Monday, May 11, 2015

Bank Indonesia Cabut Izin Usaha 27 Bank Yang Menggelapkan Dana Nasabahnya

Hingga Maret 2015, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah memberikan kuasa kepada Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melaporkan tindak pidana perbankan atas 27 bank yang telah dicabut izin usahanya.‎ Direktur Eksekutif Hukum LPS Robertus Bilitea mengatakan, ‎dari angka tersebut, 8 bank di antaranya telah selesai proses hukumnya, sedangkan 19 bank masih dalam proses hukum.

"Kebanyakan kasusnya adalah pemberian kredit fiktif, itu mendominasi, kedua dana nasabah dicairkan oleh bank, deposito diambil, setoran tidak disetor, ini yang paling banyak," kata dia ‎di acara seminar Optimalisasi Pengejaran Aset Tindak Pidana Perbankan di Hotel Atlet Century, Jakarta, Senin (11/5/2015). Robertus merinci, dari jumlah tersebut, 5 BPR/BPRS dalam proses investigasi oleh BI, 12 bank yang terdiri dari 1 bank umum dan 11 BPR/BPRS dalam proses penyidikan, dan 1 BPR dalam proses pengadilan dan sudah diputus pada tingkat pertama.

Pada tahun 2015 ini, LPS telah melaporkan pemegang saham salah satu BPR yang dilikuidasi, yang diduga telah melakukan tindak pidana menghambat proses likuidasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 ayat 1 jo pasal 47 ayat 3 UU LPS. Selain melakukan laporan pidana, LPS juga m‎engajukan gugatan perdata kepada pihak yang menjadi penyebab bank gagal. Gugatan perdata didasarkan pada ketentuan pasal 9 huruf a ke 4 UU LPs dan 1365 KUH Perdana yaitu perbuatan melanggar hukum.

Sebagai contoh, gugatan terhadap Sugiarto alias Alay cs di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Lampung (ex pemegang saham dan pengurus BPR Tripanca Setiadana).

Gugatan LPS telah dikabulkan di tingkat pengadilan negeri dan tergugat dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 312 miliar. Gugatan perdata dimaksudkan untuk me-recovery kerugian LPS atas selisih pembayaran klaim penjaminan, dana talangan yang harus dibayar oleh LPS dengan hasil likuidasi terhadap bank yang dicabut izin usahanya. Sayangnya, LPS tidak menyebutkan berapa besaran aset dari 27 bank yang dilikuidasi.

"Angka asetnya saya nggak hapal ya," tandasnya. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sudah mencabut izin 27 bank yang terbukti melakukan pelanggaran. Apa sanksi yang diberikan kepada bank dan pegawai yang terbukti melakukan penggelapan dana nasabah?

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Agus Setya mengatakan, sanksi yang diberikan sangat beragam, tergantung dari besar atau kecilnya kadar kejahatan yang dilakukan. "Kalau dari internal bank, dipecat dan tidak diberi hak-haknya, dan biasanya 2 tingkat pimpinan di atasnya juga ikut kena sanksi, di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) juga diatur di peraturan OJK," katanya

Jika ternyata pelanggarannya lebih berat, misalnya menggelapkan dana nasabah, sehingga dilaporkan ke kepolisian oleh OJK. Hasil audit internal OJK akan diteliti polisi untuk dicari tahu apakah masuk ke ranah pidana atau tidak. "Setelah audit lengkap dan dinyatakan terbukti dan perkara sudah matang, kemudian kepolisian menaikkan statusnya ke sidik, kemudian polisi melakukan penyidikan," ujarnya.

Jika terbukti ada penggelapan, kata Agus, polisi membantu memulihkan aset-aset yang hilang. Pemulihan aset ini akan dimaksimalkan sampai bisa kembali seutuhnya. "Untuk bisa cari aset yang hilang sampai ketemu itu memang melelahkan tapi harus dilakukan," ujarnya. Sementara bagi si pelaku penggelapan bisa diberi hukuman penjara minimal 5 tahun hingga 10 tahun, tergantung dari pasal yang menjerat dan hasil pengadilan.

"Pidana ada yang 7 tahun, 10 tahun, beda-beda tergantung pasal. Rata-rata kalau pegawai bank yang melakukan itu hukumannya di atas 5 tahun, Malinda Dee itu 8 tahun jadinya," jelasnya. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebutkan, hingga Mei 2015, pihaknya telah memberikan kuasa kepada Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melaporkan dugaan tindak pidana perbankan oleh 27 bank yang telah dicabut izinnya.

"Dari jumlah itu, delapan bank di antaranya telah selesai proses hukum nya, sedangkan 19 bank masih dalam tahap proses hukum," kata Direktur Eksekutif Hukum LPS Robertus Bilitea dalam diskusi “Optimalisasi Pengejaran Aset Pelaku Tindak Pidana Perbankan pada Bank Gagal” di Hotel Atlet, Jakarta, Senin, 11 Mei 2015.

Robertus menyebut, berdasarkan data yang diperoleh dari OJK, sudah ada 63 bank yang dicabut izin usahanya dan diserahkan kepada LPS. "Lebih dari 90 persen diketahui terdapat indikasi tindak pidana perbankan," ucap Robertus. Robertus menuturkan 19 bank yang masih dalam tahap proses, di antaranya lima bank perkreditan rakyat (BPR) atau bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang dalam proses investigasi oleh BI.  Bank yang dalam proses penyidikan ada 12, terdiri atas satu bank umum dan sebelas BPR atau BPRS. Sedangkan yang dalam proses pengadilan atau sudah diputus pada tingkat pertama ada dua BPR.

Selain itu, pada 2015, LPS telah melaporkan pemegang saham salah satu BPR yang dilikuidasi yang diduga melakukan tindak pidana menghambat proses likuidasi. "Ini melanggar Pasal 95 ayat 1 juncto Pasal 47 ayat 3 Undang-Undang LPS," tutur Robertus.

No comments:

Post a Comment