Monday, April 6, 2015

Jokowi Terbitkan Pilpres Untuk Legalkan Pungutan Dibidang Perkebunan Kelapa Sawit

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan akan ada peraturan pemerintah (PP) baru untuk melegalkan pungutan dana perkebunan. Presiden Joko Widodo juga akan meneken peraturan presiden untuk memperkuat landasan hukum pungutan dana perkebunan, khususnya untuk komoditas minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.

Sofyan menambahkan, PP itu masih dalam tahap finalisasi. Nantinya, PP akan diparaf oleh menteri terkait, yakni Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. "Secepatnya," kata Sofyan di kantornya, Senin, 6 April 2015.

Menurut Sofyan, mulai bulan ini pemerintah akan memungut dana patungan itu untuk mendukung industri sawit (CPO Supporting Fund -CSF) sebesar US$ 50 per ton ekspor CPO dan US$ 30 per ton produk turunannya. Dana itu akan digunakan sebagai subsidi penerapanmandatory (wajib) biodiesel 15 persen. Dana itu juga akan digunakan untuk penanaman kembali, penelitian, dan pengembangan untuk mendukung petani sawit.

Tahun lalu, ekspor CPO Indonesia mencapai 19 juta ton, sementara tahun ini diperkirakan bisa 20-21 juta ton. Itu belum termasuk komoditas turunannya yang terdiri atas lebih dari 32 jenis produk. "Kalau dikalikan, CSF nantinya bisa Rp 5,6-7 triliun," katanya.

Apakah CSF ini akan dijadikan model untuk industri perkebunan lain? Sofyan menyatakan hal itu masih memerlukan pengkajian. Sebab, selain karena kebijakan itu belum berjalan, karakter tiap-tiap industri perkebunan di Indonesia berbeda. "Kita lihat nanti. Jadi kalau ini berhasil mungkin bisa kita berlakukan untuk karet."

Pemerintah akan memberlakukan dana patungan bagi industri kelapa sawit (CPO Supporting Fund/CSF). Besarnya pungutan adalah US$ 50 per ton ekspor CPO dan US$ 30 persen ekspor produk turunannya. Dana itu akan dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) yang diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil. "Uangnya tidak akan masuk ke APBN," kata Sofyan di kantornya, Senin, 6 April 2015.

Menurut Sofyan, beberapa menteri terkait, seperti Menteri Keuangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Perdagangan, serta Menteri Pertanian juga akan terlibat dalam BLU ini. Untuk menunjang transparansi, BLU ini nantinya akan dilengkapi badan pengawas yang melibatkan unsur swasta sebagai pembayar dana patungan. "Kita pastikan dananya auditable."

Sofyan menambahkan, dana CSF bukan uang pemerintah, sehingga tidak masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dana ini dihimpun dari pelaku industri yang digunakan untuk kemajuan industri sawit. Tahap awal pemanfaatan dana ini, tutur Sofyan, adalah untuk subsidi pencampuran biofuelatau bahan bakar nabati (BBN) sebanyak 15 persen ke dalam solar yang dijual kepada masyarakat. Subsidi diperlukan karena saat ini harga solar masih lebih murah dibandingbiofuel.

Mekanisme pungutannya, CSF akan langsung diberlakukan secara penuh saat harga CPO internasional di bawah US$ 750 per metrik ton dan ekspornya tidak dikenai bea keluar. Sedangkan saat harga CPO sudah di atas US$ 750, CSF akan diambil dari bea keluar yang telah dibayarkan.

Selanjutnya, Sofyan menambahkan, dana ini juga untuk membantu peremajaan (replanting) kebun-kebun sawit, dana research and development (R&D), dan sisanya untuk pengembangan petani perkebunan sawit.

No comments:

Post a Comment