Tuesday, April 14, 2015

Grup Heineken Investasi Rp 1 Triliun Di Bir Bintang

Produsen minuman beralkohol, PT Multi Bintang Indonesia Tbk. diketahui memperoleh fasilitas pinjaman dari perusahaan asal Belgia, Mouterij Albert N.V yang merupakan sesama Grup Heineken, dengan nilai mencapai Rp 1 triliun.

Dalam keterangan resmi perseroan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dikutip pada Selasa (14/4), perusahaan yang dikenal dengan produk Bir Bintang ini menyatakan transaksi tersebut berupa Inter Company Facility Agreement (ICFA) atau Perjanjian Fasilitas Antar Perusahaan.

Fasilitas pinjaman yang akan diberikan Mouterij Albert adalah senilai Rp 1 triliun dengan jumlah minimal per penarikan adalah sebesar Rp 12,5 miliar dengan tingkat suku bunga tiap tahun mencapai 0,95 persen di atas Jakarta Interbank Offered Rate.

Pinjaman tersebut memiliki jangka waktu 3 tahun dengan beban bunga per tahun yang jika dihitung kurang lebih 7,75 persen. Dana dari pinjaman tersebut bakal digunakan perseroan untuk pendanaan belanja modal dan modal kerja yang termasuk di dalamnya untuk pelunasan pinjaman kepada beberapa bank.

Manajemen menyatakan, sebagai bagian dari Grup Heineken, perseroan memiliki pilihan untuk memperoleh pembiayaan dari perusahaan afiliasi Heineken lain selain opsi pembiayaan eksternal. Perseroan mengklaim ICFA merupakan pilihan paling baik dengan tingkat suku bunga lebih kecil dibandingkan dengan tingkat suku bunga dari lembaga keuangan eksternal (bank).

ICFA, lanjut manajemen, juga menjadi pilihan yang lebih murah dalam mengakses kredit dan mengurangi risiko likuiditas dalam hal krisis keuangan global bagi perusahaan yang juga dikenal dengan produk Green Sands dan Bintang Zero tersebut.

Seperti diketahui, rencana transaksi ini merupakan transaksi yang mengandung unsur transaksi afiliasi sebagaimana didefinisikan dalam Peraturan BEI IX.E.1. karena Multi Bintang dan Mouterij Albert memiliki pemegang saham terakhir (ultimate shareholder) yang sama, yaitu Heineken International B.V.

Lebih lanjut, Heineken International B.V. diketahui menguasai saham Multi Bintang dengan jumlah mencapai 81,78 persen atau sebanyak 1.723.151.000 lembar saham. Sementara Heineken International menggenggam 55,81 persen kepemilikan di Mouterij Albert.

Guna menuntaskan rencana tersebut, Multi Bintang bakal menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 19 Mei 2015 untuk membahas dan memohon persetujuan dari para pemilik saham.

Langkah Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) yang melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket dan pengecer terbukti ampuh membuat harga saham produsen bir merosot.

Dua perseroan itu adalah PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) dan PT Delta Djakarta Tbk (DLTA). Delta Djakarta yang dikenal sebagai produsen bir merek Anker, Stout, Carlsberg, Kuda Putih dan San Miguel mengalami penurunan harga saham hingga 5,56 persen pada penutupan perdagangan Senin (2/2).

Saham Delta Djakarta sepanjang perdagangan saham kemarin mengalami aksi jual dan ditutup melemah 20 ribu poin ke posisi Rp 340 ribu per lembar saham. Lebih lanjut, saham Delta tercatat ditransaksikan 400 lembar (4 lot) senilai Rp 136 juta.

Sementara, saham Multi Bintang yang dikenal dengan produk bir Bintang dan Heineken melemah tipis 100 poin (0,84 persen) ke posisi Rp 11.800 per lembar saham. Sebelum penutupan perdagangan, saham tersebut sempat mengalami aksi jual 400 poin ke level Rp 11.500 per saham dengan volume 76,900 lembar (769 lot) senilai Rp 899 juta.

