Wednesday, January 7, 2015

Industri Pariwisata Indonesia Terhambat Karena Penghapusan Penerbangan Biaya Rendah

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia,Tulus Abadi, mengatakan penghapusan tiket murah yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan berbiaya rendah atau low cost carrier (LCC) dinilai tidak tepat. Sebab, kata Tulus, regulasi tersebut akan berpotensi melemahkan pertumbuhan ekonomi di sektor pariwisata. “Ini akan menurunkan minat masyarakat untuk berpergian menggunakan pesawat,” ujar Tulus saat dihubungi , Rabu, 7 Januari 2015.

Pengetatan regulasi,kata Tulus, seharusnya dilakukan bukan pada pelayanan tarif, namun, pada teknis perizinan rute terbang. Tulus mengatakan selama ini pemerintah dinilai terlalu mudah memberikan izin rute penerbangan sehingga banyak maskapai yang lalai terhadap persoalan teknis. “Kalau sekarang tarif bawah dihapuskan artinya ada hal yang tidak dipatuhi baik dari regulator maupun operator,” ujar dia.

Lebih lanjut, Tulus menjelaskan, kesiapan tenaga pilot dari masing-masing maskapai juga diperlukan untuk membenahi aturan rute penerbangan. “Jika pilotnya kurang, jangan diekploitasi mempekerjakan pilot lebih dari delapan jam. Tidak benar kalau begitu,” kata dia.

Selain itu, kesiapan Bandara dalam melayani rute penerbangan juga harus diperketat agar kesalahan dalam penerbangan.tidak terjadi lagi. “Perizinan harus diperketat agar tidak ada penyelewengan rute,” ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan berencana mengeluarkan peraturan tentang pengaturan tarif batas bawah untuk maskapai berbiaya murah. Peraturan tersebut mengatur tarif batas bawah sebesar 40% dari patokan tarif batas atas. Menurut dia, kebijakan tersebut diharapkan bisa membuat maskapai lebih peduli terhadap aspek keselamatan penumpangnya

Keputusan pemerintah membekukan rute lalu menahan 15 penerbangan dari empat maskapai dari Bandar Udara Juanda, Jawa Timur, mendapat reaksi dari agen tur dan perjalanan. Mereka menyesalkan keputusan yang dibuat terkait dengan kisruh izin penerbangan pesawat Air Asia yang nahas pada 28 Desember 2014 lalu itu.

"Pemerintah agar mempertimbangkan pula keberlangsungan bisnis perjalanan. Penutupan rute penerbangan secara mendadak akan merugikan baik pelanggan maupun penyedia jasa," kata Sekretaris Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Jawa Timur, Nanik Sutaningtyas, Rabu 7 Januari 2015.

Nanik menjelaskan, komponen terbesar dari bisnis perjalanan ialah transportasi dan penginapan. Penyelenggara jasa paket tur sudah setahun sebelumnya menjual setiap rencana perjalanan. "Kalau gara-gara kesalahan airline ditutup tanpa solusi, ini namanya nggak bijak," katanya. Nanik juga mengungkap kerugian yang dialami calon penumpang. "Kalau memberikan sanksi pencabutan, bagaimana dengan mereka yang jauh-jauh hari sudah mempersiapkan perjalanan untuk kepentingan bisnisnya?" katanya.

Menurut Nanik, tak banyak penumpang pesawat yang tahu tentang hak-haknya. Dia menyebut contoh maskapai yang wajib memberikan makanan dan minuman ringan jika pesawat terlambat 30 hingga 90 menit. Semua hak diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 25 tahun 2008 tentang penyelenggaraan angkutan udara.

"Di sana diatur hak-hak penumpang jika terjadi keterlambatan (delay) hingga batal terbang," kata dia. "Tapi orang-orang mana tahu? Karena otoritas bandara tidak memberikan info."

Pihak Angkasa Pura I menunda 15 penerbangan dari 4 maskapai di bandar udara Juanda, Sidoarjo. Empat maskapai tersebut ialah Lion Air, Trigana Air, KalStar, dan Air Asia. Penerbangan ditunda karena menunggu persetujuan dokumen terbang. Setelah izin turun, maskapai baru bisa beroperasi kembali.

No comments:

Post a Comment