Lagipula, kata Sudirman, Pertamax itu urusan badan usaha. "Jadi biarkan mereka bersaing saja," ujarnya. Harga Pertamax sendiri saat ini lebih tinggi dari harga BBM sejenis yang dijual swasta. Menurut Sudirman, keberanian Pertamina menjual Pertamax lebih mahal menegaskan bahwa Pertamina punya market sendiri.
Sudirman sendiri mengakui, justru pengguna Pertamax yang merupakan konsumen minoritas, yang kerap mendramatisir kenaikan harga Pertamax sebagai kenaikan harga BBM keseluruhan. Padahal, kebanyakan pengguna Pertamax, kata dia, adalah konsumen berdaya beli tinggi dan punya lebih dari satu kendaraan roda empat.
"Walaupun ada juga sih yang cuma satu mobil. Mereka biasanya rajin ngantri beli Pertamax hanya untuk menghabiskan jatah subsidi," kata Sudirman. Pemerintah memutuskan tak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per 1 Juni besok. Berdasarkan keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Minggu (31/5), harga diputuskan tetap meski harga minyak dunia cenderung naik.
Harga jual BBM jenis Bensin Premium yang memiliki oktan 88 (RON 88) diputuskan tetap Rp 7.300 per liter untuk Wilayah Penugasan Luar Jawa-Madura-Bali. Sedangkan jenis Solar tetap Rp 6.900 per liter. Sedangkan harga BBM Premium untuk wilayah distribusi Jawa-Madura-Bali ditetapkan oleh PT Pertamina melalui koordinasi dengan pemerintah dan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Saat ini harga Premium RON 88 di wilayah Jawa-Madura-Bali adalah Rp 7.400 per liter. Sedangkan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax yang memiliki RON 92 sudah dinaikkan menjadi Rp 9.300 per liter dan Pertamax Plus menjadi Rp 10.200 per liter. Adapun harga solar nonsubsidi naik menjadi Rp 9.300 per liter. Pemerintah akan memperpanjang rentang waktu penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Kini penaikan atau penurunan harga BBM akan dilakukan setidaknya tiga bulan sekali.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan penyesuaian harga BBM itu diupayakan berpatokan pada ambang batas harga tertinggi dan terendah minyak dunia, yang nantinya diatur dalam mekanisme penyesuaian harga yang baru.
Tentang penyesuaian harga BBM nonsubsidi, kata Sudirman, akan diatur sepenuhnya oleh pihak badan usaha, baik BUMN maupun swasta. Sementara untuk BBM bersubsidi, pemerintah akan melakukan penyesuaian frekuensi batas harga hingga level yang bisa ditoleransi. Penerapan ambang batas harga BBM itu diatur sekaligus sebagai parameter acuan rencana dana stabilisasi BBM. Meski naik/turunnya harga BBM tetap berpatokan pada perubahan harga minyak dunia, nantinya pemerintah bakal mematok ambang batas penaikan dan penurunan harga BBM.
"Dalam mekanisme penyesuaian ini, kami berusaha memperlebar frekuensi rentang perubahan harga sebelum penyesuai harga diterapkan. Mekanisme ini diterapkan sekaligus untuk mengatur penyesuaian dana stabilitas BBM," ujar Sudirman di Gedung Setjen ESDM, Jakarta, Ahad (31/5).
Dalam ilustrasinya, Sudirman mengatakan pemerintah akan terlebih dahulu menetapkan harga BBM tertinggi dan terendah. Area antara tertinggi dan terendah disebut sebagai area stabilisasi. Apabila harga dasar lebih rendah dari harga terendah, maka selisihnya akan dijadikan sebagai pungutan BBM atau kontribusi yang ditabung oleh pemerintah. Demikian sebaliknya, ketika harga dasar lebih tinggi dari harga tertinggi yang sudah dipatok sebelumnya, maka pemerintah menarik PPN sebesar selisih yang terjadi.
Apabila harga lebih tinggi lagi dari harga tertinggi plus PPN, maka PPN tak dikenakan dan diberikan subsidi yang diambil dari oil fund atau dana cadangan APBN. "Frekuensi inilah yang diperluas. Jadi setiap tiga bulan akan selalu ada perubahan harga. Bisa naik, bisa turun," kata Said.
No comments:
Post a Comment