PT Modern Internasional Tbk (MDRN) pemilik jaringan convenience store 7-Eleven, menambah investasi US$ 15 juta untuk meningkatkan kapasitas smelter nikel yang dioperasikan anak usahanya PT Cahaya Modern Metal Industri (CMMI) di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Dengan investasi tersebut, CMMI menargetkan produksi nikel pig iron darismelter tersebut bisa meningkat 1.100 persen dari kapasitas saat ini 12 ribu ton per tahun menjadi 144 ribu ton per tahun.
"Rencana pembangunnya akan dilakukan tahun depan dengan target selesai selama 2 tahun. Kami optimistis bisa selesai di 2016," ujar Joseph Renyut, Advisor CMMI. Untuk merealisasikan rencana itu, CMMI akan menggunakan dana dari keuangan internal perusahaan untuk menambah tungku pengolahan nikel sebanyak 20 unit. "Kami tidak pakai banyak fasilitas yang bertenaga listrik. Makanya hitung-hitungan investasi smelter CMMI terbilang murah," kata Joseph.
Dia menambahkan, hampir seluruh produksi nikel pig iron CMMI akan di ekspor ke Tiongkok. Sementara pasokan nikel ore diperoleh dari sejumlah wilayah kerja pertambangan di daerah Sulawesi dan Halmahera. "Kalau sekarang pasokannya baru 10 ribu per bulan atau 120 ribu per tahun nikel ore. Kedepannya mungkin bisa mencapai 400 ribu sampai 500 ribu ton per tahun nikel ore," katanya.
Modern Internasional meresmikan beroperasinya smelter nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara pada 23 Desember 2013. Smelter yang dibangun dengan investasi US$ 20 juta tersebut berlokasi di Desa Wonua Morone, 194 kilometer ke arah Barat dari Kota Kendari. Selain membangun pabrik pengolahan, perseroan juga sudah mempersiapkan lahan konsesi nikel di sekitar smelter seluas 2 ribu hektare.
Ketika meresmikan beroperasinya smelter tersebut, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam mengatakan larangan ekspor nikel mentah sudah harus diberlakukan sehingga industri dalam negeri bisa menikmati nilai tambah. "Larangan ekspor nikel mentah akan berdampak positif terhadap peningkatan harga nikel dari Indonesia. Sebab sekitar 30 persen kebutuhan nikel dunia dipasok oleh Indonesia. Dengan larangan itu maka Indonesia bisa ikut menentukan harga nikel di pasar dunia yang selama ini sangat didominasi oleh Tiongkok," ujar Nur Alam.
Sepanjang Januari-September 2014, Modern Internasional membukukan pendapatan Rp 1,03 triliun naik 15,73 persen dibandingkan pendapatan pada periode yang sama di 2013 sebesar Rp 896,05 miliar. Pendapatan terbesar Modern Internasional berasal dari penjualan produk di gerai 7-Eleven sebesar Rp 697,6 miliar, diikuti penjualan produk industrial Rp 195,73 miliar, penjualan produk fotografi Rp 130,97 miliar, produk telekomunikasi Rp 3,99 miliar, dan pendapatan lain-lain Rp 8,89 miliar.
Meskipun pendapatan naik, namun laba bersih Modern Internasional justru turun 6,97 persen menjadi Rp 38,68 miliar dari sebelumnya Rp 41,58 miliar. Penurunan laba bersih perusahaan karena adanya peningkatan beban penjualan dan beban keuangan dalam arus kas perusahaan.
No comments:
Post a Comment