Thursday, May 7, 2015

Bank Indonesia Larang Pengembang Jual Rumah Bodong Alias Yang Belum Dibangun

Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan memperketat penyaluran kredit perumahan. Kedua lembaga ini akan melarang penyaluran kredit jika rumah KPR belum tersedia. Aturan ini akan tertuang dalam kebijakan loan to value (LTV). Perumahan adalah salah satu sektor yang diatur dalam kebijakan ini selain otomotif.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan kebijakan ini dilakukan untuk menjaga kesehatan kredit dalam sektor yang diatur. Selain itu juga untuk melindungi konsumen.  Selama ini, kata Agus, para debitur sudah harus mencicil padahal rumahnya belum dibangun. “Ini kami lakukan untuk masyarakat yang belum punya rumah,” kata Agus di kantornya, Kamis, 7 Mei 2015.

Selanjutnya, kredit perumahan juga akan diatur untuk debitur yang membeli rumah pertama saja. Menurut Agus, debitur yang sudah punya rumah sebelumnya tak akan menjadi prioritas. “Ini masih kami kaji bersama OJK.” Untuk sektor otomotif, penyaluran kredit akan dilarang untuk debitur yang tak memberi uang muka saat membeli kendaraan bermotor. Agus mengatakan tak ingin kejadian tahun 1991 terulang, yakni perbankan menyalurkan kredit untuk otomotif tanpa uang muka. Hal tersebut akhirnya menyebabkan perlambatan ekonomi karena kreditnya macet.

Rencana Bank Indonesia (BI) memperketat aturan penyaluran kredit untuk pembelian rumah dan kendaraan bermotor demi menjaga neraca lembaga pembiayaan atau perbankan tidak sejalan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad justru mendorong pelonggaran loan to value (LTV) pada kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) untuk menggairahkan permintaan kredit di segmen konsumen.

“Kredit properti, semen dan besi lagi negatif. Kami mau angkat lagi mereka. Fokus disitu dulu. Kami angkat lagi dengan cara longgarkan LTV dan dorong bank untuk kesitu," ujar Muliaman usai menghadiri acara Institute Infrastructure Finance (IIF) di Jakarta, Kamis (7/5). Namun menurut Muliaman, OJK akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) sebagai regulator yang memiliki wewenang pada tataran kebijakan makroprudensial. Dia menyebut, saat ini belum ada besaran penurunan uang muka. "Pokoknya dilonggarkan," katanya.

Menurutnya, dalam koordinasi nanti akan disodorkan salah satu kajian, yakni apabila kebijakan melonggarkan LTV bisa menimbulkan potensi "bubble" properti atau peningkatan harga secara tiba-tiba karena permintaan properti dari spekulan berkurang. "Lagi dikerjakan dan akan dibahas bersama BI. Mudah-mudahan bisa lebih longgar dan kredit bisa meningkat lagi," katanya.

Jika OJK mengusulkan rencana pelonggaran LTV dengan kembali menurunkan uang muka pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) dari sebelumnya minimal 30 persen, BI justru akan memperketat penyaluran KPR.  Gubernur BI Agus Martowardojo meminta perbankan memprioritaskan pemberian kredit untuk calon debitur yang ingin memiliki rumah pertama.

"Kalau rumah ke-10 atau ke-12 ya salah prioritas dibanding rumah pertama,” katanya. Selain itu BI juga hanya mengizinkan pencairan KPR oleh bank ketika fisik bangunan rumah sudah jadi 100 persen. Hal ini penting untuk menghindari risiko kerugian baik bagi kreditur maupun debitur. Jangan sampai debitur dirugikan karena developer minta mulai dicicil pakai kredit bank padahal rumahnya baru selesai dua tahun kemudian. Ini akan kita atur," tegas Agus

Bank Indonesia (BI) berencana memperketat penyaluran kredit untuk pembelian rumah dan kendaraan bermotor demi menjaga risiko kredit macet yang mengganggu neraca lembaga pembiayaan dan sistem keuangan. Inti dari kebijakan tersebut adalah, BI tidak ingin lagi lembaga pembiayaan menyalurkan kredit bagi calon debitur yang ingin membeli kendaraan bermotor tanpa uang muka. Sementara untuk kredit kepemilikan rumah (KPR), BI melarang bank mencairkan dana sebelum fisik bangunan jadi 100 persen.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan penegasan itu akan dituangkan dalam kebijakan loan to value (LTV) yang terbaru. “Kami tegaskan tidak boleh lagi ada pembiayaan sepeda motor tanpa down payment atau uang muka. Karena itu akan memuat profile keuangan berisiko," ujar Agus di Jakarta, Kamis (7/5). Menurut Agus, kebijakan LTV akan dikaji kembali guna memastikan portfolio kredit perumahan dan otomotif terjaga dengan baik.

Untuk KPR, Agus meminta perbankan memprioritaskan pemberian kredit untuk calon debitur yang ingin memiliki rumah pertama. "Kalau rumah ke-10 atau ke-12 ya salah prioritas dibanding rumah pertama,” katanya.  Selain itu lanjut Agus, perbankan diminta menghindari pencairan KPR ketika fisik bangunan rumah belum jadi 100 persen. Hal ini penting untuk menghindari risiko kerugian baik bagi kreditur maupun debitur.

"Jangan sampai debitur dirugikan karena developer minta mulai dicicil pakai kredit bank padahal rumahnya baru selesai dua tahun kemudian. Ini akan kita atur," tegas Agus. Kebijakan ini menurutnya harus dikeluarkan BI untuk mendorong industri properti dan otomotif untuk tumbuh tanpa mengorbankan masyarakat. Langkah ini juga merupakan upaya untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan neraca perbankan.

No comments:

Post a Comment