Dalam artikel ini, saya ingin sharing mengenai sebuah pertanyaan yang juga lagi-lagi sering ditanyakan kepada saya: Bagaimana caranya memilih saham yang menguntungkan? Di Bursa Efek Indonesia saat ini setidaknya terdapat 515 saham yang siap ditransaksikan. Dan pertanyaannya adalah, apakah bila dibeli, semuanya akan mengungtungkan kita? Nanti dulu. Sebelum kita jauh-jauh membahas untung, sebenarnya bagaimana Anda bisa untung dalam membeli saham
Saham adalah sebuah bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan, sehingga dengan membeli saham sebuah hotel, misalnya hanya 1 lembar—meskipun Anda tidak bisa membeli saham hanya 1 lembar di Indonesia, karena satuan terkecil pembelian saham adalah 1 lot yaitu sebanyak 100 lembar—maka Anda secara otomatis menjadi pemilik sebagian dari hotel tersebut. Lumayan keren bukan?
Karena dengan Anda membeli saham perusahaan perbankan, asuransi, hotel, media, televisi, dan lainnya, maka seketika itu juga Anda adalah pemiliknya. Meskipun mungkin ketika Anda hanya membeli 1 lot, itu berarti Anda hanya memiliki 0,00001 persen perusahaan tersebut, tapi lumayan, karena Anda tetap bisa berbangga diri sebagai pemiliknya, di depan orang lain yang tidak mengetahui seberapa besar kepemilikan Anda.
Wah, saya jadi melenceng terlalu jauh. Kembali kepada keuntungan. Bila Anda membeli saham, maka sebenarnya keuntungan terjadi ketika perusahaan itu mencetak keuntungan, benar? Maka sudah tentu Anda perlu mengetahui bahwa perusahaan yang Anda beli ini bagus luar dan dalam, sehingga saham Anda memberikan keuntungan. Hal ini dikenal sebagai pembagian keuntungan atau dalam bahasa keuangannya adalah dividen.
Jadi, strategi pertama bagi Anda, yang ingin tahu rasanya jadi seorang pemilik perusahaan yang menguntungkan adalah, melihat kinerja perusahaan tersebut melalui laporan-laporan keuangan yang ada, dalam bahasa keuangannya dikenal dengan analisis fundamental perusahaan.
Rata-rata di Indonesia, keuntungan atas kepemilikan sebuah saham berkisar antara 2–4 persen. Tentunya, nilai rilnya bisa di atas dan di bawah angka tersebut. Artinya bila Anda membeli sebuah saham perusahaan otomotif, maka setiap kali ada pembagian keuntungan, Anda bisa mendapatkan dividen sebesar 2 persen hingga 4 persen.
Nilai tersebut akan diberikan sesuai dengan kinerja perusahaan, dan tentunya penentuan nilai yang dibagikan berdasarkan persetujuan semua pemilik perusahaan (pemegang saham) dalam sebuah rapat yang dikenal dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Saya pribadi, bila menganalisis perusahaan dengan fokus mengejar dividen, maka saya akan melihat perusahaan mana saja yang selama 10 tahun terakhir rajin membagikan keuntungan.
Karena apa, dalam rapat bisa saja diputuskan keuntungan tidak dibagikan kepada pemegang saham di tahun tersebut, sehingga dengan melihat bahwa dalam 10 tahun terakhir perusahaan tersebut rajin membagikan dividen, maka saya cukup yakin bahwa perusahaan itu menguntungkan. Hal ini saya perjelas dan detailkan dalam buku ke-7 saya yang berjudul Passive Income Strategy.
Saham perusahaan yang menguntungkan biasanya memiliki dua karakteristik: perusahaan tersebut membagi keuntungannya lebih dari sekali setahun, dan produk perusahaan tersebut memiliki pesaing di pasaran. Apakah masuk akal?
