Saturday, June 7, 2014

Bisnis Import Baju Bekas Di Indonesia Masih Menjanjikan Keuntungan

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Agung Kuswandono mengatakan, banyak kapal non-nelayan yang berseliweran di perbatasan Malaysia dan Singapura. Ternyata mereka mengangkut baju-baju bekas, laptop, hingga alumunium nitrat, bahan baku pembuatan bom ikan. "Baju-baju bekas malah diekspor ke sini. Di sini baju bekas menjadi komoditas. Di pesisir Sumatera itu gudang bea cukai isinya baju bekas semua," ungkap Agung kepada wartawan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (6/6/2014).

Agung menuturkan, sebetulnya baju bekas tersebut termasuk barang yang dilarang dan terbatas (latas). Sehingga, penanganannya tidak bisa dilelang, dan harus dimusnahkan. Kenyataannya, praktik importasi baju bekas terus belanjut karena didukung oleh Pemerintah Daerah.

"Jadi mereka (importir) menganggap ini pekerjaan. Dia menganggap legal, karena didukung pemerintah (daerah)," ujar Agung. Meski tidak menyebut angka pasti impor baju bekas, Agung memperkirakan jumlanya sangat besar. Pasalnya, ribuan pelabuhan kecil belum maksimal diawasi pemerintah. Ditjen Bea Cukai pun terus melakukan koordinasi dengan pihak TNI dan Polri.

Aktivitas jual beli baju bekas di Pasar Senen, Jakarta Pusat, yang telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun tetap menarik minat pembeli. Baju-baju bermerek internasional, seperti Barney’s New York, Harley Davidson, atau Clef del Sol, diecer di 650 lapak. Harga sehelainya mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 5 juta.

Para pedagang, di Jakarta, Senin (12/5/2014), mengatakan, para pembeli pakaian bekas rata-rata adalah mahasiswa atau pegawai kantor. Baju yang mereka cari adalah kemeja, jas, dan celana panjang. ”Daripada menjahit jas baru seharga jutaan rupiah, lebih murah membeli jas bekas bermerek terkenal hanya seharga Rp 200.000 hingga Rp 350.000,” ujar Agus, pedagang baju bekas yang telah berjualan di Senen sejak tahun 1991.

”Kami tidak tahu pasti negara asal baju-baju ini, mungkin dari Tiongkok atau Korea. Yang jelas, ini barang kapal,” kata Agus. Menurutnya, puncak kejayaan perdagangan baju bekas di Senen adalah pada 1994-1995. Pada masa itu, modal pedagang bisa kembali dalam waktu sehari. Sekarang, butuh tiga sampai empat hari agar balik modal dan mendapat laba.

Eli, pedagang baju bekas, mengatakan, omzet yang diterima setiap hari berbeda-beda, Rp 700.000 hingga Rp 2 juta. Sementara rata-rata modal yang dikeluarkan pedagang adalah Rp 3 juta per hari.

Proses baju-baju bekas dari luar negeri tiba di Indonesia berawal dari pelabuhan. Di sana, para agen distribusi telah menandai karung-karung sesuai isi, seperti celana panjang, kemeja, dan pakaian dalam. Karung-karung tersebut lalu dibawa ke Pasar Senen untuk ditawarkan kepada pengepul. Para pengepul tidak melihat baju-baju di dalam bungkusan, mereka membeli apabila merasa cocok dengan harga yang ditawarkan.

Surya (42), pedagang lainnya, menuturkan, tidak ada penurunan berarti terhadap penjualan di luar dibandingkan dengan ketika masih di dalam gedung ketika pasar itu belum terbakar. ”Para pelanggan sudah tahu, jadi tetap akan mencari saya di sini,” ujar Surya yang berdagang celana jins. Surya memasang harga awal Rp 175.000 untuk sebagian besar celana jins yang ia jual dan pembeli masih bisa menawar. Untuk jins kualitas lebih tinggi, ia menawarkan dengan harga Rp 225.000.

”Pernah ada pelanggan membeli jins berharga Rp 800.000-an di mal. Saat di sini, dia menyesal karena bisa dapat tiga potong dengan merek dan kualitas sama,” katanya.

No comments:

Post a Comment