Wednesday, May 20, 2015

Gubernur BI: Ekonomi Indonesia Sulit Tumbuh 6% Tahun Depan

Bank Indonesia (BI) memilih konservatif dalam memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang. Apabila pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi 2016 di kisaran 5,8-6,2 persen, Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo justru pesimistis pertumbuhan ekonomi nasional bisa menembus angka 6 persen.

"Kalau pemerintah sekarang akan mengajukan (pertumbuhan ekonomi) untuk 2016 di range 5,8-6,2 persen, mungkin kami melihat masih belum sampai melewati 6 persen. Jadi masih ada di tengah 5 persen sampai 6 persen," kata Agus di Gedung BI, Rabu (20/5). Dalam meramalkan ekonomi Indonesia di masa depan, Agus Martowardojo punya sejumlah pertimbangan, antara lain kondisi pasar komoditas global yang kemungkinan masih akan lesu.

Kendati demikian, Agus meyakini kondisi ekonomi Indonesia pada tahun depan akan lebih baik dari pada tahun ini. Ia berharap peran besar pemerintah dalam membelanjakan anggaran dan investasi bisa mengerek pertumbuhan ekonomi dalam negeri. "Jadi, kita harapkan tahun 2016 akan ada perbaikan di ekonomi global dan nanti tentu harga komoditi bisa lebih baik," kata Agus.

Akan tetapi, Agus mengatakan prediksi bank sentral tersebut tersebut sewaktu-waktu bisa direvisi. Ia mengatakan BI akan lebih rinci dalam memberikan penjelasan pandangan perekonomian secara keseluruhan jika memang sudah waktunya dibutuhkan. "Tetapi nanti tentu saat pembahasan pertemuan awal antara pemerintah dengan DPR dimana BI juga akan diundang kami akan menyampaikan lebih detail terkait dengan forecast 2016," katanya.

Untuk tahun ini, BI masih berpegang pada proyeksi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,4-5,8 persen, meski kecenderungannya mendekati batas bawah. Namun, Agus mengatakan bank sentral akan mengevaluasi kembali proyeksi tersebut dan kemungkinan prognosa terbaru akan dirilis pada paruh kedua.  Kami mungkin akan merevisi (proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia) pada semester II. Sekarang masih di 5,4-5,8 persen, bisa ke bawah," ujarnya di tempat yang sama, Selasa (19/5).

Pada kesempatan tersebut, Agus menyoroti kualitas belanja pemerintah yang masih rendah pada kuartal I 2015. Rendahnya penyerapan anggaran pemerintah, kata Agus, disebabkan oleh perubahan nomenkatur dan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) sejumlah kementerian/lembaga (K/L) yang belum mendapatkan persetujuan DPR pada periode tersebut.

"Tapi di semester II, yang dicanangkan pemerintah untuk infrastruktur, termasuk upaya untuk merealisasi anggaran akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi semester II. Sampai triwulan II pun belanja negara masih agak pelan, tapi semester II kita harapkan lebih baik," tuturnya.

Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan sekitar 5,8-6,2 persen, lebih tinggi dari proyeksi 5,4 persen pada tahun ini.  Pernyataan Bambang tersebut sekaligus meralat prediksi pertumbuhan ekonomi sebelumnya 5,8-6,6 persen yang disampaikannya pada Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrembangnas) 2015.

"Dengan memperhitungkan perkembangan perekonomian terkini, baik global maupun domestik, yang tidak seoptimis sebelumnya, maka pertumbuhan ekonomi (2016) diperkirakan akan mencapai 5,8-6,2 persen," ujar Menkeu pada rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Rabu (20/5).

Menurut Bambang, dalam empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu melambat. Bahkan pada tahun lalu, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi tiga tahun terakhir yang di atas 6 persen.  Terkait inflasi, Bambang Brodjonegoro mengatakan targetnya untuk tahun depan sebesar 4 persen plus/minus 1 persen. Untuk mencapai target tersebut, Menkeu mengatakan koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil akan ditingkatkan.

Dari sisi nilai tukar, Menkeu menyebut kisaran Rp 12.800-Rp 13.200 per dolar AS sebagai asumsi kurs yang relevan untuk tahun depan. Target baru Rupiah tersebut ditetapkan setelah pertimbangkan berbagai risiko tekanan yang bisa muncul pada tahun depan, terutama yang berasal dari kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS. Asumsi makro lainnya yang jadi dasar perumusan APBN 2016 adalah harga minyak mentah Indonesia (ICP). Bambang Brodjonegoro memperkirakan rata-rata ICP tahun depan akan bergerak di kisaran US$ 60 S$ 80 per barel.

Sementara produksi minyak dan gas ditargetkan sekitar 1,93 juta-2,05 juta barel setara minyak per hari. Angka tersebut terdiri dari target produksi minyak 830 ribu-850 ribu barel per hari, dan target produksi gas 1,1 juta-1,2 juta barel setara minyak per hari. Terkait acuan suku bunga, pemerintah memasang angka 4-6 persen untuk tingkat suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan pada tahun depan.

Dari sisi anggaran pemerintah, Menkeu menjanjikan pemangkasan defisit fiskal ke kisaran 1,7-2,1 persen dari PDB pada tahun depan. Prediksi tersebut lebih rendah dari proyeksi tahun ini yang bakal menembus angka 2,2 persen PDB.

No comments:

Post a Comment