Realisasi penerimaan negara yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada 2014 sebesar Rp 161,63 triliun atau 93,04 persen dari target APBNP Rp 173,73 triliun. Melemahnya kinerja ekspor dan impor ditengah penurunan harga komoditas dunia menjadi penyebab melesetnya realisasi penerimaan kepabenaan.
Susiwijoyo Mugiharso, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabenan DJBC, menjelaskan dari tiga pos penerimaan yang diamanatkan ke DJBC, hanya setoran cukai yang mencapai target, yakni sebesar Rp 118, 1 triliun atau 100,5 persen dari target Rp 117,45 triliun. Sementara untuk realisasi bea masuk dan bea keluar, masing-masing hanya terealisasi 90,27 persen dan 54,98 persen.
DJBC mencatat realisasi penerimaan bea masuk 2014 sebesar Rp 32,2 triliun, lebih rendah dari target Rp 35,6 triliun. Sementara itu, setoran bea keluar yang masuk ke kas negara hanya Rp 11,3 triliun atau 54,9 persen dari target Rp 20,6 triliun.
Menurut Susi, rendahnya kontribusi bea masuk terhadap penerimaan negara 2014 disebabkan oleh menurunnya kinerja ekonomi nasional. Sejumlah indikator yang menjadi acuan antara lain, pertumbuhan ekonomi yang hanya berkisar 5,1 persen atau jauh di bawah target 5,5 persen.
"Lalu, selama periode Januari-November 2014, impor kita hanya mencapai US$ 163,74 miliar, turun 4,34 persen dibandingkan periode yang sama pada 2013. Impor migas turun 2,37 persen dan non-migas turun 4,96 persen," jelas Susiwijoyo, Senin (5/1).
Menurutnya, tarif bea masuk efektif rata-rata 2014 adalah 1,46 persen atau turun 0,3 poin dibandingkankan dengan periode yang sama tahun 2013 yang mencapai 1,67 persen. Sementara untuk bea keluar, lanjut Susiwijoyo, menurunnya kinerja ekspor hingga hingga November menjadi penyebab rendahnya kontribusi penerimaan dari sektor ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor Indonesia selama periode Januari-November 2014 sebesar Rp 161,67 miliar atau turun 2,36 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Realisasi ekspor migas sebesar US$ 127,98 miliar atau turun 4,27 persen, sedangkan ekspor nonmigas sebesar US$ 133,69 miliar atau turun 1,95 persen. Hal ini disebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara utama tujuan ekspor, seperti Tiongkok, Jepang, India, Uni Eropa, dan lain-lain," jelasnya.
Melesetnya bea keluar, lanjut Susiwiwijoyo, terkait pula dengan kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral yang dimulai pada 12 Januari 2014. Selain itu, Keterlambatan pemberian perijinan dan realisasi ekspor produk mineral kepada PT Freeport Indonesia (ekspor Agustus 2014) dan PT Newmont Nusa Tenggara (ekspor Oktober 2014) turut mengurangi potensi penerimaan bea keluar.
"Rata-rata tarif bea keluar CPO 2014 sebesar 8,38 persen, di mana pada Oktober, November dan Desember tarifnya 0 persen karena harganya di bawah harga referensi US$727 pe rmetrik ton, sehingga praktis penerimaan bea keluar pada triwulan IV 2014 sangat kecil," tuturnya.
Upaya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menggenjot penerimaan negara belum sesuai harapan. Realisasi setoran bea dan cukai ke kas negara hingga pekan keempat Desember 2014 baru sebesar Rp 161,3 triliun atau 92,8 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014.
Susiwijono Moegiarso, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai DJBC, mengklaim pencapaian tahun ini lebih baik dibandingkan tahun lalu karena secara nominal meningkat Rp 6,3 triliun atau tumbuh 5,1 persen. Menurutnya, hanya cukai yang sejauh ini sudah melampaui ekspektasi, yakni sebesar Rp 118,1 triliun atau sekitar 100,6 persen dari target APBNP 2014.
“Cukai masih menjadi mayoritas penerimaan sampai dengan sekarang,” katanya di Jakarta, Selasa (23/12). Sementara pos penerimaan lain, lanjut Susiwijono, masih jauh dari target. Tercatat, realisasi penerimaan bea masuk sebesar Rp 32 triliun atau sekitar 89,7 persen dari target Rp 35,7 triliun. Sementara penerimaan bea keluar baru Rp 11,2 triliun atau 54,4 persen dari target Rp 20,6 triliun.
"Bea masuk dan bea keluar di bawah target karena impor turun 4,5 persen dibandingkan tahun lalu," ujarnya. Susiwijono menambahkan melesetnya target penerimaan bea keluar tak lepas dari pengaruh larangan ekspor tambang mentah sejak awal 2014. Susiwijono menyebut PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara sebagai contoh perusahaan tambang raksasa yang setorannya menurun drastis, di mana dalam 10 bulan tahun ini hanya membayar bea keluar Rp 1,46 triliun.
Menurutnya, rencana awal ekspor tembaga Freeport untuk tahun ini sebesar 940.989 metrik ton. Namun realisasinya hanya mencapai 681.575 ton atau Rp 1,2 triliun. “Salah satu penyebabnya ekspor dari Freeport baru dimulai Agustus 2014,” jelasnya.
Selain faktor domestik, kata Susiwijono, faktor global juga ditengarai menjadi penyebab turunnya nilai bea masuk dan bea keluar. Anjloknya harga komoditas global dituding sebagai biang keladi dari pelemahan kinerja ekspor dan impor Indonesia.
"Tahun ini ekspor-impor akan turun dibandingkan tahun lalu, terutama ekspor yang terpengaruh kondisi ekonomi global terutama negara-negara yang mengalami pelambatan ekonomi seperti Tiongkok, Jepang dan India," ujarnya.
No comments:
Post a Comment