Industri yang berbasis komponen impor tengah dibayangi pelemahan rupiah. Namun ternyata efek negatif tersebut tidak mempengaruhi industri sepeda motor. Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata menilai pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi tidak akan terlalu mengganggu bisnis industri kendaraan roda dua.
Pasalnya komponen yang digunakan industri sepeda motor, sebanyak 85 persen disumbang oleh industri manufaktur lokal. "Jadi kalau misalkan ada 15 persen saja yang impor, masalah gejolak kurs tidak ada masalah," kata Gunadi di Bekasi, Jumat (27/2).Pria yang juga menjabat sebagai Komisaris PT Indomobil Sukses Makmur itu menilai kendati tidak terlalu berdampak signifikan terhadap industri otomotif, namun pelemahan rupiah tetap dapat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Berkurangnya daya beli tersebut menurut Gunadi bisa menekan preferensi masyarakat untuk membeli barang di luar produk primer seperti sepeda motor yang menjadi pilihan kendaraan pribadi utama di Indonesia. "Bila pelemahan terus berlanjut, apa yang terjadi di situ maka inflasi meningkat, membuat daya beli masyarakat menurun. Kalau daya beli menurun, maka industri sepeda motor akan pikir-pikir bagaimana pasarnya akan berkembang," jelasnya.
Oleh karena itu Gunadi berharap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan kembali menguat, agar dapat berdampak positif bagi sektor produksi kendaraan roda dua di dalam negeri. "Harapannya nilai tukar stabil, inflasi terkendali apalagi Bank Indonesia sudah turunkan suku bunga 0,25 basis poin itu artinya pengaruh psikologis sangat berpengaruh di situ," kata dia.
Sepanjang 2014 lalu, penjualan sepeda motor Indonesia berdasarkan data AISI mencapai 7,86 juta unit meningkat 1,55 persen dari realisasi 7,74 juta unit penjualan sepeda motor di 2013 Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menargetkan jumlah ekspor sepeda motor ke luar negeri mencapai 5 juta unit dalam lima tahun ke depan. Artinya, pabrikan motor harus mampu menggenjot produksi untuk diekspor sebanyak 1 juta unit setiap tahunnya.
Target ini juga bertujuan untuk mengejar ekspor nasional sebesar 300 persen dalam lima tahun ke depan. Menurut Rachmat, alasannya memasang target fantastis tersebut bukan isapan jempol belaka. Sebab dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar tujuh persen persen hingga 2019 dan maraknya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah, maka perusahaan sepeda motor Indonesia harus mampu menghadapi potensi tingginya permintaan.
"Indonesia bisa jadi sentra industri otomotif tidak hanya roda empat tapi juga roda dua,” kata Rachmat saat memberikan sambutan dalam peluncuran ekspor perdana motor Suzuki Address di daerah Tambun, Bekasi, Jumat (27/2). Rachmat pun bermimpi produksi sepeda motor Indonesia mampu mendominasi 80 persen pasar domestik dan 20 persen ekspor. Dia mengakui pemerintah saat ini tengah menyiapkan sejumlah insentif untuk menggenjot ekspor seperti yang diusulkan Presiden Joko Widodo dalam setiap rapat kabinet.
“Pemerintah akan mendorong insentif-insentif untuk kemudahan. Presiden sudah menanyakan apa yang perlu diberikan untuk meningkatkan ekspor indonesia ? Bukan memasalahkan ini sulit atau tidak. Kita tanamkan optimisme," katanya. Dengan adanya produk yang sudah mulai menjajaki pasar internasional, Rachmat yakin hal tersebut menunjukkan masih adanya kepercayaan investor asing terhadap industri dalam negeri.
"Pemerintah Jepang beri kepercayaan untuk investasi, Jepang masuk Indonesia. Untuk semua bidang," tandasnya. Hari ini, PT Suzuki Indomobil Motor (SIM) mulai memasarkan hasil produksi berupa sepeda motor jenis skutik dengan merek Suzuki Address ke pasar global. Menggandeng PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), selaku produsen dan pemasar, Suzuki Address akan dipasarkan di 24 negara di Eropa, Jepang dan Oceania.
Suzuki menargetkan pengiriman sebanyak 30 ribu unit sepanjang tahun 2015 atau sekitar 20 persen dari jumlah total ekspor sepeda motor Suzuki tahun 2015 (150 ribu unit). Suzuki juga mempersiapkan rencana ekspor sepeda motor hingga lima tahun mendatang dengan proyeksi jumlah ekspor sebanyak 200 ribu unit sepeda motor.
Pasar sepeda motor Asean semakin lesu mendekati akhir tahun. Asean Automotive Federation (AAF) mencatat permintaan kendaraan roda dua selama Januari-Oktober 2014 turun 1,2 persen dengan hanya menorehkan angka penjualan 9,23 juta unit.
Dari lima negara anggota AAF, hanya Indonesia dan Filipina yang tumbuh positif. Indonesia masih menjadi pasar 'kuda besi' tersubur di kawasan dengan angka penjualan mencapai 6,76 juta unit, meningkat 3,5 persen dibandingkan periode Januari-Oktober 2013. Sementara penjualan motor di Filipina sebanyak 635.328 unit atau tumbuh 4,5 persen.
Sementara Thailand, Malaysia, dan Singapura menjadi penyebab anjloknya pasar otomotif Asean. Thailand tercatat hanya menjual 1,46 juta unit motor, turun 16 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 1,73 unit. Sedangkan jumlah motor yang terjual di Negeri Jiran hanya sebanyak 374.487 unit, menyusut 18,7 persen dibandingkan dengan porelah Januari-Oktober 2013 yang mencapai 460.766 unit. Demikian halnya dengan Singapura, permintaan kendaraan roda dua di negara tersebut berkurang 28,2 persen, dengan hanya mencatatakan angka penjualan 6.919 unit.
Indonesia semakin kokoh menguasai pasar motor Asean hingga Oktober 2014, yakni mencapai 73,2 persen. Pangsa pasar Indonesia meningkat dibandingkan posisi Oktober 2013 yang sebesar 70 persen. Thailand mengekor di peringkat kedua, dengan pangsa pasar 15,8 persen. Disusul kemudian Filipina 9 persen, Malaysia 4 persen, dan Singapura tak sampai 1 persen.
Secara umum, selisih penjualan dengan tingkat produksi tidak terlalu jauh. Indonesia masih menjadi produsen terbesar dengan tingkap produksi mencapai 6,7 juta unit. Kemudian Thailand 1,5 juta unit, Filipina 612.444 unit, dan Malaysia 371.394 unit. Pertumbuhan tipis pasar motor Indonesia sudah diprediksi sejak awal oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Perkembangan harga komoditas yang tak kunjung membaik menjadi pemicu melemahnya permintaan kendaraan roda dua.
“Tahun ini total market akan berkisar 7,8 juta unit sampai 8,1 juta unit,” ujar Johannes Loman, Wakil Ketua I AISI belum lama ini. Ketua Bidang Komersial AISI melihat stagnasi penjualan kendaraan roda dua tidak hanya terjadi di pasar domestik, tetapi juga di pasar ekspor. Fenomena ini diyakini masih akan berlanjut pada tahun depan.
Selain karena imbas kenaikkan harga BBM bersubsidi, Sigit menilai pelemahan permintaan lebih banyak disebabkan oleh faktor penurunan harga komoditas. "Kenaikkan BBM pasti ada pengaruhnya, hanya 2-3 bulan dan kami harapkan kembali normal setelahnya," ujar Sigit.
No comments:
Post a Comment