehensif," ucap Theo.
Menurut Theo, bisnis bioskop di Indonesia masih punya peluang besar. Saat ini, cuma dua pebisnis bioskop besar, yakni Cinema 21 dan Blitzmegaplex dengan total sekitar 700 layar bioskop. Nah, apabila melihat rasio jumlah penduduk, di Indonesia, satu layar bioskop melayani 357.000 penduduk. Sebagai perbandingan, rasio di Singapura, satu layar untuk 25.000 penduduk. Apalagi, masyarakat kelas menengah yang menjadi target Lippo tengah berkembang pesat.
Karena itu, menurut Theo, semua pusat belanja Lippo bakal menghadirkan bioskop yang dikelola sendiri. Ia menargetkan dalam lima tahun ke depan, Grup Lippo mempunyai 1.000 layar bioskop. Soal pasokan film yang menjadi nyawa dari bisnis ini, Grup Lippo akan mendatangkan film dari Amerika Serikat dan beberapa negara lain, seperti China dan Korea Selatan. Untuk ini, Lippo sudah punya jaringan bisnis yang kuat, terutama di China.
Grup Cinema 21 mengaku belum tahu langkah Lippo ini. "Kami belum mendengar kabar ini," kata Tri Anintio, Direktur Cinema 21, kemarin. Catherine Keng, Sekretaris Perusahaan Cinema 21, menambahkan, saban tahun, pasti ada sewa bioskop yang habis kontrak. "Kondisi ini adalah hal lumrah," tuturnya.
Meski begitu, Cinema 21 tak gentar menghadapi langkah Grup Lippo. Perusahaan yang kini punya 667 layar di 135 lokasi itu menargetkan punya 1.000 layar di 2017. Niat MNC Grup merambah bisnis hiburan khususnya bioskop mesti kandas. Setelah proses negosiasi yang cukup panjang, akhirnya MNC Grup batal membeli jaringan bioskop Blitzmegaplex.
Direktur PT Global Mediacom Tbk (BMTR) David Audy mengatakan, akuisisi itu urung dilakukan karena tidak sesuai dengan minat MNC Grup. "Tidak sesuai dengan term and conditionnya," ujar dia. Sebelumnya, MNC Grup berencana memasukan Blitz ke dalam lini bisnis medianya di bawah PT Global Mediacom Tbk (BMTR). Niat akuisisi Blitz ini memang santer terdengar sejak tahun lalu. Saat itu Blitz memang masih memiliki beban keuangan yang cukup besar. Namun dari proses negosiasi yang cukup panjang, MNC Grup tidak mendapatkan harga yang diinginkan.
Padahal menurut David, pasar bioskop di Indonesia cukup besar dan sangat berpotensi untuk dikembangkan. "Ya sebenarnya peluang bisnis di sektor itu masih cukup bagus, namun kami akan lebih konsen ke bisnis media," kata dia. Sekedar mengingatkan, Blitz yang berada di bawah PT Graha Layar Prima. Graha Layar Prima dikabarkan kesulitan keuangan akibat utangnya kepada Quvat Management Pte Ltd, sebuah pengelola dana investasi di Singapura
No comments:
Post a Comment