Kementerian Perdagangan tengah menyiapkan dua Peraturan Pemerintah (PP) yang akan memberikan fasilitas pembebasan bea masuk bagi barang impor dari negara yang belum memiliki kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan Indonesia. Kebijakan ini dilakukan untuk menghidupkan kembali industri dalam negeri yang tengah mengalami gejala deindustrialisasi.
“Konsepnya adalah bagaimana negara-negara non FTA bisa diberikan fasilitas jika barang itu diimpor oleh industri dalam negeri,” tutur Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/5).
Salah satu syarat utama barang impor tersebut bisa memperoleh pembebasan bea masuk adalah, harus menjadi bagian dari rantai produksi industri nasional yang sudah memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen.Terkait dengan kriteria barang, menurutnya bisa berupa barang mentah, setengah jadi, maupun barang jadi yang menjadi bagian dari rantai produksi. Sementara itu, untuk kategori komoditas barang yang akan menerima fasilitas ini masih akan dibahas oleh kementerian teknis.
“Sehingga secara keseluruhan barang impor itu merupakan pelengkap barang jadi yang diproduksi di sini. Jadi ada added value nya di sini, ada tenaga kerjanya di sini, menimbulkan multiplier effectuntuk Indonesia,” katanya.Menurut Bachrul, fasilitas tersebut dipercaya dapat meningkatkan daya saing industri lokal mengingat barang jadi produksi dalam negeri nantinya ada yang diekspor ke negara-negara lain. Bachrul memperkirakan kedua PP tersebut akan efektif paling tidak kuartal ketiga 2015.
Sebagai informasi, saat ini Indonesia memiliki FTA dengan beberapa negara diantaranya dengan negara anggota ASEAN, Jepang, Korea Selatan, India, Tiongkok, Australia dan Selandia Baru. Ditemui di tempat yang sama, Direktur Penerimaan dan Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyatakan tidak khawatir dengan potensi tergerusnya penerimaan negara akibat rencana kebijakan tersebut.
Heru yakin dengan majunya industri nasional, maka akan memberikan multiplier effect yang lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara dari bea masuk yang hilang akibat fasilitas itu. “Yang penting kita harus lihatnya secara makro. Tidak boleh parsial kemudian saling mematikan, misalnya hanya mementingkan target penerimaan negara harus tercapai,” ujar Heru.
Heru enggan berkomentar lebih jauh tentang potensi berkurangnya penerimaan negara. Namun dia yakin adanya kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan di pos lain misalnya dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan. “Kalau tidak dapat bea masuk, dapat PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atau PPh badan sama saja toh,” katanya.
No comments:
Post a Comment