Saturday, May 16, 2015

Pemerintah Buat Aturan Bilateral Investment Treaty Untuk Hindari Gugatan Abitrase

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bersama Kementerian/Lembaga terkait tengah menyelesaikan draft template atas Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) atau dikenal dengan Bilateral Investment Treaty (BIT).

Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan template P4M harus menjunjung tinggi unsur good governance dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menghindari timbulnya kebijakan yang bersifat retroaktif. BKPM juga mengusulkan adanya kesetaraan antara kedua negara dalam perjanjian investasi tersebut, sehingga perlakuan negara mitra terhadap semua investor sama.

“Rapat di Kantor Kemenko Perekonomian menyepakati agar Template P4M dipersiapkan dengan baik, mempertimbangkan Legal Opinion dari pengacara-pengacara yang berpengalaman dalam menangani kasus arbitrase internasional, studi komparasi dengan negara-negara lain, serta implikasinya terhadap kepentingan nasional,” kata Franky dalam keterangan resmi, Sabtu (16/5).

“Selanjutnya, Menko Perekonomian memberikan arahan agar ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Template P4M yang telah disepakati nantinya dapat menjadi sebuah panduan negosiasi dalam merundingkan posisi Indonesia pada kerjasama investasi internasional,” lanjut Franky. Sebanyak 67 P4M yang telah ditandatangani Pemerintah RI dengan negara lain. Terhadap P4M yang sudah akan habis masa berlakunya, Pemerintah Indonesia melalui saluran diplomatik via Kementerian Luar Negeri secara resmi telah menyampaikan notifikasi ke negara mitra penandatangan P4M untuk mengakhiri P4M yang bersangkutan.

Adapun alasan yang diberikan Pemerintah adalah isi dari perjanjian-perjanjian tersebut sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini. Sampai dengan bulan April 2015, terdapat sebanyak sebanyak 19 P4M yang sudah tidak diperpanjang masa berlakunya, dan sudah tidak berlaku lagi.

Sementara itu, Plt. Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis mengatakan, salah satu poin yang diusulkan untuk diubah dalam perjanjian tersebut adalah penetapan batas waktu berlakunya perjanjian tersebut. "Dulu, tidak ada patokan batas waktu perjanjian. Sekarang kami usulkan batas waktu 10 tahun dan jika ingin diperpanjang, harus ada usulan dari salah satu negara dan kesepakatan dari negara mitranya,” jelas Azhar.

Azhar menambahkan, untuk memberikan pertimbangan dan masukan dalam rangka penyempurnaan Draft Template P4M dimaksud, telah dibentuk tim yang beranggotakan perwakilan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, serta Bank Indonesia.

“BKPM secepatnya akan mengundang tim tersebut untuk membahas prinsip-prinsip yang bersifat teknis dan substantif di dalam Draft Template P4M 2014, untuk selanjutnya dilaporkan dalam Rapat Harmonisasi Inter-Kementerian di tingkat Menko yang akan datang,” jelas Azhar. Sebelumnya, pada bulan April 2015 lalu juga telah dilaksanakan rapat High Level Meeting (HLM) setingkat Pejabat Eselon 1 dari Kementerian/Lembaga terkait yang menghasilkan kesepakatan mengenai 15 (lima belas) prinsip utama dalam Draft Template P4M 2014.

15 prinsip utama tersebut terdiri dari: Preamble, Covered Investment, Definition of Investment, Investment License, Definition of Investor, Definition of Measure, Scope of Application, Treaty Claim and Contract Claim, Treatment of Investment on National Treatment, Most Favoured Nation Treatment and Standard of Treatment, Compliance with International Obligations, Compliance with Domestic Laws and Regulations, The Cause of Action under the Agreement, Investor-State Dispute Settlement, Governing Law in Dispute Settlement, dan Period in Force and Termination.

Pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tengah menjajaki kerjasama penanganan hukum investasi secara bilateral (Bilateral Investment Treaty) dengan negara lain guna memberikan kepastian hukum bagi investor asing. Dengan adanya perjanjian bilateral tersebut, diharapkan sengketa investasi asing di Indonesia dapat diselesaikan berdasarkan peraturan bersama.

"Intinya, kalau sudah ada perjanjian investasi maka ada perlindungan kepada investor asing. Selain itu, kalau ada sengketa dengan negara lain yang menanam modal di Indonesia, maka kita juga tidak bisa diancam arbitrase karena ada perjanjian investasi dengan negara tersebut," ujar Menteri Koordinator Sofyan Djalil di kantornya, Senin (11/5).

Dengan adanya Bilateral Investment Treaty, Sofyan berharap daya tarik investasi Indonesia meningkat di mata pemodal dunia. Menurutnya, semakin banyak kepastian hukum diberikan oleh Indonesia, maka semakin kecil kemungkinan investor asing membawa sengketa investasi ke ranah internasional. "Perlindungan investor asing perlu diberikan karena itu adalah kunci menarik investasi. Kalau kita tidak jaga dengan baik, maka kita bisa di arrest, misal diancam di arbitrase," tutur Sofyan.

Bilateral Investment Treaty sebenarnya bukan barang baru untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia. Selama periode 1960 hingga 1970, Indonesia tercatat telah membuat Bilateral Investment Treaty dengan negara mitranya. Namun seiring dnegan perkembangan zaman, keberadaan Bilateral Investment Treaty tersebut sempat dinilai sudah tidak relevan lagi.

"Dengan kondisi ekonomi yang semakin membaik, perkembangan dunia yang sudah maju, ada komitmen-komitmen tertentu kita kepada Asean, menyebabkan beberapa Bilateral Investment Treaty perlu dinilai ulang. Selama ini kita sudah lakukan dengan beberapa negara," tuturnya.

Sementara itu Deputi bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan tanpa adanya Bilateral Investment Treaty sebenarnya kepastian investasi asing di Indonesia sudah terjamin dalam Undang-Undang Penanaman Modal. Namun, Bilateral Investment Treaty tetap diperlukan untuk menjamin investor asing diperlakukan sama secara hukum seperti halnya pemdoal dalam negeri.

"Sudah kami bilang, tanpa Bilateral Investment Treaty, investasi asing bisa dijamin secara hukum, pajak, lingkungan, dan masalah buruh secara unilateral. Namun kalau dengan Bilateral Investment Treaty kita juga jamin ada persamaan dengan domestik apabila kalau investasi itu sudah lama di Indonesia," tutur Azhar ketika ditemui di tempat yang sama.

Dia mengatakan sejauh ini baru Swiss saja yang menginginkan adanya Bilateral Investment Treaty dengan Indonesia. Selain itu, Azhar yakin bahwa investasi asing akan banyak yang masuk dengan adanya hal ini. "Kita sangat confident ini bisa membawa investasi asing ke sini," tuturnya.

No comments:

Post a Comment