“Tampaknya pelemahan harga saham ini bakal berlangsung lama, bisa sampai setahun. Karena jelas akan menganggu kinerja penjualan perseroan,” ujar analis PT Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe, Selasa (3/2). Kiswoyo menjelaskan, perseroan dipastikan harus memutar otak dan mencari strategi baru agar performa keuangan tidak merosot tajam dan tetap bisa bersaing di sektor industri minuman dan makanan.

“Saya perkirakan penjualan bisa anjlok 10-20 persen jika perseroan belum bisa mencari distributor atau strategi baru dalam menggenjot penjualan,” katanya. Dia menjelaskan, terdapat beberapa opsi bagi perseroan untuk menggenjot penjualan. Cara pertama adalah dengan mencari dan menggenjot distributor baru seperti kerjasama dengan kafe.

Kedua, perseroan bisa memaksimalkan penjualan minuman non alkohol. Untuk Delta Jakarta, minuman non alkohol ditopang oleh merek Soda Ice dan Sodaku. Sementara, Multi Bintang ditopang oleh Green Sands dan Bintang Zero. Sebelumnya Menteri Rachmat Gobel baru saja meluncurkan Permendag Nomor 6 tahun 2015 mengenai Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Aturan ini melarang penjualan minuman beralkohol golongan A atau dengan kadar alkohol 5 persen di ritel atau minimarket dan pengecer. Peraturan tersebut berlaku mulai 16 April 2015. Saat ini, para ritel diberi tenggat untuk menghabiskan stok yang ada.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 06/M-DAG/PER/1/2015, minimarket dan pengecer dilarang memperjualbelikan minuman beralkohol (minol) berkadar di bawah 5 persen (golongan A) per 16 April 2015.  Kendati demikian, pemerintah akan memberikan kelonggaran pada pengecer minol sekelas bir tersebut di daerah pariwisata Bali melalui petunjuk teknis peraturan terkait yang tengah disusun.

“Aturan teknis tersebut di Bali, karena itu kan di pantai. Kita bicara tentang pedagang di pantai yang selama ini melakukan pekerjaan itu (penjualan minol),” tutur Menteri Perdagangan Rachmat Gobel ketika ditemui di kantornya, Senin (13/4).

Rahmat menegaskan, dalam melarang penjualan minol golongan A, pemerintah tidak memberikan pengecualian bagi minimarket maupun pengecer. Hanya saja, setelah mendengar masukan dari berbagai pihak, pemerintah memutuskan untuk mengatur penjualan minol pada turis asing di Bali, khususnya di daerah pantai seperti di pantai Kuta dan pantai Sanur. Petunjuk teknis tersebut diharapkan dapat segera dirampungkan secepatnya.

“Idenya supaya dibikin semacam koperasi (pengecer minol di Bali). Koperasi itu yang mengontrol para anggotanya yang melakukan penjualan minuman beralkohol,” kata Rachmat. Nantinya Kemendag dapat berkoordinasi dengan koperasi tersebut mengenai tempat penjualan, sistem penjualan dan aturan lain yang terkait. Adapun yang diperbolehkan membeli minol di pengecer tersebut hanya turis asing di lokasi penjualan yang telah ditentukan.

Selanjutnya, pemerintah akan mengkaji kemungkinan petunjuk teknis tersebut juga akan berlaku di daerah pariwisata lain. Namun demikian, Rachmat optimistis, kalaupun penjualan minol golongan A di minimarket dan pengecer tetap dilarang di daerah pariwisata, turis asing tetap akan datang berkunjung ke Indonesia.

“Jangan lupa bahwa pariwisata di sini itu, bukan cari minuman beralkohol, mesti dipahami yang dicari (turis) adalah keindahan Indonesia. Jadi jangan kita seolah-olah kalau alkohol itu nggak ada turis itu nggak datang. Malaysia dan Singapura mengendalikan peredaran minuman beralkohol, turis (asing)-nya tiga kali lipat dari Indonesia,” tutur Rachmat.

No comments:

Post a Comment