Pengamat menilai pelemahan bursa saham beberapa saat yang lalu belum akan berakhir karena berbagai faktor antara lain prediksi perlambatan ekonomi dan sikap skeptis investor asing terhadap kondisi perekonomian Indonesia. “The worse is far from over, in our opinion. Pada 9 Mei, data pertumbuhan riil GDP kuartal I 2015 akan diumumkan. Ekonom kami memprediksi pertumbuhan akan dibukukan 4,8 persen secara tahunan, lebih rendah dari ekspektasi konsensus sebesar 5 persen,” ujar Kepala Riset Mandiri Sekuritas, John Rachmat dalam risetnya, Senin (4/5).
Sepanjang pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok sebesar 348,9 poin atau 6,42 persen. Menurut John, koreksi pasar sudah jelas didorong oleh pelepasan aset saham Indonesia oleh investor asing. Pekan lalu secara total terjadi aliran dana keluar dari pasar saham senilai US$ 540 juta.
“Investor asing dinilai kehilangan harapan pada suksesnya Indonesia mendorong program infrastruktur yang ambisius, menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan lebih lemah daripada prediksi,” ungkapnya. Selain itu, menurutnya kemungkinan beberapa negara berkembang lain yang menjadi tujuan investasi menjadi lebih atraktif secara relatif. China menjadi tujuan yang paling mencolok, mengingat skala stimulus moneter oleh bank sentralnya, dan juga Brazil.
“Dan jika benar bahwa investor asing sudah skeptis terhadap kemampuan Indonesia mendorong program infrastrukturnya, tidak ada event lagi dalam jangka pendek yang dapat mematahkan penilaian tersebut,” kata John Di sisi lain, menurutnya pemangkasan BI rate memberikan penawar jangka pendek, tetapi juga akan menjadi berita baik terakhir yang dapat kita alami di masa mendatang. Pihaknya masih memprediksi pemangkasan BI rate akan terjadi juga, mungkin akan terjadi pada Rapat Dewan Gubernur pada 19 Mei 2015.
“Dari sisi rekomendasi, investor dapat memilih untuk beristirahat dulu. Namun, bagi investor yang diharuskan memiliki saham Indonesia dapat memilih dua strategi utama. Pertama, pilih saham yang telah tertekan tetapi memiliki kinerja kuartal I 2015 yang solid. Kedua, lanjutnya, pilih saham yang membuktikan tahan banting terhadap guncangan pekan lalu dan memiliki kinerja kuartal I 2015 yang cukup.
Ekonom menyatakan investor memang sempat panik dan melakukan aksi jual di pasar saham setelah melihat performa keuangan perusahaan sepanjang kuartal I yang dianggap di bawah ekspektasi. Namun, di sisi lain sebaiknya ekonom menunggu kinerja semester I secara keseluruhan. “Basically memang kalau ekonomi akan melambat, maka pasar cenderung over reaktif. Hal itulah yang menyebabkan bursa saham sempat anjlok pada minggu lalu,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa, mantan Kepala Ekonom Danareksa Research Institute.
Menurutnya pria yang sekarang menjabat sebagai Deputi III Kantor Kepresidenan Bidang Pengelolaan Isu Strategis mengungkapkan investor sebaiknya menggunakan angka Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai acuan untuk melihat apakah benar perekonomian akan melambat atau tidak. Di sisi lain, investor juga patut melihat rencana pemerintahan Joko Widodo ke depannya, terutama di bidang infrastruktur.
“Ada banyak lagi proyek infrastruktur yang bakal dilakukan. Hal itu bisa menjadi penggerak ekonomi yang cukup signifikan. Yang perlu dilihat investor adalah kita bisa betul-betul membangun infrastruktur ke depannya,” jelas Purbaya.
Dia menjelaskan, pelemahan ekonomi Indonesia sepanjang kuartal I terjadi karena belanja masyarakat yang menurun pasca penaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Meski begitu, Purbaya optimistis ekonomi Indonesia bakal mengalami perbaikan. “Terkait pertumbuhan ekonomi kuartal I, kalau saya lihat, seandainya turun ya enggak apa-apa. Karena nanti pasti akan ada perbaikan. Saya sendiri masih optimistis bakal tumbuh di sekitar 5,8 persen,” ungkapnya.
Purbaya menjelaskan, perekonomian Indonesia masih berpotensi membaik karena kinerja ekspor masih surplus dibandingkan impor. Hal itu menurutnya masih positif meskipun belanja rumah tangga tidak secepat yang sebelumnya. “Belanja pemerintah juga belum maksimal. Sampai bulan Maret, belanja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk infrastruktur juga masih sangat rendah. Tapi yang saya ketahui akan ada penambahan setelah Mei dan akan ada percepatan penyaluran anggaran,” katanya.
Sepanjang pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok sebesar 348,9 poin atau 6,42 persen dan bertengger di level 5.086. Investor asing tercatat melepas 1,28 miliar lembar saham di bursa nasional dalam empat hari menjelang Mei, dengan nilai modal asing yang keluar secara bersih mencapai Rp 7,09 triliun.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat nilai kapitalisasi saham selama periode 27-30 April 2015 sebesar Rp 5.146,75 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan drastis dibandingkan kapitalisasi selama periode 20-24 April 2015, yang tercatat sebesar 5.479 triliun. Dengan demikian dalam empat hari terakhir di bulan April, modal yang menguap di bursa saham nasional mencapai Rp 332,25 triliun.
Investor menilai fenomena aksi jual saham pada Mei yang dikenal dengan istilah “Sell in May and Go Away” berpotensi terjadi pada tahun ini. Pasalnya data laporan keuangan perusahaan terbuka (emiten) yang rata-rata buruk membuat investor cenderung menahan diri. “Sell in May bisa saja terjadi karena kinerja emiten pada kuartal I tahun ini rata-rata di bawah ekspektasi. Apalagi ekonomi Indonesia juga diprediksi tumbuh di bawah target,” ujar Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Seluruh Indonesia (MISSI), Sanusi.
Sanusi menilai, kepanikan investor terkait kinerja emiten sepanjang kuartal I 2015 sudah terlihat pada pekan lalu. Sepanjang pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok sebesar 348,9 poin atau 6,42 persen dan bertengger di level 5.086. “Namun memang sepertinya indeks perlu mengalami koreksi setelah terus menguat sebelumnya. Pasar memang harus koreksi. Turun 2 sampai 3 persen dalam sehari saya kira masih wajar kok,” katanya.
Dia menjelaskan, terkait sektor yang kinerjanya masih buruk seperti pertambangan, hal itu bisa jadi salah satu potensi sektor yang terkena aksi jual. Sanusi juga menilai sektor perbankan berpotensi terkena aksi jual karena dinilai tak sesuai dengan ekspektasi.“Saya sendiri melihat yang utama adalah saham berkapitalisasi besar (big caps). Sementara untuk saham lapis dua (second liner) bisa dijadikan penopang. Semoga saja ada perbaikan data ekonomi nantinya,” jelasnya.
Untuk diketahui, investor asing tercatat melepas 1,28 miliar lembar saham di bursa nasional dalam empat hari menjelang Mei, dengan nilai modal asing yang keluar secara bersih mencapai Rp 7,09 triliun. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat nilai kapitalisasi saham selama periode 27-30 April 2015 sebesar Rp 5.146,75 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan drastis dibandingkan kapitalisasi selama periode 20-24 April 2015, yang tercatat sebesar 5.479 triliun. Dengan demikian dalam empat hari terakhir di bulan April, modal yang menguap di bursa saham nasional mencapai Rp 332,25 triliun.
No comments:
Post a Comment