Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang telah menjadi salah satu bandara terpadat ke-8 dunia. Bukti dari kepadatan tersebut ialah antrean panjang saat pesawat akan take off ataupun landing di kedua runway yang ada di Bandara Soetta. Dari data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), jam padat umumnya terjadi pada pagi yakni antara pukul 06.00 WIB hingga 09.00 WIB, kemudian sore mulai pukul 15.00 WIB. Saat jam padat, terjadi 'kemacetan' pesawat yang akan mendarat atau akan terbang, akibatnya penumpang harus menunggu lebih lama di dalam pesawat.
Sedangkan di luar jam padat, yakni siang hari dan tengah malam, kapasitas runway Bandara Soetta tidak terlalu padat. Untuk mengurai kepadatan dan mengoptimalkan penggunaan runway maka Kemenhub akan menerapkan beberapa langkah. Sebagai regulator transportasi udara, Kemenhub akan mendorong penjualan tiket dengan tarif berbeda. Saat ini, harga tiket tidak terlalu berbeda antara jam padat dan sepi.
"Terbang pagi mahal (jam padat), harus lebih mahal. Kalau mau terbang murah ya malam (jam sepi). Itu tiket tidak boleh sama. Misal, kalau mau rapat di Papua, berangkat jangan pagi tapi malam. Cuma tiket lebih murah kalau terbang malam. Di Amerika gitu, terbang antara jam padat dan tidak, harga tiket beda," kata Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Suprasetyo saat berbincang di Kemenhub, Jakarta seperti dikutip Senin (1/6/2015).
Untuk rencana tersebut, Kemenhub akan melakukan beberapa langkah. Pertama ialah akan melelang izin seperti slot atau jatah rute untuk jam-jam sibuk. "Ke depan online. Kita evaluasi slot. Terbang saat jam sibuk. Tarif izin slot bisa dinaikkan. Nanti izin rute, izin terbang, izin slot bisa dilelang," ujarnya Kebijakan lain ialah mendorong dan membuka bandara-bandara di daerah, yang mayoritas dioperasikan dan dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenhub, agar beroperasi hingga larut malam atau lebih awal sehingga mampu mendukung rencana untuk mengurai kepadatan Bandara Soetta.
"Bandara lain perlu ditambah jam operasi," jelasnya.
Selain itu, Kemenhub akan memanfaatkan Teknologi Informasi untuk mengintegrasikan kapasitas bandara tujuan dan keberangkatan. Tujuannya ialah memastikan bila kapasitas bandara masih tersedia ataupun masih beroperasi. "Waktu di bandara mau diptimalkan. Nanti pakai IT sistem. Terbang jam 5 pagi. Harus diikutkan bandara induk. Misal Palu ke Jakarta. Jakarta harus ada slot time. Langkah ini untuk seimbangkan rute, sehingga pergerakan pesawat nanti diatur oleh komputer. Software dari Denmark. Kita beli sistem dari mereka sehingga bisa operasi 24 jam," paparnya.
Cara lain untuk mengurai kepadatan Bandara Soetta ialah mencetak runway ketiga hingga membangun fasilitas rapid exit taxiway pada runway yang lama. Tujuannya agar pesawat cepat keluar dari runway menujuapron setelah mendarat, sehingga runway bisa segera dipakai untuk pesawat lain. Saat ditanya apakah dibutuhkan bandara baru untuk mengurai kepadatan Bandara Soetta, Suprasetyo menekankan pihaknya masih memprioritaskan bandara yang berlokasi di Tangerang tersebut daripada mendukung pembangunan bandara baru di dekat Jakarta.
"Bandara di Karawang, masih studi. Tapi kita masih prioritas di Bandara Soetta. Sedangkan Bandara Lebak, yang diusulkan Lion. Dia punya lahan. Cuma ruang udara terbatas. Terlalu dekat dengan Bandara Soetta, Lampung dan Curug," tuturnya.
No comments:
Post a Comment