Sebanyak 4 ribu perusahaan penanaman modal asing (PMA) tidak pernah membayar pajak selama beroperasi di Indonesia. "Ada yang tidak bayar selama 25 tahun, ada yang 10 tahun," kata Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro di kediamannya, Jalan Widya Chandra Jakarta Selatan, Rabu 14 Januari 2015.
Bambang menjelaskan, modus perushaan-perusahaan itu bermacam-macam, antara lain transfer pricing dan pinjaman dari pemilik modal atau pemilik perusahaan. Pemilik modal yang tidak berada di Indonesia misalnya, kata Bambang, seharusnya secara teratur menyetor modal untuk perusahaannya di Tanah Air. Dalam prakteknya, mereka tidak menyuntikkan modal, tapi memberikan pinjaman yang sebetulnya adalah dividen.
"Pinjaman inilah yang dihitung sebagai utang, ada interest,sehingga mengurangi laba. Tidak ada profit terus, lama-lama perusahaan menyatakan rugi. Padahal sebenarnya tidak," ujarnya.
Analis Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA, Yustinus Prastowo, mencatat hingga tahun lalu, jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak mencapai 24,3 juta. Wajib pajak yang wajib melaporkan Surat Pemberitahuan mencapai 17,7 juta. Namun dari jumlah itu efisiensi pajak hanya mencapai 53,8 persen dari total yang dapat diambil diperoleh negara. "Kepatuhan kita itu sangat rendah sekali."
Akibat kondisi itu, tidak mengherankan meskipun pertumbuhan ekonomi tinggi, namun potensi terambilnya pajak justru tidak berubah. "Indonesia belum pernah menghitung potensi tax gapnya."
Ada beberapa hal yang menyebabkan tax gap terus berlangsung, yakni unregistered atau tidak terdaftar, non filter atau tidak melapor, underreporting atau membayar dibawah yang seharusnya dan underpayment, melapor namun tidak membayar. "Itu banyak jumlahnya."
No comments:
Post a Comment