Dan bila kita semua sebagai pemegang sahamnya diuntungkan, apakah Anda mau menjual sahamnya? Jawabannya, bisa iya dan tidak. Namun, apakah Anda mau menjual murah saham dari sebuah perusahaan yang menguntungkan? Tentu saya kira jawabannya adalah tidak. Tapi bagaimana bila saya menawar saham yang Anda miliki, sampai 2 kali lipat dari harga Anda beli? Ya, bisa jadi Anda berminat, karena Anda langsung untung 100% ketika saya membelinya.
Bagaimana bila dalam suatu waktu yang sama, semua orang berpikir untuk membeli dan menjual saham dengan angka yang sama? Ya, itulah yang dikenal dengan kenaikan harga saham. Karena salah satu alasan inilah, harga saham bisa bergerak naik dan tentunya juga turun.
Ada sekelompok pelaku di pasar saham yang mengambil keuntungan bukan dari dividen yang dibagikan, namun dengan mengambil kesempatan dari pergerakan harga yang naik dan turun. Dalam keadaan sehari-hari, Anda akan menemukan istilah pedagang saham atau trader.
Pada umumnya, pergerakan harian dari saham-saham yang ada bukan dikarenakan laporan keuangan yang membaik maupun memburuk, karena kinerja laporan keuangan hanya ada secara kwartal dan tahunan. Pergerakan secara harian lebih karena berita makro ekonomi, seperti kenaikan harga barang-barang akibat inflasi, bunga bank, nilai ekspor dan impor yang naik turun, serta kurs harga tukar.
Pergerakan harga juga bisa diakibatkan oleh sentimen dari pasar terhadap sesuatu, misalnya akibat sebuah berita buruk terhadap perusahaan, bahwa direksi dari perusahaan terjerat masalah pajak maupun hukum. Hal ini tentunya akan menyebabkan perusahaan itu kehilangan kepercayaan, hingga sahamnya pun ikut terpukul.
Bila dalam keseharian itu kita ingin mengambil peluang, maka kita membutuhkan analisis harga dan jumlah transaksi perdagangan (volume), yang lebih dikenal dengan analisis teknikal.
Analisis teknikal ini ada beragam caranya, dan dapat digunakan untuk mendapati titik di mana Anda bisa membeli sebuah saham dengan harga tergolong murah, yang bisa dijual dalam beberapa waktu ke depan untuk mendapatkan keuntungan.
Saya sendiri menggunakan analisis pergerakan harga klasik seperti yang dilakukan pada zaman kaisar Jepang dalam menentukan harga beras. Hal itu saya tuliskan dalam buku pertama saya berjudul Investasi Saham ala Swing Trader Dunia.
Namun ada sebuah hal yang harus dipastikan dalam Anda berdagang (trading). Pastikan bahwa saat Anda membeli, selalu ada yang siap untuk menerima hasil jualan Anda. Karena tidak sedikit saham yang bisa Anda beli, tapi ketika Anda jual lagi, Anda akan kesulitan akibat pembelinya sedikit atau bahkan TIDAK ADA PEMBELI SAMA SEKALI.
Hal itu dalam bahasa ekonomi dikenal dengan likuiditas pasar. Saya pribadi bila ditanyakan perihal saham dengan kategori likuiditas, maka saya mengacu kepada sebuah indeks yang mendaftarkan 45 saham teraktif yang diperdagangkan di bursa selama 6 bulan terakhir: Indeks LQ45.
Bila Anda menjadi lebih fokus lagi, maka seperti saya, Anda akan menggunakan saham-saham yang sudah berada di indeks LQ45 selama setidaknya 10 tahun, untuk benar-benar mendapati saham yang likuid bukan hanya dalam rentang waktu pendek, namun dalam rentang waktu panjang.
Memang sangat sulit memilih saham yang menguntungkan dalam jangka waktu panjang. Tentunya, lebih mudah menganalisis dan memprediksikan perusahaan-perusahaan yang memiliki trend keuntungan dengan jangka waktu yang relatif pendek.
No comments:
Post a Comment