Para pembuat kebijakan Federal Reserve AS tidak berharap untuk meningkatkan suku bunga utamanya pada Juni, risalah dari pertemuan kebijakan 28-29 April menunjukkan pada Rabu. "Banyak peserta" pada pertemuan "berpikir tidak mungkin data yang tersedia pada Juni akan memberikan konfirmasi cukup bahwa kondisi-kondisi untuk meningkatkan kisaran target tingkat suku bunga federal fund telah terpenuhi, meskipun mereka secara umum tidak menutup kemungkinan ini," risalah pertemuan mengatakan, lapor AFP.
"Beberapa" pejabat berpikir bahwa data yang dikumpulkan oleh pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal 16-17 Juni kemungkinan akan menunjukkan bahwa prospek telah meningkat memadai untuk memenuhi ambang batas bank sentral menaikkan suku bunga federal fund mendekati nol. Namun umumnya, risalah pertemuan pada April mencerminkan sikap "menunggu dan melihat" setelah pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama melambat.
Risalah menunjukkan para pembuat kebijakan melihat pelambatan sebagai akibat faktor-faktor "sementara", seperti cuaca musim dingin yang parah, dolar yang lebih kuat dan pemogokan di pelabuhan West Coast yang berakhir pada akhir Februari. "Sebagian besar peserta memperkirakan bahwa, menyusul pelambatan kuartal pertama, aktivitas ekonomi riil akan melanjutkan ekspansinya pada kecepatan moderat, dan bahwa kondisi pasar tenaga kerja akan meningkatkan lebih lanjut," kata risalah.
Namun, para pejabat membahas sejumlah alasan "untuk percaya bahwa beberapa pelemahan baru-baru ini dalam laju kegiatan ekonomi mungkin berlanjut." Dolar yang lebih kuat menghambat ekspor bersih dan pemangkasan pengeluaran investasi di perusahaan-perusahaan energi karena harga minyak yang lebih rendah bisa menjadi lebih besar dan lebih lama daripada yang diantisipasi sebelumnya, sejumlah peserta mengatakan.
Belanja konsumen, yang menyumbang sekitar dua pertiga dari ekonomi aktivitas AS, dan pengeluaran investasi swasta "secara tak terduga lemah," meskipun penurunan dalam harga bensin meninggalkan lebih banyak uang dalam saku para konsumen. "Dorongan yang diharapkan untuk belanja rumah tangga dari harga energi yang lebih rendah tampaknya sejauh ini tidak terwujud, menyoroti kemungkinan kurangnya momentum yang mendasari pengeluaran konsumen daripada yang para peserta nilai sebelumnya," kata risalah.
Beberapa peserta menyatakan kekhawatiran khusus tentang prospek itu karena perkiraan mereka untuk meningkatkan pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja "sebagian besar beristirahat pada skenario di mana belanja konsumen tumbuh kokoh meskipun bidang ekonomi lainnya lemah".
Tingkat suku bunga acuan (BI rate) diperkirakan akan bertahan di level 7,5 persen yang diharapkan dapat menahan keluarnya dana asing dari pasar keuangan Indonesia, ujar Kepala Ekonom Global Market Permata Bank Josua Pardede. "Bank Indonesia diperkirakan akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada fundamentalnya. Dengan demikian, BI diperkirakan akan mempertahankan kebijakan moneter ketat pada 2015 ini supaya defisit neraca transaksi berjalan menuju ke level yang lebih sehat," kata Josua di Jakarta, Rabu.
Pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut pada Maret lalu seiring dengan penguatan dolar AS terhadap mata uang utama dan Asia. Pada Maret, rupiah terdepresiasi secara rata-rata 2,4 persen ke level Rp 13.071 per dolar AS dibandingkan rata-rata nilai tukar rupiah pada bulan sebelumnya di level Rp 12.765 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah sempat melemah ke level terendahnya yaitu Rp 13.425 per dolar AS menjelang rapat FOMC yang digelar 17-18 Maret lalu. Namun, dalam rapat tersebut gubernur bank sentral AS menyatakan masih akan memantau perkembangan data-data ekonomi AS pada kuartal II tahun ini dan tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga acuan pada pertengahan 2015. Josua menuturkan sinyal penundaan kenaikan suku bunga AS tersebut serta data tenaga kerja AS yang lebih rendah dari perkiraan memicu pelemahan nilai tukar dolar terhadap mata uang utama dan mata uang Asia.
"Hal tersebut kemudian memberikan angin segar bagi rupiah di mana rupiah kembali menguat ke level Rp 12.912 per dolar AS pada 24 Maret lalu. Namun demikian, pelaku pasar masih mewaspadai kenaikan suku bunga AS yang tinggal menunggu waktu di tahun ini," ujarnya. Pelemahan nilai tukar rupiah pada Maret juga didorong permintaan dolar yang meningkat pada pasar domestik karena pembayaran utang luar negeri swasta.
Dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia melakukan langkah intervensi di pasar domestik dan hal itu terkonfirmasi dengan turunnya cadangan devisa pada Maret menjadi 111,6 miliar dolar AS dari 115,53 miliar dolar AS pada Februari. Di pasar keuangan juga tercatat aksi jual dana asing mencapai 3,8 miliar dolar AS sejak minggu terakhir Desember 2014.
No comments:
Post a Comment