Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan mengatakan, angka kredit macet BTN saat ini sudah cukup tinggi rata-rata di level 3%. Selain itu, beban bunga di tahun 2014 juga melonjak tajam mencapai 42%. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi bank berkode BBTN itu untuk memperbaiki kinerjanya. Laba BTN sepanjang tahun 2014 tercatat merosot sebesar 10,22% menjadi hanya Rp 1,1 triliun.
"NPL 3% cukup tinggi, beban bunga juga naik 42%, gede banget. Laba juga kenapa turun, yang lain Mandiri, BNI, BRI naik?" ujar dia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI, di Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (7/4/2015).
Pertanyaan serupa dilontarkan anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra Gus Irawan. Dia mempertanyakan apa penyebab tingginya angka kredit macet dan beban bunga BTN. "NPL tinggi. Beban bunga naik 42%, biaya dana naik 10,6%, ini agak janggal," katanya. Hal serupa diungkapkan anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Demokrat Rudi H. Hartono. Menurutnya, BTN perlu waspada terhadap tingginya angka kredit macet
Inovasi pembiayaannya bagaimana? Kredit macet nya sampai Rp 1,3 triliun," ucap dia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut langsung ditanggapi Direktur Utama BTN Maryono. Maryono menjelaskan, penurunan laba disebabkan karena komposisi bisnis bank pelat merah dari pendapatan kredit banyak membiayai kredit subsidi sebesar 43% dan 57% kredit non subsidi.
"Yang 43% ini kredit yang bunganya enggak bisa dinaikkan sampai 15-20 tahun. Kalau yang non subsidi, bisa naik tapi nggak bisa sebesar yang lain. Biaya dananya naik karena kita sebagai follower, maka harus ikuti bunga di pasar, ini makanya 2014 baru bisa kecilkan bunga dana di kuartal IV dari bunga mahal kita putuskan dan kita masuk ke bunga murah," jelas dia.
Terkait kredit macet, Maryono menyebutkan, hal tersebut karena masih banyak Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang lama yang bunganya tinggi. Namun, untuk KPR baru, tingkat kredit macet cukup minim. "Memang banyak KPR-KPR lama, ada angsuran yang pertama kecil lama-lama tinggi. Tapi kalau kredit BTN 2 tahun terkahir NPL kecil 0,8%," katanya.
Maryono berjanji, secara keseluruhan pihaknya akan menekan angka kredit macet rata-rata di bawah 3% tahun ini. "Kita komitmen untuk bisa nurunkan NPL menjadi di bawah 3% persen," pungkasnya.
Sebelumnya, manajemen BTN mengatakan kebutuhan pembiayaan rumah subsidi yang membutuhkan dana jangka panjang hingga 20 tahun sebagai alasan penerbitan obligasi. BTN menilai jika hanya mengandalkan DPK yang bersifat jangka pendek, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko ketidakseimbangan neraca (miss match).
Melalui penerbitan obligasi, Maryono optimistis bisnis BTN akan tumbuh jauh lebih baik pada tahun ini ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Terlebih dengan mandatori yang sudah dikantongi BTN terkait penyaluran kredit bersubsidi dalam kerangka program 1 juta unit perumahan rakyat.
Pertumbuhan kredit BTN diproyeksikan tumbuh 19 persen, lebih tinggi dari prediksi 15 persen pertumbuhan kredit industri nasional versi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai catatan, pada akhir tahun lalu BTN berhasil membukukan penyaluran kredit dan pembiayaan mencapai Rp 116 triliun. Angka ini tumbuh 15,38 persen dibandingkan pencapaian 2013 yang sebesar Rp 100,46 triliun.
Iman Nugroho Soeko, Direktur BTN mengungkapkan, pihaknya telah merilis NCD senilai Rp 1,5 triliun. Adapun, untuk obligasi Rp 3 triliun diperkirakan bakal terbit pada Juni 2015, dengan menggunakan laporan keuangan Desember 2014. “Obligasi ini tujuannya definitif jangka panjang, agar jangan ada maturity missmatch,” katanya.
BTN masih menjadi pemimpin pasar pembiayaan perumahan di Indonesia dengan penguasaan pangsa pasar total KPR sebesar 27 persen. Sedangkan untuk segmen KPR subsidi, peran BTN sangat dominan dengan menguasai pangsa pasar lebih dari 95 persen dari total penyaluran FLPP tahun 2011, 2012 dan 2013.
Lebih lanjut, total KPR yang sudah disalurkan BTN sejak 1976 sampai dengan 2014 berjumlah sekitar Rp 130 Triliun yang telah dimanfaatkan oleh lebih dari 3,5 juta masyarakat Indonesia. Meski tahun lalu laba bersih perseroan menyusut 28 persen, manajemen PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) akan tetap membagikan dividen sebesar Rp 220 miliar, atau sekitar 20 persen dari laba bersih 2014 di angka Rp 1,1 triliun. Putusan ini diambil didasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan yang digelar Selasa (24/3).
"Deviden ini dibayarkan paling lambat 30 hari setelah RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)," kata Direktur Utama BTN Maryono dalam konferensi pers di Menara BTN, Jakarta, Selasa (24/3). Maryono pun tak menampik jika pembagian dividen BTN tahun ini lebih kecil dibanding bank pemerintah lainnya. Akan tetapi, ia bilang, manajemen optimistis bahwa kinerja perseroan akan terus meningkat dalam waktu dekat.
Hal ini ditandai dengan peningkatan total aset BTN yang pada akhir 2014 lalu menyentuh angka Rp 144,57 triliun, atau tumbuh 10,22 persen ketimbang total aset tahun sebelumnya di kisaran Rp 131,70 triliun. Sementara untuk pos total kredit dan pembiayaan, tahun lalu perseroan berhasil mencatatkan angka kredit mencapai Rp 115,9 triliun, meningkat sebesar 15,38 persen dari perolehannya di 2013 yang hanya mencapai Rp 100,46 triliun.
Sementara untuk kinerja saham, di sepanjang 2014 performa BBTN meningkat sebesar 39 persen menjadi Rp 1.205 dari harga penutupan per 31 Desember 2013 di angka Rp 870. Dengan adanya kenaikan tersebut, itu artinya kenaikan BBTN diketahui lebih tinggi dari kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang selama tahun 2014 hanya meningkat sebesar 21 persen.
No comments:
Post a Comment