“Saya dulu juga waktu di Komisi II pernah lempar isu itu. Bukan yang PBB dihapus, tapi bagaimana orang pemula atau pertama punya (tanah) tidak dikenakan pajak BPHTB. Harusnya digratiskan,” kata Basuki di Balai Kota, Kamis (5/2/2015).
Baca : Ahok Miliki Harta Berupa Tanah dan Bangungan Senilai 15 Milyar
Basuki menjelaskan kalau akan lebih adil bagi seseorang yang baru membeli tanah untuk pertama kalinya agar tidak dikenakan pajak bea tersebut. Tetapi, bila dalam kenyataannya di lapangan pemilik itu akan menjadikan tanah tersebut sebagai bisnis, itu akan menjadi hal yang berbeda lagi.
Sedangkan bagi PBB, Basuki punya pemikiran kalau orang yang menempati bangunan tertentu harus membuat pernyataan agar dia tinggal di sana sampai seterusnya sehingga tidak perlu membayar PBB. Ketika bangunan tersebut diputuskan untuk dijual, maka barulah PBB selama sekian lama dia tinggal harus dibayarkan sesuai dengan harga yang ditetapkan saat itu.
Hal ini untuk membuat orang yang benar-benar ingin tinggal di sana tidak terpikir untuk menjual tempat tinggalnya dengan harga yang terlampau tinggi, terlebih dengan alasan nominal PBB yang terus naik dari tahun ke tahun.
“Kalau PBB naik terus kan bahaya dong. Kalau dia mau, bikin pernyataan ke BPN (Badan Pertanahan Nasional), langsung disuruhlock, sertifikatnya enggak bisa dijual. Kalau mau dijual, harus dihitung per hutang berapa lama. Ini kan lebih fair,” ujar Basuki. Usulan penghapusan NJOP, PBB, dan BPHTB masih digodok dan setelahnya akan segera diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Adapun alasan dihapuskannya NJOP, menurut Ferry, karena tidak ada gunanya.
Faktanya, harga pasaran properti di atas NJOP. NJOP baru dipakai untuk menyiasati pungutan pajak jual beli tanah, agar membayar setoran lebih rendah. Sebagai gantinya, Kementerian Agraria akan menetapkan harga pasaran tanah atau bangunan yang berlaku di tiap wilayah dan berlaku satu tahun.
Harga patokan ini yang akan dipakai sebagai acuan pungutan pajak daerah. Sementara rencana penghapusan PBB dan BPHTB bertujuan untuk meringankan beban masyarakat saat akan membeli rumah. Menurut Ferry, Kementerian Agraria hanya menetapkan pungutan tersebut sekali saat pengurusan sertifikat tanah atau bangunan.
No comments:
Post a Comment