Wednesday, April 15, 2015

Sejarah PT. Delta Djakarta Tbk Produsen Bir Milik Pemprov DKI Sejak 1970

Saham produsen bir terkena sentimen negatif hari ini. Dibawah kepemimpinan Gubernur Ahok Saham PT Delta Djakarta Tbk milik Pemprov DKI yang merupakan produsen Anker Bir jadi top loser alias saham yang terkoreksi paling dalam hari ini. Seperti dikutip dari data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (16/4/2015), saham berkode DLTA itu terpangkas 500 poin (0,18%) ke level Rp 279.500 per lembar.

Pagi tadi sahamnya masih stagnan, tapi pada istirahat siang ini terkena koreksi setelah diperdagangkan tiga kali dengan volume 12 lot senilai Rp 335,4 juta. Saham-saham lain yang juga masuk jajaran top losers antara lain PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 500 poin, PT Blue Bird Tbk (BIRD) turun Rp 350 poin, dan PT Indomobil Tbk (IMAS) turun 300 poin.

Saham produsen bir lain, yaitu PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) yang memproduksi Bir Bintang juga terkena sentimen larangan penjualan minuman beralkohol (minol) golongan A (kadar alkohol di bawah 5%) di minimarket dan pengecer yang seharusnya berlaku mulai hari ini.

Larangan ini diundur menjadi besok, sehingga ini hari terakhir para minimarket dan pengecer di seluruh Indonesia masih boleh menjual bir. Delta Djakarta adalah perusahaan pemegang lisensi bir internasional Carlsberg, San Miguel, dan Stout yang 23,3% sahamnya dipegang oleh Pemprov DKI Jakarta pimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Jika dilihat dari sisi harga, saham berkode DLTA itu termasuk yang paling mahal di lantai bursa. Baru-baru ini kepemilikan saham Pemprov DKI di Delta Djakarta yang sudah puluhan tahun lamanya itu jadi sorotan. Kemendagri melalui Dirjen Keuangan Daerah Reydonnyzar Moenek meminta Pemprov DKI tidak lagi menerima uang hasil penjualan minuman yang dianggap haram oleh umat muslim.

Tahun lalu, Delta Djakarta sudah membagi-bagi dividen Rp 192 miliar atau setara Rp 12.000 per lembar saham dari kinerja tahun buku 2013. Pemprov DKI kecipratan jatah Rp 48 miliar. Saham-saham produsen minuman beralkohol (minol) sudah mengalami tren melemah sejak awal tahun ini. Pada awal tahun ini juga pemerintah mengeluarkan larangan penjualan minol golongan A dengan kadar alkohol di bawah 5% oleh minimarket dan pengecer.

Ide larangan itu muncul pertama kali dari mulut Menteri Perdagangan Rachmat Gobel akhir Januari lalu. Pernyataan itu lalu ia tuangkan dalam Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015.

Aturan ini dengan tegas melarang penjualan bir di tingkat minimarket dan pengecer. Gobel bahkan mengancam akan mencabut izin usaha, bagi mereka yang berani melanggar aturan ini. Sejak akhir Januari, saham-saham produsen bir memasuki tren melemah. 

Saat ini ada dua produsen minol yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) dan PT Delta Djakarta Tbk (DLTA). Saham produsen Bir Bintang itu berada di kisaran Rp 11.800 per lembar. Sampai pada perdagangan kemarin sahamnya sudah terjun bebas sampai Rp 9.600. Ada koreksi sebesar 18,6%.

Hal yang sama terjadi kepada saham DLTA. Pada awal Februari saham produsen Anker Bir itu masih berada di kisaran Rp 340.000 per lembar.Hingga penutupan perdagangan kemarin, saham produsen bir yang sebagian sahamnya dimiliki Pemprov DKI Jakarta itu berada di level Rp 280.000. Itu berarti sahamnya sudah anjlok hingga 17,6%.

Pada perdagangan hari ini, kedua saham itu bergerak negatif di tengah penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).Kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta di perusahaan minuman keras (miras), PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) tiba-tiba jadi sorotan. Saham yang sudah dimiliki selama puluhan tahun oleh pemerintah ibu kota Indonesia ini diminta dilepas.

Permintaan untuk tak lagi menerima uang dari produsen Anker Bir itu datang dari Kemendagri melalui Dirjen Keuangan Daerah Reydonnyzar Moenek. Reydonnyzar mempertanyakan sikap Pemprov DKI Jakarta yang masih punya pemasukan dari penjualan miras. Saat ini Pemprov DKI Jakarta memang punya 23% saham di perusahaan pemegang lisensi bir internasional Carlsberg, San Miguel, dan Stout itu.

