Gubernur Bank Indonesia Agus Martodojo berkukuh tak menurunkan suku bunga acuan (BI rate) dalam waktu dekat. Menurut Agus, BI rate sebesar 7,75 persen untuk meyakinkan inflasi di Indonesia termasuk ekspektasi yang terukur. "Ini untuk menjaga inflasi kembali ke target 2015, yaitu 4 plus minus 1 persen," kata Agus di dalam rapat kerja dengan DPR, di Jakarta, Rabu, 21 Januari 2015.
Agus menjelaskan BI rate juga digunakan untuk menjaga transaksi berjalan ke besaran yang lebih sehat. Tahun ini, Agus yakin inflasi akan berada pada angka 4 plus minum 1 persen. Defisit transaksi berjalan juga akan membaik pada kisaran 3,3-3,5 persen dari PDB sepanjang tahun 2015. Pada akhir 2015, ia memprediksi defisit transaksi berjalan 3 persen dari PDB.
Ia menambahkan, tak banyak perubahan angka defisit antara tahun 2014 dan 2015. Namun komponen impornya berubah, yaitu lebih konsumtif pada 2014 dan lebih produktif pada 2015. "Tahun 2014 kita masih banyak impor untuk subsidi," kata dia.
Agus memprediksi perekonomian ke depan, belum membaik. Kondisi global masih dipengaruhi twin shock, yaitu penurunan harga minyak dunia hingga 55 persen dan normalisasi The Fed. Harga komoditas juga masih akan turun. Ia menyebut akan ada 8 komoditas yang turun tajam.
Dari sisi domestik, Indonesia masih mengahadapi defisit kembar yang harus selalu diwaspadai. Agus mengatakan, jangan sampai stabilitas keuangan terbelenggu karena defisit transaksi berjalan, tingginya inflasi, dan suku bunga acuan yang tak mencerminkan fundamental ekonomi yang kuat. "Kita harus jaga stabiiitas ekonomi," kata dia.
Antisipasi pelaku pasar terhadap program stimulus global membuat dolar Amerika Serikat melemah terhadap hampir semua mata uang. Dalam transaksi pasar uang, Rabu 21 Januari 2015, rupiah ditutup menguat 95 poin (0,76 persen) ke level 12.481 per dolar Amerika Serikat.
Pengamat pasar valuta asing, Lindawati Susanto, mengatakan rupiah mendapat sentimen positif dari pelemahan dolar AS terhadap mata uang utama, seperti euro dan yen. "Kucuran stimulus dari bank sentral Jepang dan bank sentral Eropa membuat pelaku pasar melupakan dolar untuk sementara," kata dia.
Bank of Japan mengumumkan akan terus membanjiri pasar dengan stimulus sebesar 80 triliun yen per tahun. Adapun para analis memprediksi European Central Bank akan mengumumkan program quantitative easing (QE) sebesar 550 miliar euro pada hari ini waktu Eropa. Angka tersebut di atas ekspektasi program QE, yang direncanakan sebelumnya sebesar 500 miliar euro.
Banjir stimulus itu, menurut Lindawati, telah membuat yen menguat 1 persen ke level 117,9 per dolar AS. Sedangkan euro mulai bergerak naik ke level US$ 1,1586 setelah dalam perdagangan sebelumnya sempat menyentuh angka US$ 1,1410, level terendah selama 11 tahun terakhir.
Secara teoritis, dia menambahkan, banjir likuiditas yen dan euro seharusnya berdampak pelemahan kedua mata uang tersebut. Namun dana stimulus yang dikucurkan tidak membuat kurs keduanya jatuh karena langsung diserap oleh pasar obligasi dan surat-surat utang milik pemerintah, sedangkan sisanya lari ke negara berkembang. "Aset-aset investasi bernilai rupiah termasuk yang dialiri dana segar tersebut," ujar Lindawati.
Lindawati memperkirakan, dolar AS hari ini, Kamis 22 Januari 2015, akan kembali melemah seiring dengan euforia stimulus bank sentral Eropa. Penguatan rupiah berlanjut untuk sementara waktu di angka 12.450-12.600 per dolar AS. Ia menyarankan agar investor tetap mewaspadai peningkatan kebutuhan dolar korporat pada akhir bulan ini.
No comments:
Post a Comment