Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah telah menggunakan cadangan devisa sebesar US$ 3,9 miliar sepanjang Maret 2015. Hal tersebut menjadi alasan berkurangnya cadangan devisa negara sampai akhir Maret menjadi US$ 111,6 miliar dari sebelumnya posisi akhir Februari sebesar US$ 115,5 miliar. Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs menjelaskan penurunan posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya pengeluaran untuk membayar utang luar negeri Pemerintah.
“Serta untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental,” ujar Peter dikutip dari siaran pers, Rabu (8/4). Meskipun mengalami penurunan, Peter memastikan posisi cadangan devisa per akhir Maret 2015 masih cukup untuk membiayai 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
“Kami menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” katanya. Dalam rangka stabilasi nilai tukar, Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan instrumen kebijakan moneter baru guna melakukan pendalaman pasar uang. Konsep kebijakan yang dipertimbangkan semacam penerbitan instrumen deposito atau Negotiable Certificate of Deposit (NCD) untuk memberikan kelonggaran di tengah ketatnya perebutan likuiditas.
"Dalam waktu dekat, mungkin ada suatu bentuk intervensi pasar valas dan rupiah. Untuk itu, kita berusaha terus untuk melakukan pendalaman pasar baik rupiah maupun valuta asing demi mengkaji kebijakan baru ini," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta, Selasa (17/3).
Tirta menjelaskan instrumen NCD sudah mulai digunakan oleh BI sejak tahun lalu. Intervensi baru ini nantinya akan menjadi pelengkap kebijakan yang sudah ada, seperti penambahan suplai valas dan pembelian Surat Berharga Negara di pasar sekunder.
"Tak hanya intervensi valas dan pembelian SBN, namun kita juga akan melakukan perluasan instrumen pada pendalaman pasar keuangan, seperti contohnya instumen NCD. Seperti itulah kira-kira instrumennya, namun kita masih belum tahu instrumennya seperti apa karena masih kita kaji lagi," jelas Tirta.
Untuk saat ini, lanjut Tirta, BI berupaya keras untuk mengelola depresiasi rupiah agar tak mengganggu perekonomian Indonesia. Menurutnya, pelemahan kurs tak hanya menimpa rupiah, tetapiu juga dialami oleh sebagian besar mata uang di dunia.
"Namun kita tak punya angka absolut berapa angka pasti nilai tukar rupiah terhadap dollar yang seharusnya, karena kan kurs sifatnya fluktuatif. Meskipun begitu, selama hal tersebut tak memengaruhi indikator makroekonomi seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan defisit neraca berjalan, maka rupiah masih dalam koridor fundamentalnya," tambah Tirta.
Secara umum, BI menilai indikator makroekonomi Indonesia masih dalam kondisi yang baik. Indikatornya adalah deflasi pada Februari sebesar 0,36 persen dan cadangan devisa sebesar US$ 115,5 miliar atau setara tujuh bulan impor.
Namun, BI merasa perlu melakukan pendalaman pasar keuangan mengingat depresiasi rupiah pada Februari rata-rata mencapai 1,38 persen (month-to-month) ke level Rp 12.757 per dollar AS. Selain itu, data BI juga menunjukkan adanya depresiasi (point-to-point) sebesar 1,99 persen dan ditutup di level Rp 12.925 per dollar AS
No comments:
Post a Comment