Seperti dikutip dari data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (10/4/2015), saham berkode DLTAitu termasuk yang paling mahal jika dilihat dari sisi harga, bukan valuasi. Harganya pada perdagangan hari ini sebesar Rp 280.000 per lembar. Jika pembelian dilakukan dalam jumlah satu lot (100 lembar) maka harganya menjadi Rp 28 juta. Karena harganya yang mahal, saham DLTA jadi tidak likuid alias jarang diperdagangkan. Hari ini saja tidak ada perpindahan saham sama sekali alias tidak ada transaksi di saham DLTA.

Dulu predikat saham termahal dipegang oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) dengan harga lebih dari Rp 1 juta selembar.  Namun karena harga sahamnya terlalu tinggi, produsen Bir Bintang itu melakukan pecah saham (stock split) dengan perbandingan 100:1 sehingga harganya kini hanya di kisaran Rp 10.000.

Berkat kepemilikan sahamnya di Delta Djakarta, Pemprov DKI dapat setoran dividen hingga puluhan miliar rupiah tiap tahun. ementerian Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Keuangan Daerah Reydonnyzar Moenek mempertanyakan sikap Pemprov DKI Jakarta yang masih punya pemasukan dari penjualan minuman keras (miras). Saat ini Pemprov DKI Jakarta memang punya 23% saham di PT Delta Djakarta Tbk (DLTA), produsen yang memegang lisensi Anker Bir, Carlsberg, San Miguel, dan Stout.

Masalah ini baru muncul setelah dikemukakan Reydonnyzar kala rapat evaluasi dan klarifikasi RAPBD 2015 di kantor Kemendagri, pekan lalu. Padahal pemerintahan yang dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ini sudah punya saham di Delta Djakarta sejak 1970. "Kenapa sama gubernur dulu enggak pernah ribut? Dari tahun 1970 loh sahamnya, kok tiba-tiba sekarang ribut sama saya," kata Ahok ketika ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.

Seperti dikutip dari situs resmi Delta DJakarta, Jumat (10/4/2015), pabrik Anker Bir ini sudah ada dari zaman penjajahan Belanda. Didirikan pada 1932 dengan nama Archipel Brouwerij. Dalam perkembangannya, kepemilikan dari pabrik ini telah mengalami beberapa kali perubahan sehingga berbentuk PT Delta Djakarta pada 1970. Pemprov DKI dapat kepemilikan saham.

Delta Djakarta didirikan dalam rangka Undang-Undang Penanaman Modal Asing No. 1/1967 yang telah diubah dengan UU No. 11/1970 berdasarkan akta No.35 tertanggal 15 Juni 1970 dari Abdul Latief, SH, notaris publik di Jakarta. Akta pendirian ini disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusannya No.J.A.5/75/9 tertanggal 26 April 1971.

Perusahaan dan pabrik Delta Djakarta berlokasi di Jalan Inspeksi Tarum Barat, Bekasi Timur, Jawa Barat. Aneka produk bir pilsener dan bir hitam dihasilkan di sini, antara lain dengan merek Anker, Carlsberg, San Miguel, San Mig Light, dan Kuda Putih.

Selain minuman beralkohol, perseroan juga memproduksi dan menjual produk minuman non-alkohol dengan merek Sodaku. Penjualannya juga sudah merambah ke luar negeri.Pemprov DKI Jakarta punya saham di PT Delta Djakarta Tbk (DLTA). Kepemilikan saham ini 'disentil' oleh Kemendagri melalui Dirjen Keuangan Daerah Reydonnyzar Moenek.

Meski Pemprov DKI sudah saham dari puluhan tahun lalu, tapi masalah ini baru muncul setelah dikemukanan Reydonnyzar saat rapat evaluasi dan klarifikasi RAPBD 2015 di Kemendagri pekan lalu. Seperti dikutip dari data Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (10/4/2015), saat ini Pemprov DKI punya 23,34% saham di pemegang lisensi bir internasional Anker Bir, Carlsberg, San Miguel, dan Stout.

Saham yang beredar di publik sebanyak 18,33%, sedangkan mayoritas sahamnya dikuasai oleh San Miguel Malaysia Pte sebesar 58,33%. San Miguel Malaysia adalah anak usaha dari San Miguel Corporation asal Filipina, perusahaan makanan dan minuman dengan omzet terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan yang didirikan pada 1889 ini punya banyak pabrik di Asia Tenggara, mulai dari Hong Kong, Vietnam, sampai Jakarta. Kini San Miguel juga sudah mulai masuk ke bisnis properti melalui San Miguel Properties.

Delta Djakarta melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 27 Februari 1983. Pada perdagangan hari ini, harga saham DLTA stagnan di Rp 280.000 per lembar, belum ditransaksikan sama sekali.

No comments:

Post a Comment