Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pemahaman masyarakat Indonesia terhadap sistem keuangan moderen masih sangat rendah. Hal itu tercermin dari indeks literasi keuangan Indonesia yang sebesar 21,8 persen pada 2013, jauh di bawah negara Asean lain seperti Singapura yang mencapai 95 persen.
Lasmaida S. Gultom, Direktur Literasi dan Keuangan OJK menyatakan kondisi ini membuat OJK gencar melakukan edukasi keuangan ke masyarakat. Antara lain dengan memperbanyak Mobil Literasi Edukasi Keuangan (siMOLEK), dari 20 unit yang saat ini tersedia menjadi 41 unit.
“Salah satu untuk meningkatkan indeks literasi keuangan (Indonesia adalah) dengan menambah siMOLEK menjadi 41 unit pada semerster II 2015. Ada tambahan 21 unit (siMOLEK) dari saat ini 20 unit,” tutur Lasmaida dalam acara Ceremony Pengoperasian siMOLEK di Wisma Bumiputera, Jakarta, Senin (6/4).
Menurut Lasmaida, banyaknya jumlah penduduk serta luasnya wilayah Indonesia menjadi kendala tersendiri bagi OJK dalam menyampaikan informasi keuangan kepada masyarakat. Oleh karena itu, OJK menargetkan indeks literasi keuangan Indonesia dapat ditingkatkan setidaknya 2 persen per tahun.
SiMOLEK merupakan unit mobil literasi edukasi keuangan yang dilengkapi dengan peralatan multimedia dengan berbagai fitur lengkap untuk memenuhi kebutuhan materi edukasi.Selain menjangkau langsung wilayah tempat tinggal masyarakat, OJK juga berencana untuk menyediakan mobil edukasi tersebut di kantor regional OJK yang terdapat di kota besar.
“Saat ini OJK sudah memiliki 35 total kantor regional yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan. Nantinya semua kantor ini akan memiliki mobil siMOLEK,” ujar Lasmaida.
Selain dengan siMOLEK, lanjut Lasmaida, OJK juga telah dan akan menggandeng berbagai pihak untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, antara lain dengan membuat modul layanan keuangan dasar bagi siswa di tingkat sekolah menengah dan atas yang melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Selain itu, OJK juga memberikan pelatihan pada mahasiswa, LayananSwadaya Masyarakat (LSM) hingga penyuluh Keluarga Berencana (KB) dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) agar dapat ikut menginformasikan layanan keuangan kepada masyarakat.
Menurut Lasaida, upaya peningkatan literasi dan edukasi keuangan perlu dilakukan sebagai tindakan preventif agar masyarakat tidak mudah tertipu oleh investasi fiktif yang menjanjikan imbal hasil tinggi. “Masyarakat kita itu meskipun kadang dia ada uangnya karena dia kurang paham, dia nggak berani menaruh uangnya di industri jasa keuangan. Bahkan banyak yang datang dan percaya (tawaran) yang door to door yang kita belum tahu perusahaannya itu yang memberikan izinnya siapa,” ujar Lasmaida.
Lasmaida berharap dengan adanya edukasi yang dilakukan masyarakat Indonesia lebih bijaksana dalam menggunakan dan menyimpan dana. "Tidak menjadi masyarakat yang rakus dan hanya ingin mendapatkan keuntungan secara instan dari layanan keuangan," tuturnya.
No comments:
Post a Comment