Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa akan mengirimkan surat keluhan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait kenaikan tarif listrik. Pengelola Pusat Belanja keberatan dengan kebijakan pemerintah atas kenaikan tarif tenaga listrik yang terus-menerus terjadi sejak tahun lalu.
"Pengaruh kenaikan listrik besar ke kami karena biaya listrik mencakup 40-65 persen dari biaya operasional kami," kata Handaka saat dihubungi , Sabtu, 7 Juni 2014. Dia berharap dengan surat protes tersebut, pemerintah mendengar keluhan pengelola mal dan mengevaluasi kenaikan tarif baru.
Sejak Mei 2014, tarif listrik untuk pelanggan bisnis menengah (B2) naik 13,09 persen dari Rp 1.352 per kilowatt hour menjadi Rp 1.529 per kWh. Tarif untuk pelanggan bisnis besar (B3) naik 3,2 persen dari Rp 1.117 per kWh menjadi Rp 1.153 per kWh. Tarif listrik ini akan berubah setiap bulan mengikuti fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, inflasi, dan harga minyak mentah Indonesia.
Handaka menyebut sebagai pelanggan bisnis kelas B3, untuk mengantisipasi kenaikan tarif listrik ini, pengelola mal terpaksa menaikkan tarif pengelolaan alias service charge kepada para penyewa. Bahkan, biaya sewa tenant untuk yang sudah habis masa kontraknya juga akan langsung dinaikkan. "Kalau besaran kenaikan service charge berkisar 5 -7 persen," kata dia.
Menurut Handaka, kenaikan tarif listrik secara simultan sangat memberatkan konsumen dan pengusaha. Apalagi pada 2013 tarif listrik untuk golongan bisnis menengah dan besar sudah naik 27,5 persen. "Tahun 2013, kenaikan TDL bertahap selama empat bulan tahun lalu telah mencapai 27,5 persen. Ini sangat luar biasa dan memberatkan. Kalau bulan ini naik lagi sekitar 13 persen, pasti jadi lebih memberatkan," kata dia.
No comments:
Post a Comment