Pemerintah menargetkan swasembada garam RI tercapai pada 2017. Meski begitu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti tetap ingin swasembada garam tercapai tahun 2015 ini. Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Riyanto Basuki mengakui banyak kendala untuk meningkatkan baik produksi maupun kualitas. Meski begitu, dia juga bilang apapun yang sudah dikatakan Menteri Susi, jajaran KKP akan berusaha untuk memenuhinya.
“Pertama, kendalanya dalam meningkatkan kualitas, kalau kita lihat secara struktur lahan garam di Indonesia itu terfragmentasi,” kata Riyanto, dalam paparannya, Rabu (7/1/2015). Jika diambil rata-rata, kepemilikan lahan garam rakyat saat ini seluas 0,27 hektar per orang. Riyanto menuturkan, luas lahan garam per orang itu belum masuk dalam kategori efisien dalam proses kegiatan garam secara mandiri.
Riyanto mengatakan, diperlukan penyatuan lahan atau korporatisasi minimal lima hektar untuk menuku proses kegiatan usaha garam yang efisien. Hanya saja, cara ini juga biasanya terkendala kepemilikan. “Proses korporatisasi atau apa istilahnya, silakan terjemahkan, tapi ini cukup penting dalam rangka efisiensi dalam menghasilkan garam,” ujar Riyanto.
Kendala kedua, lanjut dia menyangkut produktivitas. Saat ini produktivitas garam rakyat sekitar 80-90 ton per hektar per musim. Lahan garam rakyat yang terbatas menjadi tantangan peningkatan produktivitas. Ketiga, Riyanto menambahkan, proses geomembranisasi belum massif.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan capaian produksi garam sepanjang 2014 lalu mencapai 2.502.891,09 ton. Realisasi ini melampaui target sebesar 2,5 juta ton. Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Riyanto Basuki, mengatakan, data yang masuk pada awal Desember 2014 masih menunjukkan produksi garam baru mencapai 2,02 juta ton. Namun, data terakhir yang masuk ke KKP pada hari ini, pukul 09.00 wib, berhasil menambah capaian menjadi 2.502.891,09 ton.
Penambahan produksi garam yang masuk utamanya dari tiga wilayah produksi garam, yakni Cirebon, Karawang, dan Inderamayu. “Capaian KP1 (kualitas garam) tahun 2014 masih 35 persen. Kita berharap, pada 2015 kita sudah bisa mencapai target kualitas garam antara 50-60 persen,” ucap Riyanto, di Jakarta, Rabu (7/1/2015).
Meski sedikit di atas target, namun produksi garam tahun lalu menemui kendala. Pertama, rentang masa produksi 2-3 bulan, lebih pendek daru tahun 2012 yang mencapai 3-6 bulan. Atas dasar ini, KKP menilai apabila musim produksi tahun lalu sama dengan tahun 2012, dimungkinkan produksi garam menembus 3 juta ton.
Kedua, Riyanto melanjutkan, harga garam KP1 dan KP2 tidak berbeda signifikan, sehingga petambak tidak terpacu memproduksi garam KP1. “Terkait harga memang itu sebenarnya masalah ekonomi, ketika suplai banyak, harga akan turun,” kata dia.
Riyanto mengatakan, tidak ada perlindungan harga terhadap komoditas garam. Dia bilang, sebenarnya ada Permendag yang mengatur HPP garam, namun beleid tersebut hanya bersifatvoluntary.
Tidak ada sanksi ketika komoditas garam di pasar dihargai di bawah patokan HPP. Soal harga ini, Riyanto berharap kementerian lain juga memiliki komitmen sama untuk mencapai target swasembada. “Maka komponen harga adalah yang paling penting. Gairah petani garam bergantung dari pada harga di pasaran.
Meski produksi garam konsumsi sudah lewat dari target, namun sepanjang tahun 2014 lalu Indonesia masih melakukan importasi untuk garam industri sebesar lebih dari 2 juta ton.
“Tahun kemarin kita impor garam 2 juta ton lebih sedikit. Dan terbesar importasi garam itu 1,5 juta ton untuk garam CAP (Chlor Alkali Plant), yaitu garam untuk industri kertas, kaca, dan kimia lainnya,” ucap Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sudirman Saad dalam paparannya, Rabu (7/1/2015).
Artinya, lanjut dia, sebesar 75 persen garam yang diimpor sepanjang tahun lalu diperuntukkan industi CAP. Selebihnya, sebanyak 450.000 ton garam diperuntukkan industri aneka pangan. “(Industri) Ini juga membutuhkan garam yang banyak diimpor,” imbuh Sudirman.
Pemerintah sejauh ini mencermati peruntukan garam impor untuk industri aneka pangan ini. Sebab, dia menduga garam untuk aneka pangan inilah yang banyak merembes ke pasar garam konsumsi. “Dan memberikan tekanan pada garam rakyat,” lanjut Sudirman.
Sementara itu, sebanyak 120.000 ton garam impor diperuntukkan industri pertambangan, dan pengeringan kulit. Dan sebanyak 50.000 ton garam impor diperuntukkan industri farmasi. “Ini yang paling tinggi spesifikasinya untuk cairan infus. Kebutuhannya sedikit, tapi kandungan NaCl (Natrium Klorida) harus 99 persen,” kata dia.
No comments:
Post a Comment