Buruh pabrik di Amerika Serikat saat ini memperoleh bayaran 76 kali lebih besar dari yang diterima pekerja pabrik yang bekerja di Indonesia. Dalam empat tahun ke depan, rasio tersebut akan mengecil, namun perbedaannya masih cukup mencolok, yakni 58 kali.
Sebagaimana dikutip dari Bloomberg, Senin (6/4/2015), hal itu merupakan hasil kajian Economist Intelligence Unit. Disebutkan, bahwa gaji buruh di AS akan naik sebesar 12 persen pada 2019 menjadi rata-rata 42,82 dollar AS (Rp 556.000) per jam.
Sementara itu, gaji karyawan pabrik di Indonesia diperkirakan bakal naik sebesar 48 persen hingga 2019, namun hanya menjadi sebesar 74 sen dollar AS (Rp 9.620). Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari karyawan negara lain seperti China yang mencapai 4,79 dollar AS per jam, Vietnam 3,16 dollar AS per jam dan FIlipina 3,15 per jam.
Economist Intelligence Unit juga menyebutkan bahwa saat ini Indonesia tengah mencoba untuk mengembangkan industri manufaktur seiring dengan semakin kompetitifnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Bahkan Vietnam dan FIlipina tengah bersaing dengan China guna menarik minat investor.
Bloomberg menuliskan bahwa Pemerintah Indonesia saat ini terus mendapatkan tekanan dari para buruh terkait penaikan upah. Economist menuliskan bahwa satu-satunya faktor yang menarik dari Indonesia adalah populasi penduduk berusia muda.
“Gaji buruh manufaktur di China telah naik ketimbang di India, Indonesia, dan Vietnam. Negara-negara itu dianggap sebagai lokasi terbaik (untuk investasi di sektor manufaktur) di tengah naiknya gaji buruh di China," tulis Economist Intelligence Unit.
Namun demikian, riset tersebut jua menyebutkan bahwa tingkat gaji di Indonesia akan tetap lebar dalam beberapa tahun ke depan seiring dengan meningkatnya suplai pekerja. "Sebenarnya, hal ini akan menjadi kabar baik bagi Indonesia apabila para buruhnya tetap happy (dengan kondisi gajinya)," tulis Economist Intelligence Unit sebagaimana dikutip Bloomberg.
No comments:
Post a Comment