“Pertama, kita sampaikan, kalau mau pergi tentu harus plan a head, harus rencanakan dari jauh-jauh hari sehingga kita bisa berikan harga terbaik. Karena semakin jauh hari (pemesanan tiket), harganya tentu lebih kompetitif,” kata Handayani ketika di Jakarta, Senin (11/5). Strategi berikutnya, kata Handayani, Garuda memperpanjang jangka waktu pembayaran cicilan (installment) untuk pembelian tiket, dari sebelumnya tiga bulan menjadi enam sampai 12 bulan. “Jadi berlibur terasa lebih murah dibandingkan dulu yang harus bayar cash,” ujarnya.
Terakhir, lanjutnya, perseroan memperbanyak kemitraan dengan banyak perusahaan yang bergerak di bidang akomodasi dan transportasi wisata guna memangkas anggaran perjalanan pelangganya. "Misalnya, perseroan bekerjasama dengan hotel untuk memberikan extra room night," tuturnya.
Kombinasi ketiga strategi ini, Menurut Handayani, cukup efektif menjaga animo pelanggan untuk tetap bepergian menggunakan Garuda di tengah kondisi penurunan daya beli masyarakat.
Bagi Handayani, lesunya perekonomian dapat menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi masyarakat. Ada segmen masyarakat yang memang menghentikan ataupun mengurangi kegiatan perjalannya, tapi masih ada yang optimistis dalam mencari peluang bisnis dengan terus melakukan perjalanan bisnis. “Ada orang yang daripada dia di rumah dia mending travelling untuk mencari apakah ada opportunity-opportunity bisnis lainnya. Nah kita coba garap segmen yang ini” tutur Handayani.
Handayani menambahkan inovasi yang dilakukan perseroan terbukti berhasil membuat Garuda Indonesia meraup laba bersih US$ 11,39 juta pada kuartal I 2015. Angka tersebut merupakan raihan signifikan meningkat pada periode yang sama tahun lalu perseroan merugi Rp US$ 168,04 juta.
Sebagai informasi, pendapatan usaha perseroan pada kuartal I 2015 naik dari US$ 817,41 juta di periode yang sama tahun sebelumnya menjadi US$ 927,32 juta. Capaian tersebut berasal dari naiknya pendapatan penerbangan berjadwal menjadi US$ 805,48 juta dari US$ 734,97 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya
Maskapai penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk, mulai serius menggarap lini bisnis penerbangan tidak berjadwal (unscheduled flight/charter flight). Potensi kunjungan wisatawan mancanegara yang besar, khususnya turis Tiongkok, menjadi pertimbangan perseroan memperbesar sayap usaha sewa pesawat.
“Sebelumya kita belum menganggarkan secara khusus untuk charter flight. Namun melihat market condition sekarang, contohnya market Tiongkok, ini banyak sekali animo dari secondary city maupun kota-kota surrounding dari international airport mereka yang saat ini diterbangi oleh Garuda,” tutur Direktur Niaga Garuda Indonesia Handayani di Jakarta Senin (11/5).
Handayani mengungkapkan layanan sewa pesawat merupakan bentuk dukungan Garuda kepada pemerintah yang menjadikan wisatawan Tiongkok sebagai target pengembangan industri pariwisata. Sebaagi informasi, jumlah warga Tiongkok yang berwisata ke luar negeri (outbound-tourist) pada 2014 mencapai sekitar 100 juta penduduk. Namun yang datang ke Indonesia hany sekitar 900 ribu.
Dengan adanya kebijakan bebas visa, pemerintah berharap jumlah wisatawan Tiongkok meningkat menjadi sekitar 2 juta turis pada 2015. Saat ini, Garuda Indonesia telah memiliki rute langsung ke tiga bandara internasional Tiongkok yaitu di kota Beijing, Shanghai dan Guangzhou. Handayani menambahkan dengan adanya penerbangan tidak berjadwal akan membuat jadwa penerbangan menjadi lebih fleksibel bagi penumpang di luar kota-kota tersebut.
“Kalau harus melakukan perjalanan melalui Guangzhou, Beijing dan Shanghai ya menjadi tidak fleksibel. Makanya kita membuat suatu charter flight,” katanya. Meskipun tidak menyebutkan biaya per penumpang, Handayani mengungkapkan pada kuartal I 2015 maskapai yang tergabung dalam aliansi SkyTeam ini telah memiliki 30 kontrak penerbangan tidak berjadwal dari Tiongkok. Menurutnya, wisatawan dari Tiongkok menyenangi wilayah-wilayah di Indonesia yang banyak pantainya seperti Bali.
“Mudahan-mudahan (jumlah kontraknya) bisa double di kuartal dua,”katanya.
Selain membidik turis Tiongkok, lanjut Handayani, perseroannya juga tengah mengkaji kemungkinan menggarap penerbangan tidak berjadwal bagi pelancong asal India dan Filipina sembari memastikan kesiapan infrastruktur pendukung. “Sebenarnya juga ada permintaan dari India, mereka suka sekali momen wedding di Bali karena sama secara religionnya. Nah ini juga kita siapkan apakah (infrastruktur) di Bali juga mencukupi untuk kebutuhan itu,” tuturnya.
Sebagai informasi, pendapatan penerbangan tidak berjadwal Garuda pada tiga bulan pertama tahun ini melonjak 1.275,43 persen menjadi US$ 39,20 juta dari US$ 2,85 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian tersebut berkontribusi pada peningkatan pendapatan usaha perseroan pada kuartal I 2015, yang naik dari US$ 817,41 juta di periode yang sama tahun sebelumnya menjadi US$ 927,32 juta.
Adapun laba bersih perseroan tercatat US$ 11,39 juta pada periode Januari-Maret 2015. Sebuah peningkatan yang signifikan dari rugi bersih sebelumnya yang mencapai Rp US$ 168,04 juta dalam tiga bulan pertama 2014. “Kami bisa melihat (pendapatan) unscheduled flight-nya tumbuh dengan pesat dan belajar dari (pencapaian) kuartal I tersebut tentu kita akan tingkatkan lagi, selanjutnya untuk kuartal II, kuartal III, dan kuartal IV,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment