Wednesday, April 15, 2015

Alasan Pembenaran Dirut Pertamina Untuk Rugi Bulan Januari - Februari 2015

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan kerugian yang dialami perseroan sepanjang Januari-Februari 2015 terjadi karena penurunan harga minyak dunia.  "Laba turun karena harga minyak mentah dunia periode Januari-Februari turun dari US$ 105, 9 tahun lalu menjadi US$ 49,8 per barel tahun ini," kata Dwi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 15 April 2015.
‎‎
‎Menurut Dwi, laba dari bisnis hulu Pertamina turun dibandingkan periode sebelumnya. ‎Tak hanya itu, bisnis hilir juga terpengaruh dengan penurunan harga minyak sejak akhir 2014 hingga 2015. Nilai bahan baku yang diolah dan produk yang diimpor lebih tinggi dibandingkan harga jualnya.

Secara konsolidasi, menurut Dwi, perseroan masih mengalami rugi karena laba bisnis hulu tak dapat menopang kerugian bisnis hilir. Pertamina selama periode Januari-Februari 2015 mencatat kerugian bersih sebesar US$ 212,3 juta dolar, yang dipicu merosotnya pendapatan pada bisnis hilir yang mencapai US$ 368 juta.

Adapun EBITDA (laba sebelum pajak dan penyusutan) pada Januari-Februari 2015 tercatat sekitar US$ 402 juta. Sedangkan dalam satu tahun sepanjang 2015 diproyeksikan sebesar US$ 5,76 miliar atau turun tipis dari realisasi tahun 2014 sebesar US$ 5,84 miliar.

Di sisi lain, menurut Dwi, penerapan harga jual bahan bakar minyak penugasan dari PSO (public service obligation) yang ditetapkan pemerintah tidak selalu mengacu pada formula yang telah ditetapkan. Pertimbangan lain adalah kondisi ekonomi masyarakat.

‎Selain itu, harga jual produk dipengaruhi variabel kurs, harga pasar internasional, dan biaya distribusi sehingga cenderung fluktuatif. "Untuk penjualan produk dalam mata uang rupiah, apabila terjadi pelemahan kurs akan berdampak pada penurunan pendapatan‎."

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan, kinerja negatif keuangan selama dua bulan pertama tak bisa dijadikan acuan secara umum. Kerugian yang terjadi Januari-Februari disebabkan beban yang tahun lalu. "Efek inventory, karena stok Oktober yang harganya masih mahal," kata Dwi seusai menghadiri ulang tahun Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Senin, 13 April 2015. Untuk menutup kerugian awal tahun, perseroan berencana melakukan efisiensi.

Efisiensi pertama adalah dengan meninjau proses bisnisnya sehingga lebih terbuka. Bahkan, dia mengklaim dari efisiensi pengadaan, perseroan bisa mencatatkan penghematan sebesar US$ 30 juta atau sekitar Rp 390 miliar.

"Looses (kerugian) dari pengadaan ditekan dari yang awalnya 0,4 persen menjadi sekarang 0,2 persen. Hasil efisiensi tersebut rencananya akan dijadikan sebagai bekal operasional ke depan," ujar dia. Selama periode Januari-Februari 2015, Pertamina mencatat kerugian bersih US$ 212,3 juta atau sekitar Rp 2,75 triliun yang dipicu merosotnya pendapatan pada bisnis hilir yang mencapai US$ 368 juta atau Rp 4,78 triliun.

Adapun EBITDA pada Januari-Februari 2015 tercatat sekitar US$ 402 juta, sedangkan dalam satu tahun 2015 diproyeksikan sebesar US$ 5,76 miliar atau turun tipis dari realisasi 2014 sebesar US$ 5,84 miliar. Dwi mengaku tidak takut jika karena kerugian tersebut konsekuensinya adalah pencopotan dari jabatannya. "‎Ya, enggak apa-apa. Kalau sudah berani ditunjuk harus berani dicopot,"‎ ujarnya.

No comments:

Post a Comment