Kopi luwak dikenal sebagai kopi istimewa dengan harga mahal. Penggemarnya harus merogoh kocek ratusan ribu demi meneguk secangkir kopi luwak. Keunikan, detail dan lamanya waktu untuk menyulap biji-biji kopi yang telah dipetik hingga menjadi bubuk kopi membuat penggemarnya memaklumi.
Sebuah Pusat Penelitian dan Edukasi bernama Rumah Kopi Luwak Cikole yang terletak di Desa Babakan, Cikole, Lembang, Bandung menangkar luwak hingga mampu mengubah biji kopi seharga Rp 8.000/kg menjadi Rp 3 juta/kg. Sebanyak 110 ekor luwak ditangkar dan dibiakkan sesuai prinsip kesejahteraan hewan oleh seorang dokter hewan bernama Sugeng Pujiono.
"Kopi luwak bisa tercipta berkat kemampuan luwak memilih biji kopi masak segar dengan daya penciuman tinggi," terang Sugeng. Ia menjelaskan, kopi luwak pada mulanya diperoleh dari luwak liar yang hidup secara alamiah. Akan tetapi, sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar, maka kopi yang diproduksi dengan luwak saat ini lebih banyak diperoleh dari luwak yang dipelihara.
Kopi luwak adalah kopi yang berasal dari buah kopi yang dimakan oleh luwak kemudian keluar bersama kotorannya berupa biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk. Biji ini masih bisa tumbuh jika ditanam kembali.
Sugeng menceritakan, secara detail proses biji kopi setelah dipetik hingga menjadi serbuk kopi siap minum. "Butuh waktu paling tidak 3 minggu untuk mengubah kopi biasa menjadi kopi luwak siap seduh. Proses terdiri dari pemetikan biji kopi, pemberian ke luwak, pengumpulan biji kopi dari feses luwak, pencucian, pengeringan, pengupasan biji, hingga digiling menjadi serbuk," jelas Sugeng.
Tahap pertama yaitu pemberian pakan. Sugeng menegaskan bahwa kopi bukanlah makanan utama luwak. "Kopi bukan makanan utama ternak, luwak di sini hanya diberi makan bini kopi sebanyak 600 gram dua kali seminggu. Kalau makan kopi terus, namanya eksploitasi," katanya Ia memberi makan luwak peliharaannya dengan pisang, pepaya, belut, daging ayam, telur dan susu.
Biji kopi yang diberinya untuk dimakan luwak hanya biji pilihan berwarna merah yang masih ranum, segar, dan masak. "Luwak itu pilih-pilih kalau makan kopi, cuma mau makan yang segar, ranum dan masak. Harus dipilih yang matang dan baru dipetik hari itu juga," jelas Sugeng. Hewan nokturnal ini akan memakan biji kopi pada sore dan malam hari.
Proses selanjutnya yaitu proses enzimatis di dalam perut luwak. Hewan sebesar kucing dengan panjang rata-rata 55 cm berwarna belang kecoklatan ini punya sistem pencernaan khas yang tidak dimiliki hewan lain. "Proses yang terjadi di dalam sistem pencernaan luwak sebetulnya bukan fermentasi, tapi enzimatis. Proses enzimatis menghasilkan protease. Ini yang memunculkan perubahan rasa dan keharuman serta menurunkan kadar kafein, protein, dan karbohidrat," paparnya.
Musang luwak (pandan), musang akar, dan musang bulan termasuk dianggap masih cukup banyak jumlahnya di alam dan belum terancam kepunahan sehingga masih boleh diperdagangkan dengan kuota dan izin. "Luwak yang banyak ditangkar untuk produksi kopi luwak di Indonesia yaitu luwak pandan dan luwak bulan. Saya pakai luwak pandan yang berukuran lebih kecil dan tubuhnya harum, sedangkan luwak bulan ukuran tubuhnya lebih besar dan tubuhnya bau," jelas Sugeng.
Ia melanjutkan, setelah diproses di dalam pencernaan luwak, biji kopi yang masih berkulit tanduk akan keluar bersama feses luwak. "Begitu keluar, langsung dibersihkan, nggak boleh nunggu lama-lama langsung dicuci dengan air mengalir. Bisa terkontaminasi bakteri atau terjadi proses fermentasi," tambahnya.
Proses berikutnya yaitu pengeringan. Proses pengeringan memakan waktu hingga 13 hari melalui pengeringan matahari (sun drying) dan diangin-anginkan di dalam ruangan (wind drying). "Pengeringan sun drying menurunkan kadar air sampai 15% lalu diteruskan wind drying hingga kadar air 12%," jelasnya.
Baru kemudian biji kopi dikupas untuk memisahkan biji dengan kulit tanduk. "Kita tumbuk lalu gosok untuk kupas kulit tanduknya. Maka menghasilkan green bean atau kopi beras," terangnya. Proses terakhir yaitu penyangraian atau pemasakan. "Tahapan ini, biji kopi digoreng sampai warna kecoklatan seperti gosong selama 20-25 menit. Lalu tahap terakhir yaitu penggilingan atau grinder dari biji menjadi bubuk kopi siap seduh," tambahnya.
Proses panjang dan unik tersebut diakui Sugeng menjadi alasan kopi yang dibelinya dari petani, setelah menjadi kopi luwak istimewa, laku dijual Rp 3 juta per kilo. "Kualitas harus dibayar dengan kesempurnaan proses," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment