Wednesday, April 8, 2015

Harga Timah Dunia Kembali Turun Karena Ekspor Ilegal Timah Bangka Belitung

Anjloknya harga timah dunia yang menembus US$ 16.400 per ton pada 2 April 2015, atau terendah sejak 2009, ditengarai karena maraknya ekspor ilegal timah dari Provinsi Bangka Belitung. Data International Tin Research Institute (ITRI) menyebutkan timah mentah dikeruk dari perut Bangka Belitung sebanyak 471 ribu ton sepanjang 2009-2013. Volume ini terbesar kedua setelah Cina, 482 ribu ton.

Masalahnya, timah itu diduga diekspor secara ilegal. Masih berdasarkan data ITRI, kendati memproduksi timah mentah nomor dunia di dunia, namun volume timah batangan atau ingit jauh di bawah volume timah mentah. Dari 471 ribu ton timah mentah yang dikeruk di Indonesia, produksi timah batangan hanya mencapai 280 ribu ton sepanjang 2009-2013.

Bandingkan dengan produksi timah mentah Malaysia 15 ribu ton dan Thailand 1.100 ton tetapi produksi timah batangannya 185 ribu ton dan 109 ribu ton sepanjang 2009-2013. Mantan Komisaris PT Timah Tbk, Komisaris Jenderal Purnawirawan Polisi Insmerda Lebang mencurigai besarnya volume timah batangan di kedua negara tetangga itu berasal dari pasokan timah Bangka Belitung. "Masuk lewat ekspor ilegal," katanya.

Modus ekspor timah ilegal beragam. Ketua Umum Asosiasi Solder Indonesia Lay Rusli Mulyadi mengatakan sebelumnya timah batangan ilegal diekspor dengan modus memanfaatkan celah pada aturan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2014. Isinya timah non-batangan masih bisa diekspor tanpa melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Eksportir nakal itu mengirim timahnya dengan menyebut sebagai timah solder. Jenis ini termasuk timah non-batangan.

Namun seiring akan direvisinya Peraturan Menteri Perdagangan tersebut yang memerintahkan transaksi semua jenis timah harus melalui BKDI. Kabar revisi tersebut membuat para eksportir nakal mengubah modus pengiriman timah. "Modusnya mereka mengirim timah lewat izin perdagangan antarpulau, dikirim ke Cilegon (Banten) atau Cikarang (Bekasi). Realitasnya timah itu hilang di Tanjung Priok, diekspor ke luar negeri," katanya.

Pengiriman antar pulau ini sudah berlangsung lama. Sebelumnya, barang yang dikirim hanya sebesar belasan ton. Namun karena modus mengekspor dengan cara mencetak timah sebagai timah solder semakin sulit, pengusaha ini mengirim timah batangan antar pulau dalam jumlah ratusan ton. "Intensitasnya semakin sering," katanya.

Timah batangan itu diduga diekspor ke Thailand dan Malaysia. Insmerda Lebang mengatakan akibat praktek ini membuat produksi timah batangan Indonesia selalu lebih rendah ketimbang timah mentahnya. Sebaliknya dua negara tetangga, kendati produksi timah mentahnya kecil, namun bisa memproduksi timah batangan lebih besar. "Inilah yang membuat Indonesia tidak bisa menentukan harga timah dunia."

Harga timah dunia di bursa timah London (London Metal Exchange/LME) turun drastis hingga tembus US$ 16.400 per ton pada Kamis, 2 April 2015. Kini, harga timah mulai menanjak lagi menjadi US$ 16.750 per ton pada Selasa, 7 April 2015. Mantan Komisaris Utama PT Timah Komisaris Jenderal Purnawirawan Insmerda Lebang mengatakan harga itu masih tergolong rendah sebab harga timah pernah menembus US$ 30 ribu per ton pada 2012. Menurut Lebang, harga timah dipengaruhi oleh stok timah. "Stok melimpah harga akan turun," katanya.

Seorang pengusaha mengatakan penurunan harga timah dunia didorong oleh melimpahnya stok timah PT Timah Tbk. Seorang pejabat tinggi PT Timah membenarkan dugaan tersebut. Menurut pejabat tinggi PT Timah ini, PT Timah menyimpan stok timah sebesar 3.000 ton dan 1.000 ton sedang dalam perjalanan. Ribuan ton itu disimpan di gudang yang disewa di Kota Rotterdam, Belanda; Baltimore, Amerika Serikat; dan Singapura.

Jumlah stok PT Timah itu lebih dari 40 persen volume timah di gudang LME yang mencapai 9.955 ton pada pekan lalu. Dari volume itu sekitar 8.400 ton tersimpan di gudang LME di Malaysia.

Lebang mengatakan seharusnya stok timah PT Timah disimpan di dalam negeri. Tujuannya agar pembeli datang ke Indonesia dan bertransaksi di Bursa Timah Indonesia yang dikelola oleh Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Dengan melimpahnya stok timah di luar negeri, pembeli enggan bertransaksi di BKDI. "Kapan bursa timah kita besar," ujarnya.

Direktur Utama PT Timah Tbk Sukrisno enggan mengomentari pertanyaan. Adapun Sekretaris Perusahaan PT Timah Agung Nugraha membantah manuver perseroan menurunkan harga timah dunia. "Ekonomi global memburuk, harga komoditas memang menurun," katanya. Volume produksi PT Timah kurang bisa mempengaruhi harga timah dunia sebab total produksi PT Timah sekitar 30 ribu ton. Jumlah itu sekitar 10 persen dari total transaksi timah dunia.

Adapun keputusan untuk menyimpan timah di luar negeri, menurut Agung, bertujuan mendekatkan kepada konsumen. Ia tidak memungkiri PT Timah akan melepas timahnya jika harga LME mulai naik. "Kami mencari harga terbaik sesuai target perusahaan."

Setelah mengatur tata niaga batu bara, pemerintah berencana menerapkan pembatasan produksi timah menyusul anjloknya harga logam ini di pasaran. "Kita pernah mencapai harga US$ 25 ribu per ton, kenapa sekarang tidak lagi," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, R. Sukhyar, saat ditemui di kantornya

Menurut Sukhyar, pemerintah ingin meningkatkan harga timah dalam negeri agar mendapat keuntungan yang sesuai. Pasalnya, selama ini pemerintah pusat tidak terlibat mengatur perdagangan timah karena label eksportir terdaftar (ET) dikeluarkan oleh pemerintah provinsi dan gubernur. "Ini sangat janggal. Bisa-bisa sumbernya habis," ujarnya. Produksi timah indonesia, kata Sukhyar, sangat berperan dalam penentuan harga timah dunia. Alasannya, sebanyak 70-80 persen pasokan timah dunia berasal dari Indonesia. "Kalau produksi sedikit saja kita kurangi, akan menggoyangkan harga pasar," katanya.

Sukhyar mengatakan pemerintah ingin membatasi produksi timah di kisaran 35-40 ribu ton per tahun, dengan cara membatasi pemberian label ET. Saat ini, produksi timah jauh di atas 40 ribu ton. Bahkan, timah yang diekspor mencapai 90 ribu ton per tahun dengan harga US$ 21 ribu per ton. Tingginya produksi dan absennya kewajiban pengolahan timah Indonesia membuat negara lain, seperti Malaysia dan Singapura, diuntungkan. "Sudah waktunya industri kita berbasis timah, jangan batangan terus," kata Sukhyar.

No comments:

Post a Comment