Produsen sepatu PT Sepatu Bata Tbk (Bata) membidik penjualan sepatu sebanyak 3,5 juta pasang untuk musim lebaran tahun ini atau meningkat sekitar 25 persen dari penjualan perseroan pada periode yang sama tahun lalu 2,8 juta pasang. Jumlah tersebut diharapkan dapat berkontribusi besar pada upaya pencapaian target penjualan tahun ini yang diharapkan bisa menembus 12 juta pasang.
“Agresif sekali memang (target) tapi kami yakin dapat mencapainya karena kami menyediakan produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang sangat terjangkau untuk masyarakat,” kata Direktur Utama Bata Indonesia Carlos Garces ketika ditemui di Pabrik Bata, Purwakarta, Kamis (28/5).
Optimistisme Garces pun didukung dengan musim lebaran tahun ini yang bertepatan dengan awal masuk tahun ajaran baru. Diharapkan, periode tersebut dapat mendongkrak penjualan lini sepatu sekolah yang ditargetkan menembus 1 juta pasang tahun ini. Untuk menghadapi musim tersebut, Bata siap menyediakan sebanyak 100 pilihan model alas kaki yang berasal dari merek utama yang dipegang oleh perusahaan seperti Bata, North Star, Power, BFirst, Bubblegumers, Marie Claire dan Weinbrenner.
Menurut Garces, tahun ini industri sepatu mengalami tren penurunan. Kendati demikian, penjualan sepatu Bata masih menunjukkan peningkatan. Salah satu penyebabnya adalah target pasar Bata yang sebagian besar berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Deputy II Retail Director Bata Budi Harta menyebutkan permintaan masyarakat menengah ke bawah cenderung stabil dan tahan terhadap gejolak perekonomian. Tak heran, tahun lalu Bata membuka 60 gerai baru di pinggir kota yang menyasar segmen pasar tersebut. Sehingga total gerai yang dimiliki Bata mencapai 550 gerai.
“Dengan situasi perekonomian yang ada mereka (masyarakat menengah ke bawah) lebih tahan dan stabil sehingga kurang lebih 60 gerai kita buka kemarin (di pinggir kota),” kata Budi dalam kesempatan yang sama. Sebagai informasi, sepatu Bata mencapai lebih dari 11 juta pasang atau tumbuh sekitar 2 persen dari tahun sebelumnya. Khusus untuk lini retail, penjualannya mencapai 10,5 juta.
Sekitar 11 persen dari total produksi perusahaan dialokasikan untuk pasar ekspor ke berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Kenya, Peru, Zambia, Afrika Selatan, Zimbabwe, Uganda, Yordania, Lebanon, Peru, Bolivia, Chile Kolombia, dan Meksiko. Garces berharap ke depannya produksi Bata yang dialokasikan untuk ekspor mencapai 15 hingga 20 persen.
“Sekarang persentase ekspor 11 persen dari total produksi tapi kami ingin di tahun-tahun berikutnya dapat mencapai 15 hingga 20 persen,” tutur Garces. Selain Garces melihat ada potensi permintaan dari luar negeri, kapasitas produksi pabrik Bata di Indonesia juga sangat besar. Per harinya, kapasitas produksi pabrik yang ramah lingkungan tersebut mencapai 25 ribu pasang alas kaki. Sementara itu, realisasi produksi pabrik masih ada di kisaran 15 – 20 ribu per hari.
Produsen sepatu PT Sepatu Bata Tbk (Bata) mengalokasikan sekitar US$ 5 juta atau setara dengan Rp 66 miliar untuk belanja modal (capital expenditure) tahun ini. Keinginan perusahaan untuk tetap tumbuh di tengah lesunya industri sepatu dalam negeri menjadi alasan perusahaan tetap melakukan ekspansi.
“Tahun ini belanja modal kami sekitar US$ 5 juta,” tutur Direktur Utama Bata Indonesia Carlos Garces ketika ditemui di Pabrik Bata, Purwakarta, Kamis (28/5). Garces menyebutkan dana tersebut akan digunakan untuk membuka gerai Bata baru, perbaikan dan renovasi gerai yang sudah ada, membeli mesin-mesin baru untuk memproduksi sepatu yang lebih baik kualitasnya, serta investasi untuk perbaikan sumber daya manusia.
“Kami juga melakukan investasi untuk training pegawai. Kami mengirim pegawai kami ke berbagai negara untuk meningkatkan keahlian mereka. Setiap kuartal kami mengirimkan empat orang ke luar negeri seperti Chile dan Singapura untuk pelatihan selama tiga hingga enam bulan,” kata Garces.
Sementara sumber dananya, lanjut Garces, berasal dari internal perusahaan yaitu keuntungan yang disisihkan. Hingga akhir Mei, perusahaan diperkirakan telah menggunakan sekitar 25 persen dari total alokasi belanja modal tahun ini. “Kebanyakan dialokasikan untuk membuka gerai baru," ujarnya. Sebagai informasi, tahun lalu omzet Bata mencapai Rp 1,3 triliun yang diharapkan tahun ini dapat tumbuh di kisaran 8–10 persen.
Meskipun mengalokasikan belanja modal yang cukup besar, perusahaan mencatatkan penurunan laba cukup tajam pada kuartal I tahun ini menjadi Rp 585,8 juta. Laba tersebut anjlok sekitar 95,6 persen dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 13,3 miliar. Deputy II Retail Director Budi Harta menyebutkan penyebabnya adalah nilai tukar rupiah yang terus melemah selama periode tersebut mengingat Bata masih mengimpor sekitar 30 persen komponen bahan baku.
"Nilai tukar (rupiah) yang melemah penyebab penurunan laba karena kita masih ada bahan baku yang impor," kata Budi. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, beban perseroan memang menunjukkan peningkatan selama periode tersebut. Tercatat, beban pokok penjualan naik dari Rp 112,6 miliar pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 124,3 miliar.
Sementara itu, beban usaha juga meningkat menjadi Rp 85,1 miliar dari Rp 73,30 miliar dari periode yang sama tahun lalu. Selanjutnya, beban keuangan naik dari Rp 1 miliar pada kuartal 1 2014 menjadi Rp1,5 miliar. Kendati demikian, penjualan pokok Bata pada periode yang sama masih mencatatkan peningkatan tipis dari Rp 206,5 miliar pada tiga bulan pertama tahun lalu menjadi Rp 213,2 miliar.
No comments:
Post a Comment