Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menargetkan program swasembada garam di 2016. Tahap pertama, tahun ini Susi ingin agar sebagian kebutuhan garam industri nasional dipenuhi dari dalam negeri sebanyak 1 juta ton dari kebutuhan garam industri 2 juta ton/tahun.
Hal ini disampaikan oleh Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad saat ditemui di Gedung Mina Bahari III, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (13/04/2015).
"Bu menteri juga tawarkan opsi supaya tahun 2015 ini setengah dari importasi garam tahun lalu, artinya 1 juta ton itu harus diproduksi oleh petani. Sehingga total yang harus kita produksi tahun ini minimal 1 juta ton untuk garam industri sebagai subsitusi impor dan 1,9 juta ton garam konsumsi (rumah tangga). Jadi ada 2,9 juta ton (produksi dalam negeri)," kata Saad.
Saad mengatakan di 2014, impor garam bagi keperluan industri dalam negeri mencapai 2 juta ton. Dari jumlah itu 1,5 juta ton digunakan untuk pemenuhan kebutuhan industri pertambangan, kaca dan kertas (CAP), 450.000 ton untuk industri aneka pangan dan 50.000 ton untuk kebutuhan industri farmasi, termasuk ikan asin. "Untuk farmasi yang spesifikasinya sangat tinggi. Selebihnya aneka industri untuk pengeboran, kulit, dan sebagainya termasuk ikan asin di situ. Jadi kelihatannya mereka sudah masukan itu ke dalam industri," tuturnya.
Tahun ini Saad menargetkan produksi garam nasional bisa mencapai 2,9 juta ton. Pihaknya akan memberdayakan 10.000 hektar lahan garam yang tersebar di sepanjang Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur (termasuk Pulau Madura) hingga Nusa Tenggara Timur.
Sebagian besar lahan garam nantinya akan dimodifikasi dengan sistem geomembran. Geomembran dilakukan untuk menggenjot produksi dan memperbaiki kualitas garam. "Anggaran kita kurang lebih Rp 250 miliar. Termasuk APBN-P. APBN reguler dan APBN-P tahun ini," sebutnya.
Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan pihaknya berkeinginan impor garam mulai dibatasi dan diperketat tahun ini. Susi menyatakan bila tahun ini impor garam hanya bisa dilakukan PT Garam dan asosiasi petani tertentu agar pengaturan perhitungan impor garam jauh lebih baik dan menekan adanya rembesan di tingkat pasar tradisional.
"Saya sih merasa selama ini ada impor yang melebihi seharusnya. Nah sekarang kuota, tapi saya nggak tahu siapa yang mengatur kuota. Yang jelas sekarang ini kalau petani panen garam harganya jatuh. Itu permainan di semua produk di negeri ini," tegas Susi.
Indonesia yang merupakan negara kepulauan harus menerima kenyataan masih mengimpor garam dari negara tetangga. Impor bahkan terjadi hampir setiap bulan, dengan volume dan nilai yang besar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip impor pada Februari 2015 adalah 101.622 ton dengan nilai US$ 4,8 juta atau sekitar Rp 62 miliar. Bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, ada peningkatan yang signifikan. Januari 2015 dilaporkan, impor garam hanya 27.459 ton, atau senilai US$ 1,3 juta. Akumulasi dua bulan tersebut adalah 129.080 ton dengan nominal US$ 6,7 juta
Garam impor paling besar bersumber dari Australia. Volumenya di Februari adalah 101.407 ton dengan nilai nominal US$ 4,8 juta. Kemudian adalah Singapura, dengan nilai impor 2,5 ton atau nominal US$ 8.417, diikuti India sebesar 112 ton atau nominal US$ 9.393, serta negara lainnya dengan total 100,8 ton atau nominal US$ 13.963.
No comments:
Post a Comment