Impor sereal tahun ini diperkirakan bakal naik. Gaya hidup masyarakat kota yang mengkonsumsi makanan sereal mendorong permintaan akan sereal kian tinggi. Indonesia bahkan menjadi salah satu importir terbesar di Asia Timur. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memprediksi impor sereal Indonesia dalam dua tahun mendatang bakal mencapai 11,5 juta ton atau naik 3 persen dibandingkan volume impor tahun 2014. Tingginya volume impor sereal terjadi karena dua faktor. Pertama, gaya hidup masyarakat atas konsumsi makanan sehat. Kedua, penurunan produksi beras di tanah air.
Tidak hanya impor sereal yang naik. FAO juga memprediksi impor gandum Indonesia mencapai 7,5 juta ton. Meskipun angkanya sama, namun permintaan akan gandum bukan tidak mungkin akan naik. Sementara impor jagung juga bakal mencapai 3 juta ton pipil kering pada tahun ini.
Saat ini eksportir sereal terbesar di dunia adalah Argentina, Australia, Kanada, Uni Eropa, Kazakhstan, Rusia, Ukraina dan Amerika Serikat. Konsumsi makanan sereal diperkirakan akan meningkat seiring dengan populasi dunia. FAO memprediksi konsumsi sereal per kapita mencapai 153 kg per tahun. Sedangkan gandum sekitar 67 kg per tahun. Tahun ini, produksi sereal dunia diperkirakan mencapai 25 juta ton. Sementara ketersedian sereal dunia mencapai 31 juta ton.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Winny Dian Wibawa mengakui bahwa saat ini petani belum banyak yang memproduksi gandum. Sehingga sereal belum bisa diproduksi dalam negeri. "Mindset masyarakat Indonesia masih terpaku pada konsumsi beras. Kami juga kesulitan untuk mendorong petani memproduksi gandum. Kalaupun diproduksi oleh petani biasanya untuk konsumsi sehari-hari," kata Winny. Besarnya impor gandum yang dilakukan Indonesia membuat Australia sebagai pemasok utama permintaan gandum nasional "ketar-ketir". Pasalnya, hal itu membuat cadangan gandum yang dimiliki negeri Kanguru ini menipis.
Industri makanan Indonesia tercatat mengimpor 70.000 ton gandum Australia ton untuk pengiriman Agustus. Pabrik-pabrik terigu Indonesia membeli gandum Australian Standard White sekitar 350 dollar AS atau Rp 3,4 juta per ton, termasuk pengiriman (cost and freight/ C&F). Sementara itu, gandum jenis Australian Premium White diimpor seharga 354 dollar AS atau sekitar Rp 3,5 juta per ton C&F.
Namun pada saat yang bersamaan, stok gandum Australia mulai menipis. Sebagaimana dikutip dari laporan Wall Street Journal, Selasa (18/6/2013), pelemahan ini turut diakibatkan penurunan produksi dibarengi penguatan ekspor dan pertambahan permintaan domestik. Harga gandum akhirnya naik sebesar lebih dari 50 dollar AS atau sekitar Rp 494 ribu per ton di beberapa kawasan Australia dalam dua bulan terakhir. Padahal, gandum yang kini ditanam baru bisa mulai dipanen pada Oktober.
Diperkirakan, sebagian besar wilayah Australia akan kekurangan gandum pada Agustus. Stok gandum negara itu hanya akan mencapai dua juta hingga tiga juta ton pada musim panen Oktober. Sejauh ini, Indonesia menjadi salah satu importir gandum terbesar Australia. Dua pertiga pasokan gandum Indonesia berasal dari Australia. Sementara itu, Amerika Serikat memasok sekitar 10% dari total kebutuhan impor gandum Indonesia.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan Jumat lalu menyatakan pemerintah akan memantau sekaligus menguji coba pengiriman gandum Amerika. Pemerintah juga bakal melarang impor, bila ditemukan rekayasa genetika.
No comments:
Post a Comment