Sunday, January 11, 2015

The Fed Tahan Suku Bunga ... Rupiah Kembali Bangkit

Pelemahan indeks dolar di pasar global membuat tekanan terhadap rupiah mereda.

Di transaksi pasar uang hari ini, 8 Januari 2015, rupiah mengalami apresiasi 61 poin (0,48 persen) ke level 12.674 per dolar Amerika Serikat. Rupiah terimbas mata uang Asia lain yang mayoritas menguat terhadap dolar AS.

Analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, mengatakan notulensi pertemuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) pada 17 Desember 2014 memicu tekanan terhadap dolar AS. "Pelemahan indeks dolar kemudian membuat mata uang kawasan Asia menguat, termasuk rupiah."

Pada notulensi yang dirilis 7 Januari 2015 waktu AS, The Fed menyatakan tidak akan melakukan perubahan fundamental dalam kebijakan moneternya, termasuk suku bunga, hingga pertemuan FOMC berikutnya. Kepastian ini direspons positif oleh investor karena suku bunga rendah masih dipertahankan paling tidak sampai April 2015.

Meski demikian, Lukman memperkirakan penguatan rupiah terhadap dolar AS hanya bersifat sementara. Pasalnya, sentimen yang memberatkan rupiah lebih banyak dibanding sentimen yang mendukung rupiah. "Defisit perdagangan dan tingginya laju inflasi tahun 2014 membuat rupiah sulit menguat lebih jauh."

Sebagian besar mata uang Asia menguat terhadap dolar hari ini. Hingga 17.00 WIB, won menguat 0,27 persen, rupee menguat 0,85 persen, ringgit menguat 0,42 persen, dan dolar Singapura menguat 0,16 persen. Sementara itu, yen melemah 0,32 persen.

Pelaku pasar cenderung memburu dolar seiring ekspektasi data tenaga kerja sektor jasa di Amerika Serikat yang membaik. Pada transaksi pasar uang hingga pukul 12.00 WIB, rupiah kembali terpeleset 67 poin (0,5 persen) ke level 12.714 per dolar AS. Rupiah melemah seiring mata uang Asia lainnya yang juga terdepresiasi terhadap dolar.

Pengamat pasar uang, Albertus Christian, mengatakan aksi antisipatif pelaku pasar menjelang rilis data tenaga kerja sektor jasa membuat dolar kembali menguat. Data pertumbuhan tenaga kerja sektor jasa bulan Desember diperkirakan naik ke 227 ribu jiwa dibandingkan bulan sebelumnya yang 208 ribu jiwa.

"Improvisasi pada data ADB non-farm payroll merupakan salah satu indikator bank sentral AS (The Fed) untuk menaikkan suku bunga," ujarnya. Di tengah situasi ekonomi global yang bergejolak saat ini, dari krisis Yunani, kontraksi Cina, hingga turunnya harga minyak, pelaku pasar cenderung menghindari risiko. "Investor mengoleksi dolar karena dolar dianggap sebagai aset paling aman di dunia," Albertus melanjutkan.

Selain itu, investor akan menanti hasil notulensi pertemuan The Fed pada 16-17 Desember lalu. Dokumen itu akan memperjelas perspektif kapan bank sentral akan menaikkan suku bunga acuannya. Harapan pasar The Fed berpegang pada janjinya untuk mempertahankan suku bunga rendah paling tidak sampai kuartal kedua 2015.

No comments:

Post a Comment