Pemerintah berupaya intervensi di pasar uang secara gradual agar tak mengganggu cadangan devisa milik negara. “Kita juga minta agar BI menjaga volatilitasnya jangan terlalu lebar,” ujar Bobby.
Melemahnya tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada akhir pekan lalu disebabkan beberapa faktor. Faktor pertama, yakni lonjakan utang luar negeri jangka pendek. “Yang menyebabkan fluktuasi nilai tukar rupiah ialah kewajiban utang luar negeri korporasi yang sangat besar,” kata ekonom dari PT BNI Securities, Heru Irvansyah, ketika dihubungi akhir pekan lalu.
Mengutip data Bank Indonesia, total utang jatuh tempo jangka pendek atau kurang dari setahun mencapai US$ 48 miliar atau setara Rp 540 triliun. “Beban utang inilah yang menyebabkan ledakan permintaan dolar, ” kata Heru
Pelemahan itu terlihat dari kurs tengah Bank Indonesia untuk rupiah per Jumat pekan lalu sebesar Rp 12.625 per dolar AS, atau merosot dibandingkan pada awal pekan lalu di kisaran Rp 12.517 per dolar AS.
Faktor kedua adalah tekanan global yang diindikasikan dengan menurunkan mata uang negara-negara Asia kendati penurunan rupiah paling tajam. “Secara umum dolar memang tengah menguat terhadap semua mata uang Asia setelah kepastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika (The Fed),” ucap Heru. Meskipun hingga kini The Fed masih belum menentukan kapan waktu kenaikan tersebut.
Faktor ketiga adalah inflasi di Indonesia yang masih cukup tinggi. Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, menilai sebetulnya pelemahan kurs rupiah tak terlalu besar dibanding mata uang negara lain. “Tapi karena inflasinya tinggi, maka terlihat rupiah lebih terdepresiasi,” katanya.
No comments:
Post a Comment