Analis senior LBP Enterprise, Lucky Bayu Purnomo, mengatakan rontoknya saham-saham badan usaha milik negara (BUMN) lebih karena adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015. Anjloknya sejumlah saham-saham BUMN juga dinilai sebagai akibat dari ditahannya suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) dan bank sentral Amerika Serikat (Fed Rate).
"Akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi yang turun 0,2 persen dibandingkan tahun lalu, saham terkoreksi dari level tertinggi 5.523.290," kata Lucky saat dihubungi, Minggu, 3 Mei 2015. Menurut Lucky, anjloknya saham-saham BUMN juga disebabkan oleh kebijakan Bank Indonesia yang menahan tingkat suku bunga acuan di angka 7,5 persen. Anjloknya saham BUMN juga ditambah dengan pengumuman Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang menyatakan realisasi pajak pada kuartal I 2015 hanya Rp 198,88 triliun. Angka itu turun dari realisasi pajak tahun lalu pada periode yang sama yang mencapai Rp 210,05 trilun.
"Pemerintah tak maksimal mengumpulkan pajak. Itu menjadi sinyal bahwa ada perlambatan di sektor industri," katanya. Pernyataan Chairman The Fed, Janet Yellen, yang mengatakan dalam waktu dekat The Fed tetap akan menahan suku bunga acuan Amerika Serikat di angka 0,25 basis poin juga menambah derita saham-saham BUMN. Dengan penahanan suku bunga itu, kata Lucky, menampakkan adanya perlambatan perekonomian global.
"Padahal perubahan suku bunga The Fed sudah ditunggu sejak Yellen menjabat," kata Lucky. Sementara rekor indeks harga saham gabungan (IHSG) yang mencapai 5.523.290 pada 7 April 2015 lalu, kata Lucky, tak dapat mewakili kondisi perekonomian Indonesia. Apalagi, pada 1 Mei 2015 lalu Pertamina sudah menaikkan harga Pertamax yang dianggap sebagai faktor negatif bahwa program restrukturisasi subsidi BBM belum berjalan.
"Faktor-faktor itulah yang menyebabkan rontoknya saham-saham BUMN. Faktor adanya penanaman modal negara dan bagi-bagi kursi komisaris itu sudah lewat," kata Lucky. Sepanjang Maret hingga April 2015, sejumlah saham BUMN terus rontok. Pada 24 April 2015, saham PT Waskita Karya (WSKT) yang masih Rp 1.785 rontok menjadi Rp 1.720 pada penutupan 30 April 2015. Saham Bank BNI (BBNI) yang pada 23 April 2015 masih Rp 7.125 turun menjadi Rp 6.525 pada penutupan 30 April 2015.
Tak hanya Bank BNI, saham Bank BRI (BBRI) juga rontok dari Rp 13.200 pada 21 April 2015, ditutup di level Rp 11.625 pada 30 April 2015. Bank BCA (BBCA) juga ikut terseret dengan rontoknya saham bank BUMN. Saham BCA yang pada 21 April 2015 masih Rp 14.900 anjlok menjadi Rp 13.500 pada penutupan 30 April 2015.
Saham PT Gas Negara (PGAS) juga anjlok pada level Rp 4.265 pada penutupan 30 April 2015, dan saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) terperosok di level Rp 12.975 pada penutupan 30 April 2015.
No comments:
Post a Comment