Posisi rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat asumsi nilai tukar Rp 12.500 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 dinilai ekonom tak lagi realistis. Target kurs tersebut semakin sulit dicapai menyusul eksekusi pencairan dana proyek infrastruktur yang molor.
Ariston Tjendra, Head of Research PT Monex Investindo Futures, mengatakan pada tahun ini gerak rupiah terhadap dolar AS sulit menembus level Rp 12.000 per dolar AS. Perlambatan ekonomi yang dipicu oleh lemahnya belanja pemerintah menambah suram masa depan rupiah.
“Hal itu dikarenakan dana APBN-P yang belum cair untuk proyek infrastruktur, ekonomi global dan kenaikan bunga bank setral AS (The Fed) yang akan dilaksanakan pada Desember nanti,” jelasnya di Jakarta, Senin (11/5). Selama satu pekan ini, Ariston memprediksi rupiah masih akan tertekan terimbas sentimen negatif yang datang dari luar dan dalam negeri. Untuk itu, dia menilai Bank Indonesia (BI) dan pemerintah sebaiknya jangan menganggap enteng kondisi pelemahan rupiah ini.
“Sulit rupiah untuk strong, apalagi menembus posisi Rp 12.000-12.500 per dolar AS di tahun ini," ujarnya. Menurutnya, ada potensi rupiah terjerembab ke level Rp 13.500 menyusul rencana Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuannya. Kendati demikian, Ariston menilai Rp 12.800 merupakan batas aman rupiah untuk tahun ini.
"Dalam waktu dekat Rp 12.500 belum bisa, apalagi The Fed bakal menaikkan suku bunga, bisa mengarah ke Rp 13.500 per dolar AS," katanya. Intervensi BI, lanjut Ariston, sejauh ini bukan untuk memperkuat Rupiah, tetapi hanya untuk meredam kejatuhan kurs terlalu cepat.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, rupiah ditutup pada level Rp 13.116 pada perdagangan Senin (11/5) atau menguat tipis dari posisi hari sebelumnya Rp 13.177 per dolar AS. Sementara di pasar spot, rupiah melemah ke level Rp 13.155 dari posisi pembukaan pagi di angka Rp 13.082 per dolar AS.
No comments:
Post a Comment