Lembaga Swadaya Masyarakat Antikorupsi, Indonesia Corruption Watch, mengingatkan adanya potensi penyimpangan dari penetapan harga bahan bakar minyak dan elpiji berukuran 12 kilogram. Harga kedua komoditas ini lebih mahal dari harga yang beredar di pasaran.
Menurut Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas, mahalnya harga BBM dan elpiji nonsubsidi berpotensi menimbulkan penyimpangan Rp 2,479 triliun. "Apakah pemahalan atau selisih ini bagian dari ajang pembagian margin keuntungan?" ucap Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas dalam keterangan kepada wartawan di kantornya, Selasa, 6 Januari 2015.
Dari hitung-hitungan ICW, total potensi pemahalan harga per Januari 2015 untuk Premium sebesar Rp 1,44 triliun, solar Rp 909,9 miliar, dan LPG 12 kilogram Rp 128,8 miliar. Firdaus tak tahu apakah hal itu karena kesengajaan atau ketidakhati-hatian dalam perhitungan.
Firdaus meminta pemerintah transparan dalam menetapkan harga BBM dan LPG. "Kalau dikondisikan harga keekonomian, tanpa transparansi maka pemerintah memberikan semacam cek kosong atau ruang untuk terjadi penyimpangan," ujarnya. Hal ini, bisa memperluas potensi munculnya mafia migas.
ICW menilai salah satu celah penyimpangan adalah kebijakan pemerintah yang melepas harga bahan bakar minyak Premium dan LPG 12 kilogram sesuai harga pasar. Sebab bahan bakar menyangkut hajat hidup orang banyak. Selain itu, kebijakan melepas pada harga pasar atau meniadakan subsidi juga menyebabkan hilangnya pengawasan. Tak ada lagi unsur keuangan negara di dalamnya yang harus diaudit BPK.
Soal LPG, ICW juga menyoroti rencana pemerintah yang akan mengganti biaya transportasi BBM Premium untuk luar Jawa dan Bali sebesar 2 persen. Padahal di dalam mekanisme perhitungan harga BBM bersubsidi sudah terkandung komponen biaya distribusi. "Artinya akan ada penambahan biaya yang tidak jelas dasar hukum dan mekanismenya, ini juga bisa berpotensi menjadi celah bagi para pemburu rente," ucapnya
No comments:
Post a Comment