"Pelonggaran kebijakan LTV (loan to value) untuk kredit kendaraan itu bagu, kami menantikan terobosan itu. Tapi di tengah penurunan daya beli seperti sekarang, siapa yang mau beli motor," ujar Ketua Umum AISI Gunadhi Sindhuwinata. Menurut Gunadhi, pelaku industri sepeda motor semakin sulit dan terjepit saat ini dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dalam beleid tersebut, kata Gunadhi, terhitung mulai 1 Agustu 2015 pengajuan SUT dan SRUT dilakukan secara online dan dikenai tarif. Khusus untuk sepeda motor, pengajuan SUT dikenakan biaya Rp 72.500, sedangkan untuk biaya SRUT sebesar Rp 25 ribu.
"Ini kontradiktif. Untuk SRUT motor dikenakan Rp 25 ribu, sedangkan mobil Rp 35 ribu. Itu sangat jelas tidak adil," katanya.
Selain motor, dalam beleid tersebut juga disebutkan pengajuan SUT untuk mobil penumpang akan dikenakan Rp100 ribu sedangkan mobil barang dan bus masing-masing kena Rp325 ribu dan Rp150 ribu. Semua aturan ini sangat kontrapoduktif dengan kebijakan transportasi untuk mengatasi kemacetan karena sangat mendukung kepemilikan kendaraan pribadi mobil yang luasnya sangat memakan tempat dijalan raya.
"Di satu sisi kami didorong untuk investasi, tapi di sisi lain kami terbebani," tuturnya.
Selama ini, kata Gunadhi, produsen motor telah memiliki fasilitas sendiri di pabriknya untuk melakukan uji tipe kendaraan guna memenuhi standar keamanan dan kenyamanan pengendara. "Pemerintah sebenarnya tidak perlu buat lagi hanya untuk menarik penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," katanya.
"Di satu sisi kami didorong untuk investasi, tapi di sisi lain kami terbebani," tuturnya.
Selama ini, kata Gunadhi, produsen motor telah memiliki fasilitas sendiri di pabriknya untuk melakukan uji tipe kendaraan guna memenuhi standar keamanan dan kenyamanan pengendara. "Pemerintah sebenarnya tidak perlu buat lagi hanya untuk menarik penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," katanya.
No comments:
Post a Comment