Thursday, January 8, 2015

Rupiah Melemah Dan IHSG Menguat Karena Faktor Eksternal

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah belakangan ini karena faktor eksternal.  Membaiknya perekonomian Amerika dan kekhawatiran masyarakat terkait pemilihan umum di Yunani menjadi faktor yang menurut Sofyan mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

“Rupiah itu ada faktor internal dan eksternal, dan ini yang melemah adalah pihak ektsernal, membaiknya ekonomi Amerika dan ada kekhawatiran di pemilihan umum di Yunani dan itu mempengaruhi seluruh dunia,” kata Sofyan di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (8/1/2015).

Dari dua faktor tersebut, Sofyan menilai, membaiknya perekonomian Amerika Serikat menjadi faktor yang paling kuat memengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dollar pada awal perdagangan Kamis (8/1/2015) masih lesu.

Meski sempat dibuka menguat di bawah 12.700, rupiah kembali melemah tipis di atas kisaran 12.700. Di pasar spot, seperti ditunjukkan data Bloomberg, pukul 10.36 WIB, mata uang Garuda ini melemah 0,01 persen menjadi Rp 12.736 per dollar AS, dibanding penutupan kemarin pada 12.735.

Sebenarnya pagi ini, rupiah dibuka menguat ke posisi 12.699, sebelum kembali melorot di atas level 12.700. Namun, pukul 14.19 WIB, rupiah berhasil menguat ke posisi 12,723. Sementara kurs tengah Bank Indonesia (Jisdor) hari ini berada pada Rp 12.731 per dollar AS, naik tipis dibanding dengan kemarin pada 12.732.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan hari ini, Kamis (8/1/2015) berakhir menguat tipis seiring melajunya sebagian besar bursa di kawasan Asia Pasifik. Pada penutupan perdagangan sore hari ini, IHSG ditutup naik sebesar 4,7 poin atau 0,09 persen di level 5.211,82. Volume perdagangan mencapai 8,06 miliar lot saham senilai Rp 6,44 triliun. Sebanyak 148 saham diperdagangkan menguat, 138 saham melemah dan 100 saham stagnan.

Saham-saham yang memberikan turnover positif terbesar bagi pemegang saham adalah BBRI (Rp 11.975), BMRI (Rp 10.950), TLKM (Rp 2.835), LSIP (Rp 2.020) dan BSDE (Rp 1.975). Sementara, saham-saham yang memberikan turnover negatif terbesar bagi investor adalah ASII (Rp 7.075), BBCA (Rp 12.975), CPRO (Rp 116), ADRO (Rp 985), dan INVS (Rp 163).

Sektor saham bergerak beragam pada penutupan sore ini. Sektor yang menguat adalah agribisnis (1,42 persen), properti (1,06 persen), infrastruktur (0,22 persen), keuangan (0,16 persen) dan perdagangan (0,32 persen). Sementara itu, sektor yang melemah adalah pertambangan (-0,12 persen), industri dasar (-0,38 persen), aneka industri (-0,64 persen), konsumer (-0,3 persen) dan manufaktur (-0,4 persen).

Bursa saham di kawasan Asia Pasifik reli pada sore hari ini, merespon positifnya data perekonomian AS dan harapan mengenai stimulus ekonomi di zona Euro. Hal lainnya adalah, investor cukup confidence dengan keputusan Federal Reserve yang dipastikan tidak akan menaikkan suku bunga acuannya sebelum bulan April.

Bursa Tokyo ditutup menguat 1,67 persen atau 281,77 poin menjadi 17.167,10 karena yen kembali melemah terhadap dollar AS. Sementara itu bursa Sydney menguat 0,52 persen atau 27.89 poin dan ditutup di level 5.381,5 sedangkan bursa Seoul menguat 1,11 persen atau 20,82 poin di posisi 1.904,65.

Bursa Hong Kong berakhir menguat 0,65 persen atau 154,27 poin dan berakhir di level 23.835,53. Namun demikian, bursa Shanghai ditutup turun 2,39 persen akibat aksi ambil untung di posisi 3.293,46.

Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), posisi rupiah pada hari ini (7/1/2015) berada pada level Rp 12.732 per dollar Amerika Serikat (AS) setelah sebelumnya bertengger pada level Rp 12.658 per dollar AS.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, rupiah yang mengalami pelemahan pada akhir-akhir ini diakibatkan pengaruh eksternal yaitu kejadian di Eropa dan menurunnya harga minyak dunia. "Penurunannya terlalu tajam. Itu tendensinya terlalu tajam yang mungkin menciptakan ketidakpastian di ekonomi global," ujarnya, Rabu (7/1/2015).

Ia menjelaskan, rupiah dihitung sebagai salah satu mata uang negara berkembang. Segala sesuatu yang terjadi di negara berkembang lainnya ataupun negara maju seperti Amerika pasti berpengaruh. Selain itu penurunan harga minyak dunia pasti berimbas ke Indonesia. Pasalnya, sebagian besar ekspor Indonesia tergantung dari komoditas mentah.

Apabila harga minyak turun maka harga komoditas turun dan ekonomi Indonesia akan terimbas. "Meskipun kita sudah buat kebijakan tentang bahan bakar minyak, tidak bisa dibilang kebijakan itu bisa menyelesaikan semua," tandasnya

No comments:

Post a Comment