Sofyan mengakui, ada masalah dalam sistem perdagangan di Indonesia. “Di luar negeri biasanya setiap Natal dan Tahun Baru di semua toko adalah sales (diskon), (harga) barang-barang turun. Orang jualan dalam jumlah yang banyak. Volumenya yang penting bukan harganya,” tuturnya.
Oleh karena itu, tahun ini pemerintah berusaha memasok produk-produk yang dikuasai oleh pemerintah untuk menekan inflasi yang berlebihan seperti beras dan gula. Apabila terjadi inflasi, lanjut Sofyan, maka akan memberatkan masyarakat yang tengah turun daya belinya akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi dan terlambatnya realisasi anggaran pemerintah.
Selanjutnya, Sofyan memastikan stok beberapa komoditas pokok seperti beras, gula, daging, sapi, telur, dan daging ayam mencukupi selama puasa dan lebaran. “Kita (ingin) mengubah pattern (inflasi) kalau bisa lebaran itu benar-benar pesta rakyat di mana terjadi sale di mana-mana,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Sofyan mengungkapkan tahun ini penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) akan dipercepat. “Juni (raskin) kita salurkan kemudian pertengahan Juli kita gelontorkan lagi. Sehingga bagi masyarakat yang mendapatkan raskin tidak perlu lagi pergi ke pasar,” kata Sofyan.
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini juga mengapresiasi kinerja Bulog yang memastikan kualitas raskin akan lebih baik karena Bulog akan menyalurkan beras yang diserap dengan cara dibeli bukan hanya sekedar menghabiskan stok lama yang terus diputar. “Dengan demikian inflasi pada beras itu, kalau bisa deflasi, pada bulan Ramadhan,” tuturnya
Rachmat menjelaskan, langkah ini harus diambil untuk mengantisipasi harga kebutuhan bahan pokok yang biasanya melonjak menjelang Hari Lebaran. Namun, ia mengaku belum tahu berapa jumlah pasti beras yang akan diimpor. "Jumlah beras yang akan diimpor itu nanti ditentukan setelah kami melihat dari angka stok yang ada. Yang jelas untuk tekan harga. Saat ini kami dan Perum Bulog tengah membahas soal stok beras Bulog yang ada," kata dia.
Dia menuturkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan bahwa dirinya akan mempelajari kondisi stok beras yang ada sekarang, sehingga Kementerian Perdagangan harus menindaklanjuti hal itu sebagai langkah persiapan. Langkah pembukaan keran impor beras ini sebenarnya berlawanan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menegaskan tidak akan mengimpor beras. Terkait hal itu, Rachmat berpendapat bahwa kondisi yang ada di lapangan saat ini berbeda dengan yang diinginkan.
"Kita akan lakukan itu (menghentikan impor beras), tapi sekarang kondisinya beras dikuasai pedagang yang menentukan harga. Di situlah kami akan melakukan stabilitas (harga)," ujar dia. Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan saat ini belum membuat keputusan apapun terkait dibukanya kembali keran impor beras guna mengantisipasi lonjakan permintaan sepanjang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh Juni-Juli 2015.
“Keputusan (mengenai impor beras) nanti baru dibikin sekitar Juli,” kata dia ketika ditemui di kantornya, Kamis (7/5). Menurut Sofyan, pemerintah harus memastikan tingkat produksi beras dalam negeri serta menghitung stok beras yang dibeli Perum Bulog dari petani sebelum memutuskan kebijakan terkait impor beras tahun ini. “Kalau Bulog tidak mampu mengumpulkan cukup beras maka kita harus impor untuk kepentingan stok nasional, supaya jangan sampai harga beras tinggi di tingkat konsumen,” tutur Sofyan.
Di tempat berbeda, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah menyatakan pemerintah tetap akan membuka peluang impor beras dari luar negeri jika stok beras dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan beras pada bulan puasa mendatang. "Peluang impor ada, bisa saja karena cuaca jelek seperti kemarau, itu mesti di isi (stoknya) agar sesuai sistem nasional," kata JK usai menghadiri Institute Infrastructure Finance (IIF) Summit di Jakarta.
No comments:
Post a Comment