Perusahaan farmasi milik negara, PT Kimia Farma Tbk bakal membagikan dividen sebesar Rp 8,44 per saham atau sebesar Rp 46,924 miliar. Jumlah dividen tersebut setara 20 persen dari total laba bersih perseroan pada tahun buku 2014 sebesar Rp 234,62 miliar.
Direktur Utama Kimia Farma Rusdi Rosman mengatakan pembayaran dividen tunai kepada pemegang saham perseroan akan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. "Pembayaran akan di realisasikan secepatnya sesuai ketentuan yang berlaku," kata Rusdi usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (8/4).
Selain dialokasikan untuk dividen, Rusdi mengungkapkan, sisa sekitar 80 persen atau sebesar Rp 188 miliar laba bersih akan dibukukan sebagai saldo laba yang ditahan Kimia Farma. "Laba ditahan tersebut, nantinya bisa dipergunakan untuk ekspansi usaha atau peningkatan produksi," ujarnya.
Sebagai informasi, sepanjang 2014 Kimia Farma berhasil mencetak laba Rp 234,62 miliar atau naik 9,36 persen dari posisi sebesar Rp 214,55 miliar di akhir 2013. Penjualan bersih Kimia Farma hingga akhir 2014 mencapai Rp 4,52 triliun atau naik 3,98 persen dari penjualan bersih pada 2013 yang mencapai Rp 4,35 triliun.
Sementara, beban pokok penjualan Kimia Farma di 2014 naik menjadi Rp 3,14 triliun dari sebelumnya Rp 3,06 triliun di 2013. Laba bruto naik jadi Rp 1,39 triliun dari sebelumnya Rp 1,29 triliun di 2013. Adanya kenaikan pendapatan juga berasal dari peningkatan pendapatan kurs mata uang asing di tahun 2014 sebesar 1,04 persen menjadi Rp 9,24 miliar. Hal ikut memberi kontribusi terhadap perolehan laba perseroan.
PT Kimia Farma Tbk (KAEF), perusahaan yang bergerak di bidang farmasi berencana memasuki bisnis hotel karena menilai prospeknya cukup menjanjikan. Perusahaan akan memanfaatkan aset berupa tanah yang dimilikinya sebagai lokasi pembangunan hotel di Bandung, dan dua lainnya di Jakarta.
M. Wahyuli Syafari, Direktur Riset dan Pengembangan Bisnis Kimia Farma mengatakan rencana perseroan untuk masuk ke bisnis hotel adalah untuk meningkatkan pendapatan dari aset tanah yang selama ini tidak produktif. "Pembangunan hotel di Bandung akan dilakukan lebih dulu, karena kami sudah membuat kontrak dengan kontraktor yang akan mengerjakannya. Tinggal menunggu Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terbit," kata Wahyuli, Kamis (16/10).
Wahyuli menjelaskan, perusahaan akan membangun hotel berbintang tiga atau bintang empat di kawasan Dago, Bandung di atas lahan seluas 3.000 meter persegi. Dia memperkirakan pembangunannya bisa dimulai akhir 2014. Sementara hotel di dua kawasan di Jakarta yaitu Senen dan Matraman akan dimulai pembangunannya pertengahan tahun depan. Kimia Farma memiliki lahan masing-masing seluas 1.200 meter persegi dan 4.000 meter persegi di dua kawasan tersebut.
"Hotel kami nantinya akan menyediakan layanan kesehatan dan apotik sesuai dengan bisnis inti Kimia Farma. Harapannya tentu kami bisa memperoleh pendapatan berulang setelah tiga hotel ini beroperasi nanti," katanya.
Wahyuli memastikan Kimia Farma tidak mau setengah-setengah memasuki bisnis hotel. Oleh karena itu, masih ada tujuh aset berupa tanah tidak produktif yang akan disulap perusahaan menjadi hotel di masa mendatang. Beberapa diantaranya terletak di Makassar, Bali, dan Medan. Sayangnya, Wahyuli enggan menyebutkan berapa nilai investasi yang harus dikeluarkan Kimia Farma untuk mengerjakan proyek hotel tersebut.
Sampai semester I 2014, laporan keuangan Kimia Farma menyebutkan perseroan hanya memiliki kas dan setara kas sebesar Rp 136,93 miliar, turun 65,25 persen dibandingkan posisi kas dan setara kas semester I 2013 sebesar Rp 394,14 miliar.
Sementara Rusdi Rosman, Direktur Utama Kimia Farma sebelumnya mengatakan perusahaan juga berencana membangun pabrik baru di Banjaran, Bandung senilai Rp 1,3 triliun. Untuk membangun pabrik tersebut, Kimia Farma harus menerbitkan surat utang jangka menengah atau Medium Term Notes (MTN) sebesar Rp 200 miliar dan menunjuk PT Mandiri Sekuritas sebagai arranger dalam penerbitan MTN tersebut. Nilai MTN tersebut setara dengan 12,31 persen dari total ekuitas Kimia Farma.
Pada 2013, Kimia Farma juga pernah mengungkapkan rencana pembangunan pabrik di Pulogadung, Jakarta Timur senilai Rp 460 miliar dimana pembiayaannya akan diperoleh dengan menerbitkan obligasi. Namun investasi pabrik tersebut akhirnya dikaji ulang karena lokasi pembangunan pabrik dinilai tidak kondusif sehingga Kimia Farma memindahkan rencana lokasinya ke Banjaran.
No comments:
Post a Comment