Monday, January 5, 2015

Pemerintah dan DPR Bahas Revisi APBN 2015 Tanggal 12 Januari

Pemerintah akan mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pekan depan (12/1). Pertemuan ini merupakan yang pertama kali bagi Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla sejak dibentuk pada 27 Oktober 2014.

"Akan disampaikan tentunya saat masa sidang DPR dimulai, yang menurut rencana tanggal 12, minggu depan, hari Senin," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (5/1).

Seperti dibeitakan, Sekretariat Negara mengeluarkan surat edaran yang berisi larangan bagi seluruh instansi pemerintah untuk menghadiri rapat di Dewan Perwakilan Rakyat sampai persoalan internal lembaga legisatif itu benar-benar rampung. Surat tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto pada 4 November.

Berdasarkan surat tersebut, Menteri BUMN Rini Soemarno pada 20 November juga mengeluarkan surat edaran berisi perintah agar pejabat-pejabat BUMN tidak menghadiri rapat dengan DPR.  Dalam rangka persiapan menghadapi parlemen, Menkeu bersama Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil pada pagi ini menghadap ke Presiden Joko Widodo guna memberikan penjelasan terkait rencana revisi APBN 2015.

"Ya ini kan awal tahun, jadi Pak Presiden mau tahu dari Menkeu soal kesiapan APBN-P," jelas Sofyan. Menkeu sebelumnya mengungkapkan sejumlah poin perubahan APBN 2015 yang diusulkan pemerintah ke DPR, antara lain target penerimaan pajak dinaikan hampir Rp 100 triliun guna mengompensasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diturunkan Rp 100 triliun.

"Penerimaan akan bertambah Rp 100 triliun dari pajak. Sementara PNBP berkurang Rp 100 triliun. Jadi offside saja, hampir sama dengan target penerimaan negara 2015," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro di Istana Kepresidenan, Rabu (24/12).  Sementar dari sisi asumsi makroekonomi, hampir semua indikator direvisi kecuali target pertumbuhan ekonomi tetap 5,8 persen.

Pemerintahan Joko Widodo akan menghadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pekan kedua Januari 2015 guna mengajukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Poin-poin perubahannya antara lain menaikkan target penerimaan pajak hampir Rp 100 triliun, di sisi lain penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dikurangi Rp 100 triliun.

"Penerimaan akan bertambah Rp 100 triliun dari pajak. Sementara PNBP berkurang Rp 100 triliun. Jadi offside saja, hampir sama dengan target penerimaan negara 2015," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro di Istana Kepresidenan, Rabu (24/12).  Dalam APBN 2015, target penerimaan negara dipatok sebesar Rp 1.793,6 triliun. Itu terdiri dari setoran pajak sebesar Rp 1.201,7 triliun (67 persen), penerimaan kepabenaan dan cukai Rp 178,3 triliun (10 persen), PNBP Rp 410,3 triliun (23 persen), dan sisanya hibah Rp 3,3 triliun.

Apabila Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP) usulan pemerintah diterima DPR, maka target penerimaan pajak tahun depan akan mencapai Rp 1.300 triliun, sedangkan PNBP menyusut jadi sekitar Rp 310 triliun. "RAPBNP akan kami ajukan ke DPR pada minggu kedua Januari 2015," ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil menegaskan.

Menkeu menjelaskan alasan dikuranginya PNBP karena mempertimbangkan anjloknya harga komoditas, terutama minyak dan gas. Menurutnya, untuk memastikan target penerimaan pajak tercapai, maka Direktorat jenderal Pajak dituntut melakukan penegakan hukum guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Selain mengubah postur anggaran, pemerintah juga merevisi hampir semua asumsi makroekonomi yang dibuat oleh kabinet era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Berikut rencana perubahan asumsi makroekonomi 2015:


APBN 2015

RAPBN 2015

Pertumbuhan ekonomi (%)

5,8

5,8

Inflasi (%)   

4,4

5,0

Suku bunga SPN 3 bulan (%)   

6,0

6,2

Kurs (Rp/US$)   

11.900

12.200

Harga minyak mentah/ICP (US$/barel)

105

70

Produksi minyak (ribu barel per hari)

900

849

Produksi gas (ribu barel per hari)

1.240

1.120


No comments:

Post a Comment