Produsen bir dan minuman ringan, PT Delta Djakarta Tbk mengalami penurunan penjualan sebesar 42,44 persen pada kuartal I 2015 menjadi Rp 329,31 miliar, dari penjualan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 572,19 miliar. Berdasarkan laporan keuangan perseroan pada Senin (4/5), beban pokok penjualan tercatat ikut turun menjadi Rp 46,48 miliar pada kuartal I 2015, dari periode tahun sebelumnya Rp 70,34 miliar. Laba kotor pun terseret turun menjadi Rp 94,46 miliar dari sebelumnya Rp 166,59 miliar.
Perusahaan yang dikenal dengan produk bir Anker, San Miguel, Carlsberg, dan Kuda Putih ini membukukan laba sebelum pajak Rp 42,27 miliar, turun dari sebelumnya yang senilai Rp 105,92 miliar. Sementara itu, laba bersih turun jadi Rp 33,02 miliar dari laba bersih tahun sebelumnya yang senilai Rp 79,31 miliar.
Dari segi utang, liabilitas Delta Djakarta hingga kuartal I 2015 mencapai Rp 176,03 miliar, turun dari Rp 227,47 pada Desember 2014. Sementara total aset per Maret 2015 mencapai Rp 973,85 miliar, turun dari total aset per Desember 2014 yang Rp 991,94 miliar. Sebelumnya, pasca berlaku Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 yang melarang penjualan minuman keras dengan kandungan alkohol sampai 5 persen di minimarket dan toko pengecer mulai 16 April 2015, Delta Djakarta mengaku bakal kesulitan mengoptimalkan penjualannya tahun ini.
Manajemen perseroan memperkirakan dengan dilarangnya minimarket dan toko pengecer menjual bir, pemasukan perseroan bisa terganggu sekitar 60 persen. Sebab selama ini minimarket membantu penjualan sekitar 10 persen dan 50 persen lainnya dijual melalui toko pengecer.
“Kami akan melakukan efisiensi dan fokus meningkatkan penjualan pada channel-channel yang masih bisa berjualan bir seperti supermarket, hypermarket, hotel, dan restoran. Tetapi tempat-tempat itu kontribusinya terhadap penjualan kecil, sementara itu kami bertahan saja,” ujar Ronny Titiheruw, Managing Director PT Delta Djakarta Tbk kepada CNN Indonesia, belum lama ini.
Langkah pemerintah melarang penjualan minuman beralkohol di tingkat pengecer dan minimarket menuai pro dan kontra di kalangan pengusaha bir. Produsen bir secara tegas menolak kebijakan tersebut, sedangkan importir minuman beralkohol justru mendukungnya. Charles Poluan, Direktur Eksekutif Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI), menilai kebijakan Menteri Perdagangan rahmat Gobel soal pelarangan minuman beralkohol di tingkat pengecer dan minimarket membingungkan sekaligus merugikan. Sebab, tak hanya memutus 60 persen rantai distribusi bir, tetapi juga menutup peluang usaha penjual minuman tradisional.
"Selama ini minimarket itu mengusai 12 persen rantai distribusi kami, sedangkan pengecer lain itu mencapai 48 persen. Sisanya 40 persen dijual di hotel dan restoran," tuturnya, Jumat (24/4). Charles menjelaskan saat ini hanya da empat pemain di industri minuman beralkohol golongan A, dengan kadar di bawah 5 persen, yakni PT Multi Bintang Indonesia (Bintang), PT Delta Djakarta, PT Gita Swara Indonesia (Guiness), dan PT Bali Hai Brewery (Bali Hai).
PT Multi Bintang Indonesia terkenal sebagai produsen bir merek Bintang, PT Gita Swara Indonesia merupakan pemasok bir merek Guiness, PT Bali Hai Brewery memasok bir merek Bali Hai, dan terakhir PT Delta Djakarta distributor bir merek Anker, San Miguel, Carlsberg, dan Kuda Putih.
Menurut Charles, empat perusahaan tersebut mempekerjakan 2.000 orang. Namun, yang terlibat dalam proses distribusi dan logistik produk-produk merek amencapai sekitar 180 ribu hingga 200 ribu orang. "Sudah pasti dampaknya akan luar biasa negatif, tetapi saya tidak bisa spekulasi berapa besar (kerugiannya)," tuturnya.
Sebaliknya, Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Impor (Apidmi) justru mendukung pembatasan penjualan minuman beralkohol di toko-toko ritel. Ketua APIDMI Agoes Silaban menilai tidak seharusnya minuman beralkohol dijual bebas di tempat-tempat yang tidak sesuai dengan peruntukannya. "Kami sepenuhnya mendukung pembatasan seperti itu, karena target penjualan minuman beralkohol impor bukan di tempat-tempat seperti itu," ujar Ketua Umum Apidmi Agoes Silaban kepada CNN Indonesia, belum lama ini.
Karenanya, Agoes mendorong agar penjualan minuman beralkohol, terutama yang impor, hanya diperbolehkan di tempat-tempat terbatas yang mempunyai izin untuk menjual, seperti hotel berbintang, restoran, karaoke dan bar. Pasalnya, jika dibiarkan bebas akan menjadi lahan subur bagi para penyelundup dan penjual minuman ilegal.
"Sejauh ini kami lihat pasar jadi relatif kondusif," katanya.
No comments:
Post a Comment