Friday, May 1, 2015

Pengusaha Ogah Naikkan Upah Buruh Karena Masih Di Pungli Oleh Birokrasi Pemerintah

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengapresiasi buruh berdemo dengan damai pada May Day. Pada aksi perayaan hari buruh hari ini, serikat pekerja meminta ada kenaikan upah tinggi sampai 32%. Menurut Hipmi, pengusaha dan buruh memiliki musuh bersama yakni biaya ekonomi tinggi. Bila ekonomi biaya tinggi seperti pungutan liar (pungli) dikurangi, maka pengusaha bisa meningkatkan pemberian upah kepada para buruh.

"Kami mengajak teman-teman buruh untuk memerangi biaya tinggi diperekonomian kita," ujar Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/5/2015) Bahlil mengatakan, inefisiensi ekonomi masih menjadi momok menakutkan di dunia usaha. Dampaknya, biaya produksi di Tanah Air tidak mampu kompetitif bahkan dengan sesama negara Asean.

Ekonomi biaya tinggi utamanya dipicu oleh pungutan liar mulai dari perizinan di birokrasi, proses produksi, distribusi, hingga loading di pelabuhan. Tak hanya itu, ekonomi biaya tinggi juga dipicu oleh tingginya biaya logistik serta rendahnya akses memperoleh bahan baku industri.

"Kalau yang fix cost ini masih bisa kita siasati secara kreatif tapi kalau variable cost ini kan susah ditebak.Rata-rata variable cost ini datang dari pungli dan biaya di birokrasi," kata Bahlil.

Bahlil menilai reformasi birokrasi yang digaungkan pemerintah belum cukup menekan pungli di birokrasi. Pasalnya, reformasi belum diikuti oleh implementasi administrasi dan sistem yang terintegrasi utamanya dalam perizinan.

Sementara itu, Sekjen BPH Hipmi Priamanaya Djan mencontohkan inefisiensi itu masih banyaknya pungutan-pungutan di berbagai daerah yang regulasinya masih tumpang tindih. ”Misalnya, kita kirim barang dari Tangerang ke Purwakarta. Masing-masing daerah punya pungutan yang harus dibayar di daerah-daerah kabupaten dan kota yang dilalui. Makanya biaya logistik kita sangat tinggi. Masing-masing daerah pungut retribusi,” papar Pria.

Pria mengatakan, inefisiensi ini berdampak pada rendahnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi standar kesejahteraan bagi karyawan. “Sebab, pengusaha pun untungnya sudah sangat sedikit,” ujarnya.

No comments:

Post a Comment