Turunnya impor bahan baku harus menjadi peringatan bagi pemerintah. Hal tersebut mengindikasikan kegiatan ekonomi dalam 2-3 bulan ke depan akan melambat. Ekonom Univesitas Indonesia Lana Soelistianingsih menganggap kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena seharusnya impor bahan baku naik cukup signifikan menjelang persiapan bulan puasa dan Lebaran.
Lana memprediksi dengan melambatnya produksi 2-3 bulan ke depan, maka pertumbuhan ekonomi pada kuartal II hanya akan mencapai 5 persen. Pertumbuhan ekonomi 5 persen juga dia asumsikan jika konsumsi masyarakat tetap naik. Untungnya, menurut Lana, pada kuartal II ada puasa dan Lebaran. “Pertumbuhan di kuartal II diselamatkan faktor musim,” kata Lana saat dihubungi Sabtu, 16 Mei 2015.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan turunnya impor bahan baku akan mengganggu kinerja sektor riil dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini, menurut dia, akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Meski pengeluaran pemerintah cair, ia pesimistis akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Dengan turunnya produksi, Enny menambahkan, maka penyerapan tenaga kerja juga akan terganggu. “Kalau itu tergangu, artinya pendapatan masyarakat terganggu, begitu juga daya belinya,” kata dia. Jumat lalu, Badan Pusat Statistik melaporkan neraca perdagangan pada April surplus US$ 0,45 miliar. Namun surplus ini bukan karena kinerja ekspor membaik, melainkan lantaran impor yang turun.
BPS mencatat ekspor Indonesia April 2015 mencapai US$ 13,08 miliar atau mengalami penurunan sebesar 4,04 persen dibanding ekspor Maret 2015. Demikian juga bila dibandingkan April 2014, ekspor turun 8,46 persen. Nilai impor Indonesia April 2015 mencapai US$ 12,63 miliar atau naik 0,16 persen dibanding Maret 2015. Sementara jika dibanding April 2014 turun 22,31 persen.
Secara kumulatif nilai impor Januari-April 2015 mencapai US$ 49,36 miliar atau turun 17,02 persen dibanding periode yang sama pada 2014. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor migas US$ 8,44 miliar (turun 42,57 persen) dan nonmigas US$ 40,92 miliar (turun 8,64 persen).
Deputi Bidang Koordinator Fiskal dan Moneter Bobby Hamzah Rafinus membenarkan dengan lemahnya ekspor dan turunnya impor bahan baku, maka belanja pemerintah dan investasi akan berperan penting mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal II. Jika keduanya maksimal, maka Bobby meprediksi pada kuartal II ekonomi akan tumbuh 5 persen. “Bobot kontribusi keduanya mencapai 30 persen dari PDB,” kata dia.
Ia mengatakan dengan turunnya impor bahan baku mengindikasikan penurunan utilisasi kapasitas pabrik. Dengan begitu, pertumbuhan sektor manufaktur belum akan naik signifikan pada kuartal II 2015. Artinya, pertumbuhan konsumsi masyarakat tak akan banyak berbeda dari kuartal I 2015.
No comments:
Post a Comment