Pemerintah Indonesia akhirnya benar-benar memperpanjang kontrak karya PT Freeport Indonesia dari seharusnya berakhir di 2021 menjadi lebih panjang lagi yakni di tahun 2041. Meski perpanjangan kontrak akan diteken dua tahun sebelum kontrak berakhir atau di 2019, namun pemerintah menjamin kesepakatan yang menjamin perpanjangan kontrak akan tertuang di memorandum of understanding (MoU) yang akan ditekan sebelum masa Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudyono ini berakhir.
"Perjanjian ini menjadi bagian tak terpisahkan, mengikat dua belah pihak Indonesia dan Freeport dan merupakan bagian dari amandemen kontrak," tandas Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar, Jumat (6/6/2014).
Keputusan ini, kata Sukhyar, diambil untuk memberikan kepastian bagi investor asing. Mengingat, dana investasi yang dibenamkan oleh Freeport besar yakni mencapai 15 miliar dollar AS. Apalagi, dalam rapat maraton dalam sepekan terakhir, manajemen Freeport juga menyepakati poin lain dalam kontrak.
Pertama, Freeport berjanji akan membangun pabrik pemurnian atawa smelter mineral emas di Gresik Jawa Timur dengan nilai investasi 2,3 miliar dollar AS. Selama ini Freeport memilih ekspor konsentrat mineral tanpa pengolahan. Kedua, perusahaan tembaga, emas dan perak ini di Grasberg, Papua ini juga bersedia menaikkan royalti dari yang berlaku saat ini cuma 1 persen menjadi 3,75 persen. Namun, Freeport meminta agar kenaikan royalti ini berlaku setelah perpanjangan kontrak atau di 2021 nanti.
Ketiga, Freeport juga setuju melakukan divestasi saham sebesar 30 persen kepada Pemerintah Indonesia, pemerintah daerah, BUMN ataupun BUMD, sesuai aturan yang berlaku. Keempat, Freeport juga menjamin penggunaan tenaga kerja lokal dan produk dalam negeri hingga 100 persen. Terakhir, Freeport juga setuju atas pengurangan areal wilayah pertambangan dari 212.950 hektare jadi 125.000 ha.
Rozik B Soetjipto, Chief Executive Officer Freeport Indonesia sebelumnya mengatakan, kalau renegosiasi sudah selesai, "Sekarang tinggal bahasa hukumnya saja," ujar dia. Juru bicara PT Freeport Indonesia Daisy Pimayanti menambahkan, beberapa poin renegosiasi sudah dilakukan Freeport, seperti mempekerjakan warga lokal hingga 98 persen dari total pekerja. Pemakaian barang produksi dalam negeri kini juga sudah mencapai 60 persen.
Namun, menurut pengamat pertambangan Marwan Batubara, hasil renegosiasi ini kurang menguntungkan Indonesia. Utamanya soal kewajiban divestasi. Menurut dia, pemerintah seharusnya memperlakukan Freeport sama dengan perusahaan tambang asing yang memiliki kewajiban melepas 51 persen sahamnya.
Dengan begitu, Indonesia bisa mengambil kontrol atas perusahaan- perusahaan tambang yang dikuasai oleh asing itu. Dengan begitu, pemerintah paham produksi, ekspor hingga royalti yang seharusnya menjadi bagian Indonesia. Apalagi, Undang-Undang Minerba mengamanatkan agar negara menguasai sumber daya alam. "Alasan Freeport adalah tambang terintegrasi dan berinvestasi tambang bawah tanah, itu bukan alasan untuk lepas saham 30 persen saja," ujar Marwan.
Hanya, Sukhyar meyakinkan bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam renegosiasi agar tak merugikan di kemudian hari.
No comments:
Post a Comment